Selasa, 19 Mei 2015

MAKALAH KONDISI INDONESIA SETELAH KEMERDEKAAN



BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Setelah proklamasi, Indonesia masih belum sepenuhnya dikatakan merdeka. Karena Indonesia harus berbenah diri mulai dari pemerintahan hingga di daerha-daerah. Hari-hari setelah proklamasi, pemerintahanpun mulai dibangun. Presiden dan wakil presiden diangkat, UUD ditetapkan, Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) dibentuk untuk membantu presiden sembari menunggu pelaksanaan pemilu, struktur pemerintahan dan struktur militer mulai disusun dan ditetapkan.
Sementara itu, kehidupan di luar pemerintahan tidak seluruhnya menggembirakani.. Banyak raja-raja di luar Jawa yang memilih status quo bersama Belanda dan tidak mendukung proklamasi. Konflik sosial di pedesaan antar kelompok juga sering terjadi.

B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimana Kondisi Indonesia Pasca Pengakuan Kedaulatan ?
2.      Bagaimana Kondisi dan Keadaan Politik, Ekonomi,  Sosial dan Budaya, Pendidikan, Historiografi Indonesia Pasca Proklamasi Kemerdekaan ?

C.    Tujuan
1.      Mengetahui Kondisi Indonesia Pasca Pengakuan Kedaulatan
2.      Mengetahui Kondisi dan Keadaan Politik, Ekonomi,  Sosial dan Budaya, Pendidikan, Historiografi Indonesia Pasca Proklamasi Kemerdekaan

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 













BAB II

PEMBAHASAN

 

B.     Kondisi Indonesia Pasca Pengakuan Kedaulatan

Kondisi Indonesia Pasca Pengakuan Kedaulatan Bentuk negara serikat yang disepakati berdasarkan Konferensi Meja Bundar, ternyata bukanlah cita-cita bangsa Indonesia. Bangsa Indonesia pun mulai berbenah diri untuk dapat kembali dalam pangkuan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

1.      Proses Kembalinya Indonesia Sebagai Negara Kesatuan

Belanda berniat melancarkan politik devide et impera dalam wilayah Indonesia. Setelah melaksanakan agresi militer pertama, Belanda membagi Indonesia dalam enam negara bagian, yaitu Negara Indonesia Timur, Negara Sumatra Timur, Negara Sumatra Selatan, Negara Madura, Negara Jawa Timur, dan Negara Pasundan. Selain itu, Belanda juga mendirikan sembilan daerah otonom di wilayah Indonesia.
Setelah mendirikan enam negara boneka dan sembilan daerah otonom, Belanda membentuk pemerintah federal sementara yang akan berfungsi sampai terbentuknya Negara Indonesia Serikat (NIS). Dalam hal ini, RI baru akan diizinkan masuk dalam NIS jika permasalahan dengan Belanda sudah dapat diatasi.
Selain itu, Belanda berusaha melenyapkan RI dengan melaksana kan Agresi Militer II. Belanda berharap jika RI dilenyapkan, Belanda dapat dengan mudah mengatur negara-negara bonekanya. Akan tetapi, perhitungan Belanda meleset. Agresi militer Belanda II, menyebabkan Indonesia mendapatkan simpati dari dunia internasional. Akhirnya, Belanda harus mengakui kedaulatan Indonesia berdasarkan hasil Konferensi Meja Bundar.
Pada tanggal 27 Desember 1949 diadakan penandatanganan pengakuan kedaulatan. Dengan diakuinya kedaulatan RI oleh Belanda, Indonesia berubah bentuk menjadi negara Serikat. Akibatnya, terbentuklah Republik Indonesia Serikat. Meskipun demikian, bangsa Indonesia bertekad untuk mengubah RIS kembali menjadi Negara Kesatuan Republik Indonesia. Kurang dari delapan bulan masa berlakunya, RIS berhasil dikalahkan oleh semangat persatuan bangsa Indonesia.
Negara Indonesia Timur (NIT) yang merupakan negara boneka Belanda pertama, ternyata banyak mengalami kerusuhan. Oleh karena itu, Presiden NIT yaitu Cokorde Gde Raka Sukawati mengumumkan keinginan NIT untuk bergabung dengan Indonesia. Keinginan NIT diikuti oleh negara-negara boneka yang lain. Selanjutnya, pada tanggal 19 Mei 1950 diadakan konferensi yang dihadiri oleh wakil-wakil RIS dan RI dengan keputusan inti sebagai berikut. (1). Kesediaan bersama untuk kembali mewujudkan NKRI. (2). Ada perubahan Konstitusi seperti penghapusan senat, susunan DPRS baru, kabinet sifatnya parlementer, dan DPA dihapuskan.
Selain itu, disepakati pula bahwa Soekarno tetap menjadi presiden NKRI. Pada tanggal 17 Agustus 1950 bendera Merah Putih dikibarkan di depan istana bekas gubernur jenderal Belanda yang telah dijadikan Istana Merdeka. Kedaulatan telah tercapai, tiba saatnya untuk mengisi kemerdekaan yang telah diproklamasikan sejak tanggal 17 Agustus 1945.

2.      Kondisi Perekonomian Pasca Pengakuan Kedaulatan

Sejak memperoleh pengakuan kedaulatan dari Belanda, bangsa Indonesia mengalami krisis ekonomi. Hal ini disebabkan oleh kenyataan bahwa bangsa Indonesia menanggung beban ekonomi dan keuangan akibat ketentuan-ketentuan dalam Konferensi Meja Bundar, situasi politik yang belum stabil, dan adanya kenyataan bahwa perusahaan swasta besar dan bank pada saat itu masih dikuasai oleh orang-orang Belanda.
Untuk mengatasi krisis, Kabinet Sukiman (1951–195) menjalankan kebijakan nasionali sasi De Javasche Bank menjadi Bank Indonesia. Nasionalisasi dapat diartikan sebagai tindakan untuk menjadikan sesuatu kekayaan milik asing menjadi milik negara. Kebijakan nasionalisasi De Javasche Bank dikeluarkan berdasarkan Undang-Undang nasionalisasi De Javasche Bank Nomor 24 Tahun 1951. Sebelumnya, pemerintah telah memberhentikan Presiden De Javasche Bank, Dr. Howink dan mengangkat Mr. Syafrudin Prawiranegara. Nasionalisasi De Javasche Bank melengkapi kepemilikan pemerintah terhadap bank-bank peninggalan Belanda.
Sejak tahun 1950 bangsa Indonesia mulai meninggalkan sistem perekonomian kolonial dan menggantinya dengan sistem ekonomi nasional. Pelopor perokonomian nasional adalah Drs. Moh. Hatta yang menyatakan bahwa ekonomi bangsa Indonesia harus dibangun oleh bangsa Indonesia sendiri dengan asas gotong royong. Pemikiran untuk menyusun perekonomian nasional dilanjutkan oleh Dr. Sumitro Djojohadikusumo. Beliau menyatakan bahwa dalam alam kemerdekaan perlu diada kan kelas pengusaha melalui Gerakan Benteng. Pada hakikatnya, Gerakan Benteng merupakan kebijakan untuk melindungi pengusaha-pengusaha pribumi karena desakan pengusaha kuat bermodal besar yang berasal Sumber: 30 Tahun Indonesia Merdeka dari golongan nonpribumi. Para pengusaha pribumi mendapat lisensi (semacam hak istimewa) dalam dunia bisnis.
Dalam waktu tiga tahun, yaitu pada tahun 1950–1953 telah ada tujuh ratus pengusaha yang memperoleh kesempatan itu. Setelah berjalan beberapa tahun ternyata Gerakan Benteng belum memberikan hasil seperti yang diharapkan. Hal ini disebabkan oleh kenyataan bahwa kaum pribumi tidak banyak memiliki pengalaman bisnis, bahkan para pemegang lisensi banyak yang menjual lisensi yang diperolehnya kepada pengusaha asing terutama Cina.

3.      Pemilu 1955

Anggota DPRS yang dipilih dari hasil kompromi antara golongan unitaris dengan federalis perlu segera diganti melalui pemilu. Selain itu, UUDS juga perlu untuk diganti karena bersifat sementara. Oleh karena itu, pemilu dilaksanakan pula guna memilih anggota konstituante yang bertugas menyusun UUD baru.
Pemilu untuk memilih anggota DPR ditetapkan pada tanggal 29 September 1955. Pemilu untuk memilih anggota konstituante ditetapkan untuk dilaksanakan pada tanggal 15 Desember 1955. Pemilu berjalan dengan tertib tanpa ada kerusuhan dan bebas dari segala macam intimidasi. Pemilu pertama ini benar-benar berjalan dengan demokratis.
Pemilu 1955 diikuti oleh 28 partai dan beberapa calon perorangan dengan jumlah pemilih 39 juta orang. Pemilu untuk memilih anggota DPR hasilnya hampir sama dengan pemilu untuk memilih anggota konstituante. Tampil sebagai empat besar pengumpul suara terbanyak adalah PNI, Masyumi, NU, dan PKI. Anggota DPR dilantik di Jakarta, sedang kan Konstituante dilantik di Bandung. Selanjutnya, Kabinet Burhanuddin Harahap (Masyumi) sebagai penyelenggara pemilu menyerahkan mandatnya kepada Partai-partai peserta pemilu. presiden. Kabinet baru di bawah pimpinan Ali Sastroamidjojo (PNI) pun segera me laksanakan tugasnya.

4.      Dekrit Presiden 5 Juli 1959

Menjelang tahun 1959 Indonesia banyak mengalami permasalah an. Dalam bidang politik, sering terjadi pergantian kabinet. Rakyat semakin merasakan partai politik lebih mengutamakan kepentingan sendiri dan ketidakmampuan konstituante melaksanakan tugasnya. Konstituante tidak berhasil menyusun UUD baru guna menggantikan UUDS. Dengan anggota yang berjumlah 542 orang dan berasal dari banyak partai menyebabkan konflik dalam badan konstituante sulit dihindarkan.
Dalam bidang keamanan, terjadi pergolakan yang ditimbulkan oleh pemberontakan DI/TII di Jawa Barat, Jawa Tengah, Aceh, Kalimantan, dan Sulawesi Selatan serta pemberontakan PRRI dan Permesta. Pemberontakan-pemberontakan dipicu oleh ketidakpuasan daerah kepada pemerintah pusat. Situasi dalam negeri yang semakin tidak menentu mendorong Presiden Soekarno mengajukan konsepsi yang berisi hal-hal berikut ini.
1.      Sistem demokrasi parlementer secara Barat tidak sesuai dengan kepribadian Indonesia karena itu harus diganti dengan sistem demokrasi terpimpin.
2.      Untuk melaksanakan demokrasi terpimpin perlu dibentuk Kabinet Gotong Royong yang anggotanya terdiri atas semua partai atau organisasi berdasarkan perimbangan kekuatan dalam masyarakat.
3.      Pembentukan Dewan Nasional terdiri atas golongan-golongan fungsional yang bertugas sebagai penasihat kabinet. 
Konsepsi tersebut menimbulkan pro dan kontra antarpartai politik. Dalam suasana pro dan kontra ini, pada tanggal 25 April 1959 Presiden Soekarno menyampaikan amanat di depan anggota konstituante, yang berisi anjuran untuk kembali pada UUD 1945. Amanat ini menjadi perdebatan di konsti tuante sehingga diputuskan untuk diadakan pemungutan suara. Ternyata, hasil pe mungutan suara menunjukkan bahwa kurang dari 2/3 anggota konstituante menyetujui untuk kembali pada UUD 1945. Kegagalan konstituante untuk menyusun dan menetapkan sebuah UUD serta perdebat an-perdebatan di dalamnya, menyebabkan situasi politik semakin tidak menentu. Kondisi ini mendorong Presiden Soekarno meng ambil langkah yang sebenarnya bertentang an dengan undang-undang (inkonstitusional). Pada tanggal 5 Juli 1959 dalam suatu acara resmi di Istana Merdeka, Presiden Soekarno mengeluarkan dekrit yang selanjutnya dikenal sebagai Dekrit Presiden 5 Juli 1959.
Inti dari Dekrit Presiden ini sebagai berikut.
a.       Pembubaran konstituante.
b.      Berlakunya kembali UUD 1945 dan tidak berlakunya UUDS 1950.
c.       Pembentukan MPRS dan DPAS.
Dengan dekrit ini, berarti Kabinet Parlementer di bawah pimpinan Perdana Menteri Djuanda dinyatakan demisioner. Kabinet digantikan oleh Kabinet Presidensial yang langsung dipimpin oleh Presiden Soekarno. Dalam perkembangannya, Dekrit Presiden 5 Juli 1959 menjadi tonggak bagi pelaksanaan demokrasi terpimpin di Indonesia. Pada masa demokrasi terpimpin, Presiden Soekarno mempunyai kekuasaan yang besar. Bahkan, pada tanggal 5 Maret 1960 Presiden Soekarno memiliki kemampuan untuk membubarkan DPR hasil pemilu 1955. Selain itu, melalui Penetapan Presiden No. 2 Tahun 1959, Presiden Soekarno membentuk MPRS yang anggota-anggotanya diangkat dan diberhentikan oleh presiden.

5.      Gangguan Keamanan Dalam Negeri

Sejak memperoleh kedaulatan, bangsa Indonesia banyak meng alami pergolakan di daerah. Hal ini dipicu oleh kurang harmonisnya hubungan pusat-daerah, persaingan ideologis dan masalah sosial politik lainnya. Dalam perkembangannya, pergolakan-pergolakan tersebut mengarah pada gerakan separatis yang berniat memisahkan diri dari Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Pergolakan yang terjadi pada umumnya berbentuk gangguan keamanan berupa pemberontakan-pemberontakan bersenjata. Beberapa pemberontakan tersebut antara lain Darul Islam/Tentara Islam Indonesia (DI/TII), Angkatan Perang Ratu Adil (APRA), Republik Maluku Selatan (RMS), Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia (PRRI), dan Piagam Perjuangan Semesta (Permesta).
Demikian usaha bangsa Indonesia mempertahankan kemerdekaan. Dengan perjuangan berat pada akhirnya kemerdekaan bangsa berhasil ditegakkan. Belanda pun mengakui kedaulatan wilayah Indonesia melalui Konferensi Meja Bundar. Pada awal pengakuan kedaulatan, banyak terjadi permasalahan terutama dalam bidang politik dan ekonomi yang harus dihadapi. Bahkan persatuan bangsa pun sempat terancam. Akan tetapi, seluruh permasalahan tersebut dapat diselesai kan. Negara Kesatuan Republik Indonesia pun tetap tegak berdiri.

C.    Kondisi dan Keadaan Politik, Ekonomi,  Sosial dan Budaya, Pendidikan, Historiografi Indonesia Pasca Proklamasi Kemerdekaan

1.      Keadaan Politik

Pasca proklamasi kemerdekaan, para tokoh – tokoh Indonesia berusaha untuk membenahi tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara. Seperti yang kita ketahui suatu negara yang baru merdeka pastinya memerlukan suatu dasar negara dan pemempin yang mampu melaknakan dan memimpin pemerintahan.selain itu juga perlunya membentuk bdan – badan atau lembaga yang berpungsi membantu pemimpin negara untuk menjalankan tugasnya. Hal ini dapat kita lihat dalam rapat PPKI pada tangal 18 Agustus 1945 yang hasilnya adalah mengesahkan Undang- Undang Negara, mengangkat Presiden dan wakil presiden. Adapun hasil hasil rapat PPKI selanjutnya adalah membentuk alat – alat perlengkapan negaraseperti membentuk komite nasional, kabinet pertama RI, d.l.l. pokoknya membahas mengenai hal – hal yang berkaitan dengan politik Indonesia. Namun keadaan politik Indonesia pada masa ini belum dapat dikatakan stbil atau baik hal ini dapat dilihat dari seringnya perubahan kabinet dan masih terdapat penyimpangan – penyimpangan dalam pelaksanaan pemerintahan.

2.      Keadaan Ekonomi

Bagi bangsa yang baru merdeka selain bidang politik yang perlu ditata ada lagi bidang ekonomi yang juga tak luput dari perhatian para pembesar atau tokoh – tokoh bangsa indonesia. Namun tak mudah dalam hal ini karena bansa indoneia dihadapkan pada hal yang rumit yaitu mengenai masih adanya campur tangan dari bangsa kolonial. Adapun beberapa kendala yang dihadapi oleh bangsa Indonesia dari segi ekonomi pada masa tersebut:

a.       Masalah menentukan mata uang yang diberlakukan
b.      Adnya blokade yang dilakukan oleh Belanda terhadap ekspor RI
c.       Masalah rendahnya penghasilan rakyat sehingga tingkat kemiskinan angat tinggi

Hal – hal di atas merupakan msalah yang dihadapi dan perlu dipecahkan oleh bangsa Indonesia. Untuk menghadapi masalah di atas bansa Indonesia mengeluarkan mata uang kertas pertama dan melakukan hubuangan luar negeri dengan nega – negara maju di dunia.

3.      Keadaan Sosial dan Budaya

Bangsa indonesia semasa penjajaha di tempatkan pada golongan kasta atau tingkatan yang rendah hal itu terjadi semasa penjajahan Belanda, namun semasa pendudukan jepang bangsa Indonesia di tempatkan pada kasta teratas, namun status sosial tersebut tidak menjamin kehiduan bangsa Indonesia menjadi lebih baik malahan semakin buruk keadaan kehidiapan masyarakatnya.namun semasa pasca kemerdekan diskriminasi rasial dihapuskan dan semua arga Idonesia memiliki kedudukan,hak dan kewajiban yang sama dalam semua bidang. Jika di lihat dari keadaan budayaya bangsa Indonesia merupakan Negara yang kaya akan  budaya karena bangsa Indonesia selalu menerima budaya yang masuk dan  tidak lupa untuk menyaring atau menyeleksinya dan memodipikasinya atau mengabungkanya dengan kebudayaan yang telah ada tanpa menghilangkan ciri khas dari budaya asli.

4.      Bidang Pendidikan

Mengamati perjalanan sejarah pendidikan Islam pada masa penjajahan Belanda dan Jepang sungguh menarik dan memiliki proses yang amat panjang. Belanda yang menduduki Indonesia dengan misi gold, glory dan gospelnya mereka mempengaruhi pemikiran dan iedeologi dengan doktrin-doktrin Barat. Akan tetapi kita sepatutnya bangga dengan perjuangan para tokoh Muslim pada masa itu yang berupaya sekuat tenaga untuk mengajarkan Islam dengan cara mendirikan lembaga - lembaga pendidikan Islam seperti madrasah, pesantren, majlis taklim dan sebagainya. Dari lembaga inilah kemudian lahir tokoh-tokoh muslim yang berperan besar dalam mewujudkan kemerdekaan dan membelarisalah Islam. Materi yang dipelajari menggunakan referensi dan kitab-kitab kuningberbahasa Arabseperti safinah, Bulughul Marom, dan sebagainya selain itu ilmu jiwa, ilmu hitung pun dipelajari. Pada saat itudisamping menuntut ilmu mereka harus berjuang melawan penjajah. Itulah sekilas tentang pendidikan Islam pada zaman penjajahan Belanda dan Jepang.Setelah merdeka, bangsa Indonesia merasa mampu menghirup angin segar di negerinya sendiri karena telah terlepas dari penjajahan. Akan tetapi, sikap, watak dan mental bangsa yang terjajah akan menjadi kendala tersendiri bagi perkembangannegara, khususnya pendidikan Islam di Indonesia.
Pendidikan Islam pada masa Kemerdekaan ini dapat kita bagi menjadi beberapa periode:
1.      Pendidikan Islam Pada Masa Orde Lama
2.      Pendidikan Islam Pada Masa Orde Baru
3.      Pendidikan Islam Pada Masa Reformasi
4.      Pendidikan Islam Masa depan
Seiring dengan perkembangan zaman,persoalan yang dihadapi pun semakin bertambah seperti sistem pendidikan yang sesuai dengan tujuan, visi dan misi negaraitu. Masuknya pemikiran-pemikiran barat yang secara tidak langsung meracuni pemikiran-pemikiran Islam dan berbagai krisis yang melanda negeri ini menjadibagian dari polemik dunia pendidikan khususnya pendidikan Islam saat ini

5.      Historiografi di Indonesia

Penulisan sejarah pada masa pasca kemerdekaan didominasi oleh penulisan mengenai peristiwa-peristiwa yang masih hangat waktu itu, yaitu mengenai perjuangan bangsa Indonesia dalam memperjuangkan dan mempertahankan kemerdekaan. Pada masa ini penulisan sejarah meliputi beberapa peristiwa di Indonesia yang ditulis oleh orang Indonesia sendiri. Tentu saja objektivitasnya dapat dipertanggung jawabkan karena menulis sejarah adalah orang yang berada pada saat peristiwa tersebut terjadi. Sehingga dapat dilihat perkembangan Indonesia-sentris yang mulai beranjakDan tentu saja hal ini sangat berpengaruh bagi perkembangan sejarah itu sendiri.

Pada masa ini penulisan sejarah meliputi beberapa peristiwa penting, misalnya proklamasi kemerdekaan Indonesia dan pembentukan pemerintahan Republik Indonesia. Kejadian kejadian sekitar proklamasi kemerdekaan Indonesia yang meliputi sebab-sebab serta akibatnya bagi bangsa ini merupakan sorotan utama para penulis sejarah. Fokus penulisan sejarah pada masa ini biasanya mengangkat tentang tokoh-tokoh pahlawan nasional yang telah berjasa dalam memperjuangkan kemerdekaan dan tokoh-tokoh politik yang berpengaruh pada masa itu. Bahkan banyak biografi-biografi tokoh pahlawan nasional yang diterbitkan misalnya saja Teuku Umar, Pangeran Diponegoro, atau Imam Bonjol. Selain

biografi tentang pahlawan nasional, banyak juga ditemui tulisan mengenai tokoh pergerakan nasional seperti Kartini, Kiai Haji Wahid Hayim. Biografi-biografi tersebut diterbitkan dimungkinkan karena alasan untuk menumbuhkan rasa nasionalisme diantara kalangan masyarakat. Pada kondisi dimana sebuah Negara baru berdiri, nasionalisme sangatlah penting mengingat masih betapa rapuhnya sebuah Negara tersebut seperti bayi yang baru lahir, sangat rentan terhadap penyakit baik dari dalam maupun dari luar. Dan nasionalisme menjaga keutuhan sebuah Negara tersebut agar tetap tegar dan tumbuh menjadi sebuah Negara yang makmur dikemudian hari.

Tetapi pada masa ini juga terdapat terobosan baru, yaitu munculnya peranan-peranan rakyat kecil atau wong cilik sebagai pelaku sejarah yang dipelopori oleh Prof. Sartono Kartodirjo. Semenjak itu khasanah historiografi Indonesia bertambah luas.

Perkembangan yang terlihat pada penulisan sejarah Indonesia adalah kata-kata "pemberontakan" yang dahulu sering ditulis oleh para sejarawan Eropa, kini berganti menjadi "perlawanan" atau "perjuangan". Hal tersebut logis karena sebagai bangsa yang terjajah tentu saja harus melawan untuk mendapatkan kemerdekaan dan kebebasan. Histtoriografi pasca kemerdekaan yang Indonesia-sentris merupakan antitesis dari sejarah Neerlandosentris. Apabila versi arus utama Belanda mengenai sejarah Hindia-Belanda mengagung-agungkan pasifikasi dan kemajuan. Sebaliknya, narasi nasionalis berpusat pada perjuangan untuk mewujudkan negara demokrasi sekuler yang berakar dalam identitas bersama (dan baru). Sementara, dari sisi hal yang ditekankan dan struktur, sebenarnya kedua perspektif sejarah itu sebagian besar identik satu sama lain. Hal yang dilukiskan sebagai keburukan (kejahatan atau fanatik) dalam narasi Belanda menjadi kepahlawanan dalam versi nasionalis (perjuangan tanpa pamrih). Namun, fokus utama tetap sama, yakni negara dan pengalaman kolonial (Sutherland, 2008:40). Sebagaimana visi Neerlandosentris, visi Indonesiasentris juga mencari legitimasi dengan cara menjanjikan pembangunan.

Wujud sejarah Indonesiasentris dalam sejarah Indonesia bermetamorfosis menjadi Sejarah Nasional. Sejarah nasional menggunakan dekolonisasi sebagai prinsip dasar dari Indonesiasentrisme untuk membangun wacana sekaligus perspektif yang menjadikan historiografi sekedar sebagai alat penghujat dan menggunakan masa lalu sebagai tameng pembenaran (Purwanto, 2006). Segala yang berbau kolonial adalah salah, dan segala yang bercitarasa nasional adalah kebenaran.


























BAB III
KESIMPULAN

A.        Kesimpulan
1.   Bidang Ekonomi dan Bidang Keuangan
            Di awal kemerdekaan ekonomi Indonesia sangat terpuruk sekali, ada beberapa hal yang menyebabkan perekonomian Indonesia memburuk antara lain:
a.          Mewarisi sistem ekonomi Jepang
b.         Adanya inflasi yang disebabkan beredarnya uang Jepang yang tidak terkendali
c.          Kas negara kosong
d.         Tidak seimbangnya pemasukan dan pengeluaran negara
e.          Blokade ekonomi oleh Belanda sebab perhitungan Belanda bahwa dengan senjata ekonomi akan dapat merobohkan RI
2.   Bidang Politik
Perkembangan situasi politik dan kenegaraan Indonesia pada awal kemerdekaan   sangat dipengaruhi oleh pembentukan KNIP serta dikeluarkannya Maklumat Politik 3 November 1945 oleh wakil Presiden Moh. Hatta. Isi maklumat tersebut menekankan pentingnya kemunculan partai-partai politik di Indonesia. Ada 4 dinamika politik yang berkembang pada awal kemerdekaan sampai sekarang yaitu:
1.            Periode Demokrasi Liberal
2.            Periode Demokrasi Terpimpin
3.            Periode Orde Baru
4.            Periode Reformasi







DAFTAR PUSTAKA

http://rinaldyvirgiawan99.blogspot.com/2012/09/kondisi-keadaan-indonesia-pasca-sesudah.html



KATA PENGANTAR

Sembah sujud penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT karena anugerah dan rahmat-Nya jualah sehingga makalah ini dapat terselesaikan. Dalam penyusunan makalah ini, penulis telah berusaha semaksimal mungkin, yang mana telah memakan waktu dan pengorbanan yang tak ternilai dari semua pihak yang memberikan bantuannya, yang secara langsung merupakan suatu dorongan yang positif bagi penulis ketika menghadapi hambatan-hambatan dalam menghimpun bahan materi untuk menyusun makalah ini.
Namun penulis menyadari bahwa makalah ini masih sangat jauh dari kesempurnaan, baik dari segi penyajian materinya maupun dari segi bahasanya. Karena itu saran dan kritik yang bersifat konstruktif senantiasa penulis harapkan demi untuk melengkapi dan menyempurnakan makalah ini.



DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR........................................................................................................
DAFTAR ISI......................................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN..................................................................................................
A.        Latar Belakang.......................................................................................................
B.        Rumusan Masalah..................................................................................................
C.        Tujuan ...................................................................................................................
BAB II PEMBAHASAN...................................................................................................
BAB III KESIMPULAN...................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................................




1 komentar:

MAKALAH PENDIDIKAN AGAMA SEBAGAI PROSES PENGUATAN MENTAL ANTI KORUPSI

BAB I PENDAHULUAN A.     Latar Belakang Beberapa negara di Asia memiliki beragam istilah tentang korupsi. Di China, Hong Kong dan T...