BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Salah satu hakekat pendidikan adalah proses mengarahkan anak
pada pertumbuhan yang makin sempurna. Melalui pendidikan anak diharapkan dapat
diarahkan secara terprogram untuk mencapai penguasaan pengetahuan,
keterampilan, dan sikap tertentu demi tugas-tugas profesional dan hidup. Dalam
hal ini, pendidikan mengarahkan anak pada hal yang bersifat occupation-oriented
atau training for life.
Pendidikan sains memiliki peran yang penting dalam
menyiapkan anak memasuki dunia kehidupannya. Sains pada hakekatnya merupakan
sebuah produk dan proses. Produk sains meliputi fakta, konsep, prinsip, teori
dan hukum. Sedangkan proses sains meliputi cara-cara memperoleh, mengembangkan
dan menerapkan pengetahuan yang mencakup cara kerja, cara berfikir, cara
memecahkan masalah, dan cara bersikap. Oleh karena itu, sains dirumuskan secara
sistematis, terutama didasarkan atas pengamatan eksperimen dan induksi.
Sains melandasi perkembangan teknologi, sedangkan teknologi
menunjang perkembangan sains. Sains terutama digunakan untuk aktivitas
discovery dalam upaya memperoleh penjelasan tentang objek dan fenomena alam
serta untuk aktivitas invention (penemuan) berupa rumus-rumus. Sedangkan
teknologi merupakan aplikasi sains yang terutama dalam kegiatan invention,
berupa alat-alat atau barang-barang untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Dalam
hal ini, pengembangan sains tidak selalu dikaitkan dengan aspek kebutuhan
masyarakat, sedangkan pengembangan teknologi selalu dikaitkan dengan kebutuhan
masyarakat. Dengan demikian sains, teknologi dan masyarakat merupakan bagian
yang tak terpisahkan
Dalam kurikulum pendidikan nasional tahun 2006, pendidikan
sains merupakan kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi.
Pemberian mata pelajaran sains bagi anak dimaksudkan untuk memperoleh kompetensi
ilmu pengetahuan dan teknologi serta membudayakan berpikir ilmiah secara
kritis, kreatif dan mandiri. Prinsip pengembangan kurikulum didasarkan bahwa
peserta didik memiliki posisi sentral untuk mengembangkan kompetensinya agar
menjadi manusia yang beriman dan bertakwa, berakhlak mulia, sehat, berilmu,
cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta
bertanggung jawab. Untuk mendukung pencapaian tujuan tersebut pengembangan
kompetensi peserta didik harus disesuaikan dengan potensi, perkembangan,
kebutuhan, dan kepentingan peserta didik serta tuntutan lingkungan.
Dalam realitasnya, ilmu pengetahuan dan teknologi berkembang
secara dinamis. Semangat dan isi kurikulum mendorong peserta didik untuk
mengikuti dan memanfaatkan secara tepat perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi. Menjamin relevansi dengan kebutuhan kehidupan, termasuk di dalamnya
kehidupan kemasyarakatan, dunia usaha dan dunia kerja. Oleh karena
itu, pengembangan keterampilan pribadi, keterampilan berpikir,
keterampilan sosial, keterampilan akademik, dan keterampilan vokasional mutlak
harus dilaksanakan.
Dengan demikian, pembelajaran sains semestinya dapat
dikaitkan dengan pengalaman keseharian anak. Sebagai bagian dari anggota
masyarakat, anak dapat dibiasakan untuk menemukan masalah dalam lingkungan
lokal maupun secara global, dan merumuskan solusi ilmiah yang mengaitkan dengan
konsep sains yang sedang dipelajarinya. Pembelajaran sains dapat berekspansi
keluar dari sekedar mempelajari pengetahuan menuju ke penggunaan pengetahuan
dan keterampilan dalam menyelesaikan masalah-masalah praktis yang dapat
ditemukan dalam kehidupan sehari-sehari. Ketika keberadaan sains menjadi lebih
dekat dengan diri dan kehidupan anak, pembelajaran sainspun akan menjadi
menarik dan lebih diminati oleh anak untuk dipelajari.
Dari pemikiran di atas, dapat dikemukakan bahwa tantangan
pembelajaran sains saat ini adalah perlu menyesuaikan dengan kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi, serta dapat mengantisipasi masalah-masalah sosial
yang berkaitan dengan sains dan teknologi. Untuk kepentingan itu, pembelajaran
sains perlu dikaitkan dengan aspek teknologi dan masyarakat. Pembelajaran yang
mengkaitkan sains dengan teknologi dan masyarakat, dikenal dengan pembelajaran
dengan pendekatan sains, teknologi dan Masyarakat (STM) atau Science,
Technology and Society (STS).
B.
Rumusan
Masalah
Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan di atas, masalah
yang akan dikaji dalam makalah dapat dirumuskan sebagai berikut:
1)
Bagaimanakah
hakekat pendekatan sains, teknologi dan masyarakat dalam pembelajaran?
2)
Bagaimanakah
implementasi pendekatan sains, teknologi dan masyarakat dalam pembelajaran?
3)
Problematika
apa saja yang dapat ditemukan dalam mengimplementasikan pendekatan sains,
teknologi dan masyarakat?
C. Tujuan
1.
Untuk
mengetahui hakekat pendekatan sains, teknologi dan masyarakat dalam pembelajaran
2.
Untuk
mengetahui implementasi pendekatan sains, teknologi dan masyarakat dalam
pembelajaran
3.
Untuk
mengetahui problematika apa saja yang dapat ditemukan dalam mengimplementasikan
pendekatan sains, teknologi dan masyarakat
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Hakekat
Pendekatan Sains, Teknologi dan Masyarakat
Pendekatan Sains, Teknologi dan masyarakat (STM) adalah pengindonesiaan
dari Science-Technology-Society (STS) yang pertama kali dikembangkan di Amerika
Serikat pada tahun 1980-an, dan selanjutnya berkembang di Inggris dan
Australia. National Science Teacher Association atau NSTA, mendefinisikan
pendekatan ini sebagai belajar/mengajar sains dan teknologi dalam konteks
pengalaman manusia. Dengan volume informasi dalam masyarakat yang terus
meningkat dan kebutuhan bagi penguasaan ilmu pengetahuan, teknologi, dan
hubungannya dengan kehidupan masyarakat dapat menjadi lebih mendalam, maka
pendekatan STM dapat sangat membantu bagi anak. Oleh karena, pendekatan ini
mencakup interdisipliner konten dan benar-benar melibatkan anak sehingga dapat
meningkatkan kemampuan anak. Pendekatan ini dimaksudkan untuk menjembatani kesenjangan
antara kemajuan iptek, membanjirnya informasi ilmiah dalam dunia pendidikan,
dan nilai-nilai iptek itu sendiri dalam kehidupan masyarakat sehari-hari.
Pendekatan Sains Teknologi dan Masyarakat (STM) dalam
pandangan ilmu-ilmu sosial dan humaniora, pada dasarnya memberikan pemahaman
tentang kaitan antara sains teknologi dan masyarakat, melatih kepekaan
penilaian peserta didik terhadap dampak lingkungan sebagai akibat perkembangan
sains dan teknologi (Poedjiadi, 2005). Menurut Raja (2009), keputusan yang
dibuat oleh masyarakat biasanya memerlukan penggunaan teknologi untuk
melaksanakannya. Bahkan, masyarakat dan ilmu pengetahuan menggunakan teknologi
sebagai sarana untuk menyimpan informasi. Peranan penting yang dimiliki oleh
teknologi dapat berfungsi sebagai sarana tindakan dan penyidikan dalam
pendekatan STM. Data juga menyiratkan sifat ilmu pengetahuan sebagai
sebuah bidang di semua masyarakat.
Sains merupakan suatu tubuh pengetahuan (body of
knowledge) dan proses penemuan pengetahuan. Teknologi merupakan suatu
perangkat keras ataupun perangkat lunak yang digunakan untuk memecahkan masalah
bagi pemenuhan kebutuhan manusia. Sedangkan masyarakat adalah sekelompok
manusia yang memiliki wilayah, kebutuhan, dan norma-norma sosial tertentu.
Sains, teknologi dan masyarakat satu sama lain saling berinteraksi
(Widyatiningtyas, 2009). Menurut Widyatiningtyas (2009), pendekatan STM dapat
menghubungkan kehidupan dunia nyata anak sebagai anggota masyarakat dengan
kelas sebagai ruang belajar sains. Proses pendekatan ini dapat memberikan
pengalaman belajar bagi anak dalam mengidentifikasi potensi masalah,
mengumpulkan data yang berkaitan dengan masalah, mempertimbangkan solusi
alternatif, dan mempertimbangkan konsekuensi berdasarkan keputusan tertentu.
Pendidikan sains pada hakekatnya merupakan upaya pemahaman,
penyadaran, dan pengembangan nilai positif tentang hakekat sains melalui
pembelajaran. Sains pada hakekatnya merupakan ilmu dan pengetahuan tentang
fenomena alam yang meliputi produk dan proses. Pendidikan sains merupakan salah
satu aspek pendidikan yang menggunakan sains sebagai alat untuk mencapai tujuan
pendidikan nasional secara umum dan tujuan pendidikan sains secara khusus,
yaitu untuk meningkatkan pengertian terhadap dunia alamiah (Amien, 1992 dalam
Widyatiningtyas, 2009).
Untuk penyusunan materi pendidikan sains, hendaknya
merupakan akumulasi dari konten, proses, dan konteks. Konten, menyangkut
hal-hal yang berkaitan dengan fakta, definisi, konsep, prinsip, teori, model,
dan terminologi. Proses, berkaitan dengan metodologi atau keterampilan untuk
memperoleh dan menemukan konten. Konteks, berkaitan dengan kepentingan sosial
baik individu maupun masyarakat atau kepentingan-kepentingan lainnya yang
berhubungan dengan perlunya pengembangan dan penyesuaian pendidikan sains untuk
menghadapi tantangan kemajuan zaman. Benneth et. al. (2005) melaporkan,
bahwa pendekatan STM merupakan pendekatan berbasis konteks yang memiliki
peranan yang sangat penting dalam memotivasi anak dan mengembangkan keaksaraan
ilmiah mereka berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan terhadap anak
laki-laki dan perempuan yang berkemampuan rendah. Dengan demikian, tujuan
pendekatan STM adalah untuk membentuk individu yang memiliki literasi sains dan
teknologi serta memiliki kepedulian terhadap masalah masyarakat dan
lingkungannya (Pudjiadi, 2005).
Menurut Rusmansyah (2003) dalam Aisyah (2007),
pendekatan STM dilandasi oleh tiga hal penting yaitu:
- Adanya keterkaitan yang erat antara sains, teknologi dan masyarakat.
- Proses belajar-mengajar menganut pandangan konstruktivisme, yang pada pokoknya menggambarkan bahwa anak membentuk atau membangun pengetahuannya melalui interaksinya dengan lingkungan.
- Dalam pengajarannya terkandung lima ranah, yang terdiri atas ranah pengetahuan, ranah sikap, ranah proses sains, ranah kreativitas, dan ranah hubungan dan aplikasi.
Program
pembelajaran dengan pendekatan STM pada umumnya mempunyai karakteristik,
sebagai berikut:
- Identifikasi masalah-masalah setempat.
- Penggunaan sumber daya setempat yang digunakan dalam memecahkan masalah.
- Keikutsertaan yang aktif dari siswa dalam mencari informasi untuk memecahkan masalah.
- Perpanjangan pembelajaran di luar kelas dan sekolah.
- Fokus kepada dampak sains dan teknologi terhadap siswa.
- Isi dari pembelajaran bukan hanya konsep-konsep saja yang harus dikuasai siswa dalam kelas.
- Penekanan pada keterampilan proses di mana siswa dapat menggunakan dalam memecahkan masalah.
- Penekanan pada kesadaran karir yang berkaitan dengan sains dan teknologi.
- Kesempatan bagi siswa untuk berperan sebagai warga negara identifikasi bagaimana sains dan teknologi berdampak di masa depan.
- Kebebasan atau otonomi dalam proses belajar.
B.
Implementasi
pendekatan Sains, Teknologi dan Masyarakat dalam Pembelajaran Biologi
Menurut Poedjiadi (2005), pelaksanaan pendekatan STM dapat
dilakukan melalui tiga macam strategi, yaitu: Strategi pertama, menyusun
topik- topik tertentu yang menyangkut konsep-konsep yang ingin ditanamkan pada
peserta didik. Pada strategi ini, di awal pembelajaran (topik baru) guru
memperkenalkan atau menunjukkan kepada peserta didik adanya isu atau masalah di
lingkungan anak atau menunjukkan aplikasi sains atau suatu produk teknologi
yang ada di lingkungan mereka. Masalah atau isu yang ada di lingkungan masyarakat
dapat pula diusahakan agar ditemukan oleh anak sendiri setelah guru membimbing
dengan cara-cara tertentu. Melalui kegiatan eksperimen atau diskusi kelompok
yang dirancang oleh guru, akhirnya dibangun atau dikonstruksi pengetahuan pada
anak. Dalam hal ini, pengetahuan yang berbentuk konsep-konsep.
Strategi kedua, menyajikan suatu topik yang relevan
dengan konsep-konsep tertentu yang termasuk dalam standar kompetensi atau
kompetensi dasar. Pada saat membahas konsep-konsep tertentu, suatu topik relevan
yang telah dirancang sesuai strategi pertama dapat diterapkan dalam
pembelajaran. Dengan demikian program STM merupakan suplemen dari kurikulum.
Strategi ketiga, mengajak anak untuk berpikir dan
menemukan aplikasi konsep sains dalam industri atau produk teknologi yang ada
di masyarakat di sela-sela kegiatan belajar berlangsung. Contoh-contoh adanya
aplikasi konsep sains, isu atau masalah, sebaiknya diperkenalkan pada awal
pokok bahasan tertentu untuk meningkatkan motivasi peserta didik mempelajari
konsep-konsep selanjutnya, atau mengarahkan perhatian peserta didik kepada
materi yang akan dibahas sebagai apersepsi.
Untuk mengimplementasikan pendekatan STM dalam pembelajaran,
Dass (1999) dalam Raja (2009) mengemukakan empat langkah kegiatan kelas
yang secara komprehensif merupakan upaya mengembangkan pemahaman murid dan
pelaksanaan suatu proyek STM yang berhubungan preservice guru.
Keempat langkah pembelajaran tersebut adalah fase invitasi atau undangan atau
inisiasi, eksplorasi, mengusulkan penjelasan dan solusi, dan mengambil
tindakan.
1. Fase
Invitasi
Pada Preservice teachers
(PSTs)atahap ini, guru melakukan brainstorming dan menghasilkan beberapa
kemungkinan topik untuk penyelidikan. Topik dapat bersifat global atau lokal,
tetapi harus merupakan minat siswa dan memberikan wilayah yang cukup untuk
penyelidikan bagi siswa. Menurut Aisyah (2007), Apersepsi dalam
kehidupan juga dapat dilakukan, yaitu mengaitkan peristiwa yang telah diketahui
siswa dengan materi yang akan dibahas. Dengan demikian, tampak adanya
kesinambungan pengetahuan, karena diawali dengan hal-hal yang telah diketahui
siswa sebelumnya dan ditekankan pada keadaan yang ditemui dalam kehidupan
sehari-hari.
2. Eksplorasi
Pada tahap ini, guru dan siswa
mengidentifikasi daerah kritis penyelidikan. Data-data dan informasi dapat
dikumpulkan melalui pertanyaan-pertanyaan atau wawancara, kemudian menganalisis
informasi tersebut. Data dan informasi dapat pula diperoleh melalui
telekomunikasi, perpustakaan dan sumber-sumber dokumen publik lainnya. Dari
sumber-sumber informasi, siswa dapat mengembangkan penyelidikan berbasis ilmu
pengetahuan untuk menyelidiki isu-isu yang berkaitan dengan masalah ini.
Pemahaman tentang hujan asam, misalnya, dilakukan dalam laboratorium untuk
menyelidiki sifat-sifat asam dan basa. Penyelidikan ini memberikan pemahaman
dasar untuk pengembangan, pengujian hipotesis, dan mengusulkan tindakan (Dass,
1999 dalam Raja, 2009).
Menurut Aisyah (2007), tahap kedua
ini merupakan proses pembentukan konsep yang dapat dilakukan melalui berbagai
pendekatan dan metode. Misalnya pendekatan keterampilan proses, pendekatan
sejarah, pendekatan kecakapan hidup, metode demonstrasi, eksperimen di
labolatorium, diskusi kelompok, bermain peran dan lain-lain. Pada akhir tahap
kedua, diharapkan melalui konstruksi dan rekonstruksi siswa menemukan
konsep-konsep yang benar atau konsep-konsep para ilmuan. Selanjutnya berbekal pemahaman
konsep yang benar siswa melanjutkan analisis isu atau masalah yang disebut
aplikasi konsep dalam kehidupan.
3. Fase Mengusulkan Penjelasan dan
Solusi
Pada tahap ini, siswa mengatur dan
mensintesis informasi yang mereka telah kembangkan sebelumnya dalam
penyelidikan. Proses ini termasuk komunikasi lebih lanjut dengan para ahli di
lapangan, pengembangan lebih lanjut, memperbaiki, dan menguji hipotesis mereka,
dan kemudian mengembangkan penjelasan tentatif dan proposal untuk solusi dan
tindakan. Hasil tersebut kemudian dilaporkan dan disajikan kepada rekan-rekan
kelas untuk menggambarkan temuan, posisi yang diambil, dan tindakan yang
diusulkan (Dass, 1999 dalam Raja, 2009).
Menurut Aisyah (2007), apabila
selama proses pembentukan konsep dalam tahap ini tidak tampak ada miskonsepsi
yang terjadi pada siswa, demikian pula setelah akhir analisis isu dan
penyelesaian masalah, guru tetap harus melakukan pemantapan konsep melalui
penekanan pada konsep-konsep kunci yang penting diketahui dalam bahan kajian
tertentu. Hal ini dilakukan karena konsep-konsep kunci yang ditekankan pada
akhir pembelajaran akan memiliki retensi lebih lama dibandingkan dengan
kalau tidak dimantapkan atau ditekankan oleh guru pada akhir pembelajaran.
4. Fase Mengambil Tindakan
Berdasarkan temuan yang dilaporkan
dalam fase ketiga (mengajukan penjelasan dan solusi), siswa menerapkan
temuan-temuan mereka dalam beberapa bentuk aksi sosial. Jika tindakan ini
melibatkan masyarakat sebagai pelaksana, misalnya membersihkan daerah berbahaya
anak dapat menghubungi pejabat publik yang dapat mendukung pikiran dan temuan
mereka. Anak menyajikan informasi ini kepada rekan-rekan kelas mereka. Proposal
ini akan dimasukkan sebagai tindakan follow up (Dass, 1999 dalam
Raja, 2009).
Untuk mengungkap penguasaan pengetahuan
sains dan teknologi anak selama pembelajaran, dapat dilakukan melalui suatu
evaluasi. Evaluasi merupakan suatu pengukuran atau penilaian terhadap sesuatu
prestasi atau hasil yang telah dicapai. Mengingat penguasaan sains dan
teknologi dalam hal ini merupakan penguasaan sains dan teknologi yang berkaitan
dengan aspek masyarakat, maka kriteria pengembangan evaluasinya dapat mengacu
kepada pengembangan evaluasi dalam unit STM. Menurut Varella (1992) dalam Widyatiningtyas
(2009), evaluasi dalam STM meliputi ruang lingkup aspek:
1. Pemahaman konsep sains dalam
pengalaman kehidupan sehari-hari.
2. Penerapan konsep-konsep dan
keterampilan-keterampilan sains untuk masalah-masalah teknologi sehari-hari.
3. Pemahaman prinsip-prinsip sains dan
teknologi yang terlibat dalam alat-alat teknologi yang dimamfaatkan masyarakat.
4. Penggunaan proses-proses ilmiah
dalam pemecahan masalah-masalah yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari.
5. Pembuatan keputusan-keputusan yang
berhubungan dengan kesehatan, nutrisi, atau hal-hal lain yang didasarkan pada
konsep-konsep ilmiah.
Menurut Yagger (1994), penilaian
terhadap proses pembelajaran yang menggunakan pendekatan STM dapat dilakukan
dengan menggunakan lima domain, yaitu:
1. Konsep, yang meliputi penguasaan
konsep dasar, fakta dan generalisasi.
2. Proses, penggunaan proses ilmiah
dalam menemukan konsep atau penyelidikan.
3. Aplikasi, penggunaan konsep dan
proses dalam situasi yang baru atau dalam kehidupan.
4. Kreativitas, pengembangan kuantitas
dan kualitas pertanyaan, penjelasan, dan tes untuk mevalidasi penjelasan secara
personal.
5. Sikap, mengembangkan perasaan
positif dalam sains, belajar sains, guru sains dan karir sains.
C.
Problematika
Pendekatan Sains, Teknologi dan Masyarakat dalam Pembelajaran
Mitchener & Anderson (1989) dalam Raja (2009),
melaporkan hasil penelitian tentang perspektif guru dalam penyusunan dan
pelaksanaan sebuah pembelajaran dengan pendekatan STM bahwa guru memiliki
hambatan dalam penerapan pendekatan ini dan menunjukkan kekhawatiran berupa
ketidaknyamanan dengan pengelompokan, ,ketidakpastian tentang evaluasi, ,
andfrustrasi tentang populasi siswa, dan kebingungan peran guru. Hasil-hasil
temuan tersebut akan berguna dalam menyelenggarakan program pengembangan guru.
Kekhawatiran terhadap konten dapat terjadi karena persentasi
waktu yang rendah bagi peran guru dalam transfer pengetahuan kepada anak. Guru
lebih banyak berperan dalam mengarahkan pengetahuan anak pada upaya penemuan
masalah dan konseptualisasi berdasarkan disiplin ilmu. Penanaman konsep lebih
banyak dilakukan pada momen-momen tertentu secara tepat, sehingga memiliki
tingkat retensi yang lebih lama.
Bagi sekolah dengan populasi siswa yang tinggi dalam kelas,
dapat menjadi masalah tersendiri bagi guru. Jika kelompok yang dibentuk dalam
kelas banyak, guru akan kewalahan dalam pendampingan kelompok dan
pembimbingan kajian masalah. Sedangkan ketika kelompok dikurangi (populasi
dalam kelompok tinggi) konsekuensinya dapat terjadi peran yang tidak efektif
bagi anak. Sehingga penggunaan pendekatan STM, harus dirancang untuk melibatkan
pihak lain dalam proses pembelajaran.
Kompleksitas masalah dan sumber informasi yang dapat
terlibat dalam pembelajaran STM, harus dapat disikapi secara profesional oleh
guru. Ketepatan masalah yang dipilih oleh siswa untuk dikaji sangat ditentukan
oleh peran guru dalam mengekspose fakta-fakta. Penentuan prosedur analisis dan
sumber data yang akurat, memerlukan bimbingan dan arahan dari guru. Demikian
pula, dalam hal kajian data dan konseptualisasinya dibutuhkan peran guru dalam memberikan
klarifikasi dan penguatan atas hasil-hasil kerja dari tiap kelompok.
Kompleksitas masalah dan sumber informasi juga berimplikasi
pada beragamnya fokus anak dalam mengkaji konsep pengetahuan. Konsekuensinya,
dibutuhkan kecermatan dalam menyusun alat evaluasi terutama pada domain
penguasaan konsep. Penggunaan alat penilaian yang variatif, dapat meningkatkan
akurasi data yang dibutuhkan dalam mengevaluasi perkembangan anak.
Aisyah (2007), mengemukakan empat hambatan pembelajaran
dengan pendekatan STM, yaitu waktu, biaya, kompetensi guru, dan komunikasi
dengan stakeholder (orang tua, masyarakat, dan birokrat). Waktu merupakan
faktor penting untuk menentukan materi-materi apa yang akan diajarkan pada
siswa. Pelaksanaan seluruh fase pembelajaran pada konten tertentu,
kadang-kadang membutuhkan waktu yang panjang sehingga memerlukan analisa yang
baik untuk memilih dan mengalokasikan waktu untuk implementasinya. Siswa
membutuhkan waktu yang cukup lama untuk mengumpulkan data dari nara sumber
secara mendetail. Oleh karena itu, siswa harus kerjasama dengan baik antar
anggota kelompok agar data yang diperoleh dapat maksimal. Beberapa sekolah
memilih waktu di sore hari atau jalur ekstrakurikuler untuk penerapan STM agar
tidak terganggu dengan aktivitas belajar yang lain. Bahkan, gelar kasus (show
case) yang dilanjutkan dengan refleksi diri, biasanya dilaksanakan
pada akhir semester (Aisyah, 2007).
Biaya merupakan faktor yang penting dalam implementasi STM.
Biaya dibutuhkan untuk mendukung pelaksanaan pembelajaran dengan pendekatan STM
dari mulai identifikasi masalah, sampai pelaksanaan gelar kasus (show case).
Umumnya, pihak sekolah belum mengalokasikan biaya untuk kegiatan pembelajaran
STM. Oleh karena itu, pihak sekolah khusunya hendaknya memberi dorongan moril
maupun materil untuk terselenggaranya penerapan STM ini. Dalam hal dorongan
materil, dapat dirintis pembiayaan penerapan metode ini secara swadaya (Aisyah,
2007).
Kompetensi guru sangat penting dalam pembelajaran STM,
terutama dalam penguasaan materi inti, problem solving dan hubungan
interpersonal. Umumnya guru belum memiliki pengetahuan yang baik tentang
pendekatan STM sehingga penerapan pendekatan ini masih sangat jarang ditemukan.
Selain itu, paradigma guru dalam menginterpretasikan dan mengembangkan kurikulum,
masih berbasis konten sehingga guru merasa dituntut untuk menyampaikan materi
tepat pada waktunya dan lupa berinovasi dalam pembelajaran (Aisyah, 2007).
Kerja sama antara sekolah dengan lembaga-lembaga terkait
diperlukan pada saat siswa merencanakan untuk mengunjungi lembaga tertentu atau
meninjau kawasan yang menjadi tanggung jawab lembaga tertentu. Misalnya
mengunjungi rumah sakit daerah, observasi pada pabrik produk bahan makanan dan
sebagainya. Untuk kelancaran kegiatan, anak perlu dibekali surat pengantar dari
sekolah, atau sekolah melakukan pemrosesan izin ke lembaga yang terkait sebelum
kegiatan dilaksanakan. Selain itu, komunikasi dengan orang tua perlu
diintensifkan. Orang tua perlu diberi pemahaman sehingga seluruh aktivitas anak
yang menyita waktu dapat dimaklumi atau mendapat support dari orang tua
(Aisyah, 2007).
Menurut Aisyah (2007), hambatan lain dalam penerapan
pendekatan ini adalah siswa belum terbiasa untuk berpikir kritis dan belajar
mengambil pengalaman di lapangan, sehingga dibutuhkan kesabaran dan ketekunan
guru untuk mengarahkan dan membimbing siswa dalam pembelajaran. Untuk
menerapkan pendekatan ini, peranan guru dimulai dari perencanaan pengajaran,
pengelola pengajaran, penilai hasil belajar, motivator dan pembimbing. Pendekatan
STM menuntut kompetensi pedagogik, kompetensi professional, kompetensi sosial
dan kompetensi kepribadian yang baik.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
- Pendekatan STM pada hakekatnya dimaksudkan untuk menjembatani kesenjangan antara kemajuan iptek, membanjirnya informasi ilmiah dalam dunia pendidikan, dan nilai-nilai iptek itu sendiri dalam kehidupan siswa sehari-hari sebagai anggota masyarakat.
- Implementasi pendekatan STM, dapat dilakukan melalui empat fase yaitu invitasi, eksplorasi, mengusulkan penjelasan dan solusi, dan mengambil tindakan.
- Problematika dalam penerapan pendekatan dapat berupa concerns over conkekhawatiran konten, discomfort with grouping,ketidaknyamanan dengan pengelompokan, uncertainties about evaluation,ketidakpastian tentang evaluasi, frustrations about student population, andfrustrasi tentang populasi siswa, dan confusion over the teacher’s role.kebingungan peran guru, waktu, biaya, kompetensi guru, dan komunikasi dengan stakeholder.
DAFTAR PUSTAKA
Aisyah.
2007. Penerapan Metode Pembelajaran Portofolio dengan Pendekatan Sains,
Teknologi dan Masyarakat (STM) pada Mata Pelajaran Ekonomi
Kelas X SMA
Negeri 15 Semarang. Skripsi. Universitas Negeri
Semarang. Semarang.
Bennett,
Judith, S. Hogarth, F. Lubben . 2003. Review “A systematic review of the
effects of context-based and Science-Technology-Society
(STS) approaches in
the teaching of secondary science”. EPPI-Centre University of London.
Dari
http://eppi.ioe.ac.uk/ , diakses tanggal 6 Oktober 2009.
Bennett,
Judith, S. Hogarth, F. Lubben dan A. Robinson. 2005. Review “The effects of
context-based and Science-Technology-Society (STS)
approaches in the teaching
of secondary science on boys and girls, and on lower-ability
pupils”. EPPI
Oktober 2009.
Poedjiadi,
Anna. 2005. Sains Teknologi Masyarat: Model Pembelajaran Kontekstual
Bermuatan Nilai. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Raja,
Kenneth P. 2009. Examintion of the science-technology-society with
curriculum
files_king/sts_reading.htm.
Diakses tanggal 6 Oktober 2009.
Sumintono,
Bambang. 2008. Mengemas Sains, Teknologi dan Masyarakat dalam
2009.
Widyatiningtyas,
Reviandari. 2009. Pembentukan Pengetahuan Sains, Teknologi dan
Masyarakat dalam Pandangan Pendidikan IPA. EDUCARE:
Jurnal Pendidikan
Yager,
Robert E. 1994. Assessment Result with the Science/Technology/Society
Approach.
Science and Children (Journal). Pdf. File.
KATA PENGANTAR
Sembah sujud penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT karena
anugerah dan rahmat-Nya jualah sehingga makalah ini dapat terselesaikan. Dalam
penyusunan makalah ini, penulis telah berusaha semaksimal mungkin, yang mana
telah memakan waktu dan pengorbanan yang tak ternilai dari semua pihak yang
memberikan bantuannya, yang secara langsung merupakan suatu dorongan yang
positif bagi penulis ketika menghadapi hambatan-hambatan dalam menghimpun bahan
materi untuk menyusun makalah ini.
Namun penulis menyadari bahwa makalah ini masih sangat jauh
dari kesempurnaan, baik dari segi penyajian materinya maupun dari segi
bahasanya. Karena itu saran dan kritik yang bersifat konstruktif senantiasa
penulis harapkan demi untuk melengkapi dan menyempurnakan makalah ini.
DAFTAR
ISI
KATA
PENGATAR......................................................................................... i
DAFTAR
ISI...................................................................................................... ii
BAB
I PENDAHULUAN................................................................................. 1
A.
Latar
Belakang............................................................................................ 1
B.
Rumusan
Masalah....................................................................................... 3
C.
Tujuan
......................................................................................................... 3
BAB
II PEMBAHASAN................................................................................... 4
A. Hakekat
Pendekatan Sains, Teknologi Dan Masyarakat
Dalam
Pembelajaran................................................................................... 4
B. Implementasi
Pendekatan Sains, Teknologi Dan
Masyarakat
Dalam Pembelajaran.............................................................. 6
C. Problematika
Apa Saja Yang Dapat Ditemukan Dalam
Mengimplementasikan
Pendekatan Sains, Teknologi
Dan
Masyarakat.......................................................................................... 10
BAB
III PENUTUP........................................................................................... 13
A.
Kesimpulan
.................................................................................................. 13
DAFTAR
PUSTAKA....................................................................................... 14
MAKALAH
PROBLEMATIKA SAINS, TEHNOLOGI TERHADAP MASYARAKAT
DISUSUN OLEH :
NAMA KELOMPOK
1.
RERA ANDESMA
2.
ROHANAWATI
3.
DEWI APRIANI
4.
SUKMA SANTI
SEKOLAH TINGGI ILMU TARBIYAH
NAHDLATUL ULAMA (STITINU)
AL MAHSUNI DANGER
2017/2018
Tidak ada komentar:
Posting Komentar