BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Pembelajaran adalah proses belajar dimana didalamnya
terdapat interaksi, bahan dan penilaian. Sedangkan tentang pengartian belajar
banyak para ahli pendidikan berbeda-beda dalam memberikan definisi belajar
tersebut. Hal tersebut terjadi karena adanya perbedaan dalam mengidentifikasi
fakta serta perbedaan dalam menginterprestasikannya. Perbadaan istilah yang
digunakan serta konotasi masing-masing istilah, juga perbedaan dalam penekanan
aspek tertentu menyebabkan definisi yang berbeda tentang belajar, (Sumadi
Suryabrata, 1980: 19).
Beberapa ahli pendidikan berpendapat bahwa belajar adalah
kegiatan fisik atau badaniah, hasil belajar yang dicapainya adalah perubahan
dalam fisik sedangkan para ahli pendidikan moderen merumuskan belajar sebagai
suatu bentuk pertumbuhan atau perubahan dalam diri individu yang dinyatakan
dalam bentuk tingkah laku yang baru, berkat adanya pengalaman, latihan tingkah
laku yang timbul sebagai sebagai pengaruh atau akibat belajar misalnya dari
yang tidak tahu menjadi tahu, yang tadinya tidak bisa menjadi bisa, perubahan
dalam sikap dan kebiasaan-kebiasaan, perubahan alam, keterampilan, kesanggupan
menghargai, perkembangan sikap-sikap dan sifat-sifat sosial, emosional dan
perkembangan jasmani (Oemar Hamalik, 1983: 21). Secara psikologi belajar
merupakan salah satu perubahan tingkah laku sebagai hasil interaksi dengan
lingkungannya dalam memenuhi kebutuhan hidup (Slameto: 1998: 2).
Dalam pembelajaran di kelas guru mengajarkan Bahasa
Indonesia sesuai dengan tuntutan kompetensi dasar dan standar kompetensi yang
telah ditentukan. Salah satu fungsi pengajar adalah penggerak terjadinya proses
belajar mengajar. Sebagai penggerak, pengajar harus memenuhi beberapa kriteria
yang menyatu dalam diri pengajar agar dapat menunjukan profesionalitasnya dalam
membuat rancangan pembelajaran, pelaksanaan pembelajaran sampai pada kualitas
penilaiannya.
Menurut peraturan pemerintah nomor 19 tahun 2005 tentang
Standar Nasional Pendidikan dijelaskan bahwa seorang pendidik harus memiliki
kompetensi sebagai agen pembelajaran, yakni (a) kompetensi paedagogik, (b)
kompetensi sosial, (c) kompetensi kepribadian dan (d) kompetensi profesional.
B.
Rumusan Masalah
1.
Pembelajaran
Bahasa Indonesia di Sekolah Dasar
2.
Pembelajaran
Apresiasi Sastra Indonesia di Sekolah Dasar
3.
Konsep
Dasar dan Manfaat Sastra Dalam Pendidikan
C.
Tujuan
1.
Untuk
Mempelajari Pembelajaran Bahasa Indonesia di Sekolah Dasar
2.
Untuk
Mempelajari Pembelajaran Apresiasi Sastra Indonesia di Sekolah Dasar
3.
Untuk
Mempelajari Konsep Dasar dan Manfaat Sastra Dalam Pendidikan
BAB
II
PEMBAHASAN
I.
Pembelajaran Bahasa Indonesia di
Sekolah Dasar
a. Hakikat
Pembelajaran Bahasa Indonesia di Sekolah Dasar
Pembelajaran Bahasa Indonesia
berdasarkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) tertuju pada
pengembangan aspek fungsional bahasa, yaitu peningkatan kompetensi Berbahasa
Indonesia. Ketika kompetensi berbahasa yang menjadi sasaran, para guru lebih berfokus
pada empat aspek keterampilan berbahasa, yaitu menyimak, membaca, berbicara dan
menulis.
Dalam Kurikulum 2004 (Depdiknas,
2004: 3) dinyatakan bahwa standar kompetensi Bahasa dan Sastra Indonesia
berorientasi pada hakikat pemblajaran bahasa, yaitu berbahasa adalah belajar
berkomunikasi dan belajar sastra adalah belajar menghargai manusia dan
nilai-nilai kemanusiaan. Oleh karena itu pembelajaran Bahasa dan Sastra
Indonesia diarahkan untuk meningkatkan kemampuan siswa untuk berkomunikasi,
baik secara lisan maupun secara tertulis.
Mengacu pada penjelasan di atas
penulis menyimpulkan bahwa Pembelajaran Bahasa Indonesia adalah salah satu mata
pelajaran yang diajarkan di sekolah dasar untuk meningkatkan kemampuan siswa
dalam berkomunikasi baik secara lisan maupun secara tertulis.
b. Tujuan
dan Fungsi Pembelajaran Bahasa Indonesia di Sekolah Dasar
Secara umum tujuan pembelajaran
bahasa Indonesia dinyatakan dalam kurikulum 2004 (Depdiknas, 2004 : 6) adalah
sebagai berikut :
1. Siswa menghargai dan membanggakan
bahasa dan sastra Indonesia sebagai bahasa persatuan (nasional) dan bahasa
negara.
2. Siswa memahami bahasa dan sastra
Indonesia dari segi bentuk, makna, dan fungsi, serta mengunakannya dengan tepat
dan kreatif untuk macam-macam tujuan, keperluan, dan keadaan.
3. Siswa memiliki kemampuan menggunakan
bahasa dan sastra Indonesia untuk meningkatkan kemampuan intelektual,
kematangan emosional dan kematangan sosial.
4. Siswa memiliki disiplin dalam
berfikir dan berbahasa (berbicara dan menulis).
5. Siswa dapat menikmati dan memanfaatkan
karya satra untuk mengembangkan kepribadian, memperluas wawasan kehidupan,
serta meningkatkan pengetahuan dan kemampuan berbahasa.
6. Siswa menghargai dan membanggakan
satra Indonesia sebagai khasanah budaya dan intelektual Indonesia.
Fungsi bahasa adalah sebagai alat komunikasi.
Komunikasi yang dimaksud adalah suatu proses menyampaikan maksud kepada orang
lain dengan menggunakan saluran tertentu. Komunikasi bisa berupa pengungkapan
pikiran, gagasan, ide, pendapat, persetujuan, keinginan, penyampaian informasi
suatu peristiwa. Hal itu disampaikan dalam aspek kebahasaan berupa kata,
kalimat, paragrap atau paraton, ejaan dan tanda baca dalam bahasa tulis, serta
unsur-unsur prosodi (intonasi, nada, irama, tekanan, dan tempo) dalam bahasa
lisan.
c. Pendekatan
Pembelajaran Bahasa Indonesia di SD
1. Pembelajaran Bahasa Menyeluruh (Whole Language)
Whole Language Approach adalah suatu pendekatan terhadap
pembelajaran bahas secara utuh. Artinya, dalam pengajaran bahasa kita
mengajarkannya secara kontektual, logis, kronologis dan komunikatif serta
menggunakan seting yang riil dan bermakna. Pendekatan Whole Language Approach terdapat
hubungan yang interaktif antara yang mendengarkan dan yang berbicara, antara
yang membaca dan yang menulis. Belajar bahasa harus terinteraksi ke dalam bahan
terpisah dari semua aspek kurikulum. Artinya, pembelajaran bahasa yang terpadu
dengan perkembangan motorik, sosial, emosional, dan kognitif juga pengalaman
anak, media dan lingkungan anak.
2. Pembelajaran Keterampilan Proses
Pembelajaran keterampilan proses adalah pembelajaran dengan
mengembangkan keterampilan-keterampilan memproses perolehan sehingga siswa
mampu menemukan dan mengembangkan fakta dan konsep sreta menumbuhkembangkan
sikap dan nilai.
Langkah-langkah kegiatan keterampilan proses diantaranya
mengobservasi atau mengamatai, termasuk di dalamnya: mengitung, mengukur,
mengklasifikasi, mencari hubungan ruang atau waktu, membuat hipotesis,
merencanakan penelitian atau eksperimen, mengendalikan variabel,
menginterpretasikan atau menafsirkan data, menyusun kesimpulan sementara,
meramalkan, menerapkan dan mengkomunikasikan.
3. Pembelajaran aktif, kreatif,
efektif, menyenangkan (PAKEM/Joyfull Learning)
PAKEM adalah pembelajaran yang menciptakan variasi kondisi
eksternal dan internal dengan melibatkan siswa secara aktif, kreatif, efektif,
dan menyenangkan sehingga pembelajaran lebih bermakna.
Dalam hal ini perlu diciptakan suasana yang demokratis dan
tidak ada beban baik bagi guru maupun siswa dalam melakukan proses
pembelajaran. Untuk mewujudkan proses pembelajaran yang menyenangkan guru harus
mampu merancang pembelajaran dengan baik, memilih materi yang tepat, serta
memilih dan mengembangkan strategi yang dapat melibatkan siswa secara langsung
dan optimal.
d. Prinsip
Pembelajaran Bahasa Indonesia di SD
a. Prinsip Fungsional
Pembelajaran bahasa Indonesia yang berprinsip fungsional
pada hakikatnya sejalan dengan konsep pembelajaran yang komunikatif. Dalam
pelaksanaannya adalah melatih siswa menggunakan bahasa baik lisan maupun
tulisan.
b. Prinsip Kontektual
Pembelajaran bahasa Indonesia yang berperinsif kontektual
adalah pelajaran yang mengkaitkan materi yang diajarkan dengan dunia nyata.
Prinsip pembelajran kontektual ini mencakup tujuh komponen yaitu :
konstruktivisme, bertanya, inkuiri, masyarakat belajar, pemodelan, dan
penilaian sebenarnya.
c. Prinsip Apresiatif
Pembelajaran bahasa Indonesia yang berperinsip apresiatif
lebih ditekankan pada pembelajaran sastra. Hal ini mengandung arti bahwa
prinsip pembelajaran yang digunakan adalah menyenangkan.
d. Prinsip Humanisme,
Rekontruksionalisme dan Progresip.
1. Manusia secara fitrah memiliki bekal
yang sama dalam upaya memahami sesuatu. Implikasi wawasan ini terhadap kegiatan
pengajaran bahasa indonesia adalah a)
guru bukan merupakan satu-satunya sumber informasi, b) siswa disikapi sebagai
subjek belajar yang secara kreatif mampu menemukan pemahaman sendiri, c) dalam
proses belajar mengajar guru lebih banyak bertindak sebagai sebagai model,
teman, pendamping, pemotivasi, fasilitator, dan aktor yang bertindak sebagai
pembeajar.
2. Perilaku manusia dilandasi motif dan
minat tertentu. Impliklasi dari wawasan terasebut dalam kegiatan pengajaran
bahasa Indonesia adalah a) isi pembelajaran harus memiliki kegunaan bagi
pembelajar secara aktual, b) dalam kegiatan belajarnya siswa harus menyadari
manfaat penguasaan isi pembelajaran bagi kehidupannya, c) isi pembelajaran
harus sesuai dengan tingkat perkembangan, pengalaman, dan pengetahuan
pembelajaran.
3. Manusia selain memiliki kesamaan
juga memilliki kekhasan. Implikasi wawasan dalam kegiatan pengajaran bahasa
Indonesia, a) layanan pembelajaran selain bersifat klasikal dan kelompok juga
bersifat individual, b) pembelajaran selain ada yang dapat menguasai materi
pembelajaran secara cepat juga ada yang lambat, dan c) pembelajaran perlu
disikapi sebagai subyek yang unik, baik menyangkut proses merasa, berpikir dan
karakteristik individual sebagai hasil
bentukan lingkungan, keluarga, teman bermain, maupun lingkungan kehidupan sosial
masyarakat.
II.
Pembelajaran Apresiasi Sastra
Indonesia di Sekolah Dasar
a. Apresiasi Sastra
1.
Pengertian
Apresiasi
Di
dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, apresiasi berarti:
a. Kesadaran terhadap nilai-nilai seni
dan budaya
b. Penilaian (penghargaan) terhadap
sesuatu
c. Kenaikan nilai barang karena harga pasarnya
naik atau permintaan akan barang itu bertambah (KBBI, 1998: 46).
Arti pertama kata apresiasi itu bertalian dengan
kesadaran (orang atau masyarakat) terhadap nilai-nilai seni dan budaya. Setiap
karya seni dan budaya itu tentu memiliki nilai-nilai yang berguna bagi
kehidupan, baik nilai keindahan, nilai religious, nilai pendidikan, nilai
hiburan, maupun nilai moral. Semua nilai yang terkandung dalam karya seni dan
budaya membimbing manusia ke arah kehidupan yang lebih beradab, lebih baik, da
lebih manusiawi. Kesadaran orang terhadap nilai-nilai dalam karya seni dan
budaya seperti itulah yang disebut apresiasi.
Arti kedua kata apresiasi bertalian dengan penilaian
atau penghargaan terhadap sesuatau hal atau masalah. Penilaian atau penghargaan
semata-mata diukur dengan nilai uang. Memnghargai sesuatu hal atau masalah
berarti pula kita ini member perhatian, member penghormatan, menjunjung tinggi
sesuatu itu, mengindahkn hal yang diamanatkan, dan kalau perlu melaksanakan
sesuatu hal atau masalah yang terkandung di dalamnya. Ada sesuatu nilai yang
terdapat dalam karya (seni atau budaya) yang perlu digali, lalu hasilnya kita
manfaatkan dalam kehidupan sehari-hari.
Arti ketiga kata apresiasi bertalian dengan dunia
ekonomi. Harga barang dan nilai suatu mata uang ditentukan oleh pasaran. Jika
permintaan barang dan mata uang tertentu di pasaran sedang besar atau meningkat
maka nilai barang atau mata uang tertentu lesu, lemah atau turun drastic maka
apresiasi terhadap barang atau mata uang itu tentu merosot juga.
Sehubungan dengan yang kita bahas adalah pembelajaran sastra
anak, maka pengertian apresiasi yang kita maksudkan disini adalah pengertian
pertama dan kedua, yaitu:
o
Kesadaran
kita terhadap nilai-nilai seni dan budaya (sastra anak)
o
Penilaian
atau penghargaan kita terhadap sesuatu (sastra anak)
2.
Kegiatan
Apresiasi Sastra
Dalam melaksanakan apresiasi sastra anak dapat melakukan
beberapa kegiatan, antara lain kegiatan apresiasi langsung, kegiatan
apresiasi tidak langsung, pendokumentasian, dan kegiatan kreatif.
a. Kegiatan Apresiasi Langsung
Kegiatan apresiasi langsung adalah kegiatan yang dilakukan
secara sadar untuk memperoleh nilai kenikmatan dan kekhidmatan dari karya sastra
anak yang diapresiasikan
Kegiatan
apresiasi langsung meliputi kegiatan sebagai berikut:
§ Membaca sastra
anak.
§ Mendengar sastra
anak ketika dibacakan atau dideklamasikan.
§ Menonton
pertunjukan sastra anak dipentaskan
b. Kegiatan Apresiasi Tak Langsung
Kegiatan apresiasi tak langsung adalah suatu kegiatan
apresiasi yang menunjang pemahaman terhadap karya sastra anak. Cara tidak
langsung ini meliputi tiga pokok, yaitu:
§ Mempelajari teori sastra
§ Mempelajari kritik dan esai sastra
§ Mempelajari sejarah sastra
c. Pendokumentasian Karya Sastra
Usaha pendokumentaasian karya sastra juga termasuk bentuk
apresiasi sastra yang secara nyata ikut melestarikan keberdayaan karya sastra.
Bentuk apresiasi atau penghargaan terhadap karya sastra dengan cara
mendokumentasikan karya sastra dari kepunahan. kegiatan dokumentasi dapat
meliputi pengumpulan dan penyusunan semua data karya sastra, baik yang berupa
artikel-artikel atau karangan dalam surat kabar, majalah makalah-makalah,
skripsi, tesis, disertasi, maupun buku-buku sastra.
Untuk latihan dokumentasi bagi siswa-siswa dapat diminta
membuat klipig, berupa guntingan-guntingan dari Koran atau majalah, dngan topik
tertentu.
d. Kegiatan Kreatif
Kegiatan kreatif juga termasuk salah satu kegiatan apresiasi
sastra. Dalam kegiatan ini dapat dilakukan adalah belajar menciptakan karya
sastra, misalnya menulis puisi atau membuat cerita pendek. Hasil ciipta siswa
dapat dikirimkan dan dimuat dalam majalah dinding, majalah sekolah, surat
kabar, ataupun majalah sastra. Selain itu, juga dapat dilakukan kegiatan
rekreatif, yaitu menceritakan kembali karya sastra yang dibaca, yang didengar
atau yang ditontonnya. Kegiatan kreatif dan rekreatif jelas menunjang pemahaman
dan penghargaan terhadap karya sastra, yaitu mengajak mereka berminat untuk
bergaul dan mencintai karya sastra.
3.
Tingkat-Tingkat
Apresiasi Sastra
Cara meningkatkakn apresiasi seseorang terhadap satra anak
itu dapat melalui kegiatan membaca sastra anak sebanyak-banyaknya, mendengarkan
pembacaan sastra anak sebanyak mungkin, dan menonton pertunjukan sastra anak
adalah salah satu cara dalam upaya mmeningkatkan apresiasi sastra anak.
Sementara itu, menurut Yus Rusyana (1979: 2) menyatakan ada
tiga tingkatan dalam apresiasi sastra, yaitu:
a. seseorang
mengalami pengalaman yang ada dalam cipta sastra anak, ia terlibat secara
emosional, intelektual, dan imajinatif
b. setelah
mengalami hal seperti itu, kemudian daya intelektual seseorang itu bekerja
lebih giat menjelajahi medan makna karya sastra yang diapresiasinya
c. seseorang itu
menyadari hubungan sastra dengan dunia di luarnya sehingga pemahaman dan
penikmatannya dapat dilakukan lebih luas dan mendalam.
b. Pembelajaran Apresiasi Sastra
Pembelajaran
apresiasi sastra anak di sekolah dasar meliputi tiga tahapan yang harus dilalui
seorang guru, yaitu :
1.
Persiapan Pembelajaran
Tahap persiapan
pembelajaran apresiasi sastra anak di sekolah dasar bagi seorang guru dapat
menyangkut dengan dirinya, yaitu
a. persiapan
fisik, dan
b. persiapan
mental.
Fisik seorang
guru harus sehat jasmaninya, tidak sakit-sakitan. Mentalnya pun harus sehat
jiwanya, tidak sakit ingatan.
Sementara itu, hal-hal teknis yang perlu dipersiapkan
adalah:
1) Memilih Bahan Ajar
Bahan ajar dapat diperoleh dari buku-buku bacaan sastra anak
di perpustakaan sekolah, perpustakaan pemerintah daerah, took buku ataupun buku
pelajaran sekolah yang sudah tersedia. Namun apabila belum tersedia dalam buku
pelajaran sekolah, seorang guru harus mencarinya ke tempat-tempat tersebut. Bahan ajar
harus sesuai dengan anak didik sehingga pertimbangan usia anak didik menjadi
pilihan utama. Keberagaman tema, keberagaman pengarang, dan bobot atau mutu
karya sastra yang akan dijadikan bahan ajar juga menjadi pertimbangan yang
matang. Menentukan metode harus disesuaikan dengan kemampuan guru dan kebutuhan
serta kesesuaian dengan keadaan siswa. Menuliskan persiapan mengajar harian
merupakan salah satu bentuk keprofesionalan seorang guru. Penulisan PMH itu juga
menunjukkan bahwa guru siap secara lahir batin hendak menyampaikan pembelajaran
apresiasi sastra anak di sekolah dasar.
2) Menentukan Metode Pembelajaran
Beberapa metode untuk pembelajaran apresiasi
sastra anak di sekolah dasar yang sekiranya cocok dapat digunakan, antara lain:
a)
Metode
berkisah;
b)
Metode
pembacaan
c)
Metode
peragaan
d)
Metode
Tanya jawab
e)
Metode
penugasan
Metode berkisah dapat diberikan oleh bapak atau ibu guru
di depan kelas dengan membawakan sebuah kisah. Secara lisan metode
berkisah dapat disampaikan selama 15-25 menit untuk menarik perhatian siswa.
Metode berkisah tidak sama dengan metode berceramah. Kisah tidak semata-mata
disampaikan monoton dengan narasi, tetapi perlu selingan dialog dan humor
dengan suara yang berubah-ubah.
Metode pembacaan perlu diberikan kepada siswa untuk melatih
vocal. Pembacaan puisi dengan suara nyaring kan lebih menarik. Dalam
melaksanakan metode pembacaan ini perlu diperhatikan irama, intonasi, lagu
kalimat, jeda, dan nada dngan tinggi rendahnya suara atau panjajng pendeknya
suara.
Pada awalnya metode peragaan lebih cenderung diberikan oleh
guru untuk memperagakan gerakan-gerakan yang tersirat dalam teks sastra anak.
Metode peragaan ini hampir sama dengan metode demonstrasi yang mengombinasikan
teknik lisan dengan suatu perbuatan. Gerak raut wajah dan ucapan seorang ketika
sedang marah tentu berbeda dengan raut wajah dan ucapan seseorang yang sedang
dirundung kesedihan. Tutur kata, raut muka, dan gerakan badan seorang tokoh
dapat diperagakan oleh guru di depan muridnya.
Metode Tanya-jawab dapat diberikn setelah terlebih dahulu
siswa ikut terlibat dalam apresiasi sastra anak secara langsung. Artinya dapat
dapat diajukan oleh seorang guru kepada siswanya setelah siswa itu membaca,
mendengar atau menonton pertunjukan pentas sastra.
2.
Pelaksanaan Pembelajaran
Pelaksanaan
pembelajaran apresiasi sastra anak di sekolah dasar dapat dimulai dari kegiatan
pra-KBM (Kegiatan Belajar Mengajar) hingga KBM di kelas. Kegiatan pra-KBM dapat
dilakukan dengan memberi salinan atau kopi teks sastra, diberi tugas membaca,
menghafalkan, meringkas atau mencatat dan menemukan arti kata-kata sukar yang
terdapat dalam teks sastra. KBM di kelas dapat dilakukan dengan memberi tugas
membaca sajak, membaca cerita, berdeklamasi atau mendongeng di depan kelas,
Setelah itu baru diadakan tanya jawab, menuliskan pendapat, dan berdiskusi
bersama merumuskan isi, tema, dan amanat.
3.
Evaluasi Pembelajaran.
Evaluasi
pembelajaran apresiasi sastra itu hendaknya mengandung tiga komponen dasar
evaluasi, yaitu :
a. Kognisi
Aspek kognisi artinya lebih mengutamakan pengetahuan
bernalar atau pengembangan daya pikir sebagai kecerdasan otak.
b. Afeksi
Aspek
afeksi artinya lebih mengutamakan unsur perasaan atau emosional.
c. Keterampilan
Aspek keterampilan lebih mengutamakan kemampuan siswa untuk
menyelesaikan tugas. Dalam pembelajaran apresiasi sastra anak pada umumnya
mengenal dua bentuk penilaian, yaitu:
a)
penilaian prosedur, yang meliputi
penilaian proses belajar dan penilaian hasil belajar, dan
b)
instrumen atau alat penilaian, yang
meliputi tanya jawab, penugasan, esai tes dan pilihan ganda. Oleh karena itu, evaluasi harus
dijelaskan komponen dasar yang akan dievaluasi, artinya harus jelas aspek-aspek
yang akan dievaaluasi.
Cara yang digunakan untuk
mengevaluasi, misalnya dengan:
a)
Tanya
jawab
b)
Penugasan
c)
Esai
Tes
d)
Pilihan
Ganda
III. Konsep Dasar Sastra dan Manfaat Sastra dalam Pendidikan
Sastra merupakan salah satu hasil dari cipta, rasa dan karsa
manusia. Sastra adalah suatu kegiatan kreatif, sebuah karya seni. Keberadaan
sastra dalam kehidupan manusia telah menyedot perhatian dari para penikmat
seni. Sebagai salah satu seni, sastra memiliki konsep dasar yang menjadikan
sastra berbeda dengan seni lainnya. Ada empat konsep yang akan dibahas dalam
perkuliahan ini, yaitu: (1) kaidah sastra; (2) ciri-ciri sastra; (3) wilayah
studi sastra; dan (4) wilayah kesusastraan. Keempat konsep tersebut adalah
sebagai berikut ini.
a. Kaidah
Sastra
Waluyo, (1994: 56-58) mengatakan
bahwa kaidah sastra atau daya tarik sastra terdapat pada unsur-unsur karya
sastra tersebut. Pada karya cerita fiksi, daya tariknya terletak pada unsur
ceritanya yakni cerita atau kisah dari tokoh-tokoh yang diceritakan sepanjang
cerita yang dimaksud. Selain itu, faktor bahasa juga memegang peranan penting
dalam menciptakan daya pikat. Kemudian gayanya dan hal-hal yang khas yang dapat
menyebabkan karya itu memikat pembaca. Khusus pada cerita fiksi, ada empat hal
lagi yang membantu menciptakan daya tarik suatu cerita rekaan, yaitu: (1)
kreativitas; (2) tegangan (suspense); (3) konflik; dan (4) jarak estetika.
Uraian keempatnya sebagaimana dikutip dari Waluyo (1994:58-60) berikut ini.
1) Kreativitas
Tanpa kreativitas, karya sastra yang diciptakan pengarang
tidak mungkin menempati perhatian pembaca. Kreativitas di¬tandai dengan adanya
penemuan baru dalam proses penceritaan. Pengarang-pengarang yang lazim disebut
"avantgarde" atau pelo¬por, biasanya menunjukkan daya kreativitas
yang menonjol yang membedakan karya rekaannya dari karya yang mendahului.
Dalam sejarah sastra Indonesia, kita mengenal para pemba¬haru sastra Indonesia yang menunjukkan daya kreativitas mereka seperti Marah Rusli (Siti Nurbaya), Abdul Muis (Salah Asuhan), Sutan Takdir Alisyahbana (Layar Terkembang), Armijn Pane (Belenggu), Achdiat Kartamiharja (Atheis), Mochtar Lubis (Jalan Tak Ada Ujung), dan sebagainya.
Dalam sejarah sastra Indonesia, kita mengenal para pemba¬haru sastra Indonesia yang menunjukkan daya kreativitas mereka seperti Marah Rusli (Siti Nurbaya), Abdul Muis (Salah Asuhan), Sutan Takdir Alisyahbana (Layar Terkembang), Armijn Pane (Belenggu), Achdiat Kartamiharja (Atheis), Mochtar Lubis (Jalan Tak Ada Ujung), dan sebagainya.
Penemuan-penemuan hal yang baru itu mungkin melalui peniruan
terhadap karya yang sudah ada dengan jalan memper¬baharui, namun mungkin juga
melalui pencarian secara modern harus banyak bersusah payah untuk menemu¬kan
sesuatu yang baru, untuk tidak hanya mengulang-ulang apa yang sudah diucapkan/
diungkapkan oleh pengarang lain.
2) Tegangan ( Suspense)
Di depan telah dibicarakan tentang tegangan atau suspense.
Tidak mungkin ada daya tarik tanpa menciptakan tegangan dalam sebuah cerita.
Jalinan cerita yang menimbulkan rasa ingin tahu yang besar dari pembaca
merupakan tegangan cerita itu. Tegangan bermula dari ketidakpastian cerita yang
berlanjut, yang mendebarkan bagi pembaca /pendengar cerita. Tegangan meno¬pang
keingintahuan pembaca akan kelanjutan cerita. Tegangan diakibatkan oleh
kemahiran pencerita di dalam merangkai kisah seperti yang sudah dikemukakan di
depan.
Tanpa tegangan, cerita tidak memikat. penulis/pencerita yang
mahir akan memelihara tegangan itu, sehingga mampu mempermainkan hasrat ingin
tahu pembaca. Bahkan kadang¬kadang segenap pikiran dan perasaan pembaca
terkonsentrasikan ke dalam cerita itu, karena kuatnya tegangan yang dirangkai
oleh sang penulis. Dalam menjawab hasrat ingin tahu pembaca/ pendengar,
penulis/pencerita memberikan jawaban-jawaban yang mengejutkan. Tinggi rendahnya
kadar kejutan itu bergantung dari kecakapan dan kreativitas pengarang. Penga¬rang-pengarang
cerita rekaan besar seperti Agata Christie, Sherlock Holmes, Pramudya Ananta
Toer, dan sebagainya mampu mencip¬takan jawaban-jawaban cerita yang penuh
kejutan sehingga cerita¬nya memiliki suspense yang memikat.
3) Konflik
Membicarakan daya tarik cerita rekaan harus
menghu¬bungkannya dengan konflik yang dibangun. Jika konflik itu tidak wajar
dan tidak kuat, maka jalan ceritanya akan datar dan tidak menimbulkan daya
tarik. Konflik yang wajar artinya konflik yang manusiawi, yang mungkin terjadi
dalam kehidupan ini dan antara kedua orang yang mengalami konflik itu mempunyai
posisi yang kurang lebih seimbang. Jika posisinya sudah nampak tidak seimbang,
maka konflik menjadi tidak wajar karena pem¬baca segera akan menebak kelanjutan
jalan ceritanya.
Konflik itu juga harus kuat. Dalam kisah kehidupan
se¬hari-hari, konflik yang kuat biasanya berkaitan dengan problem manusia yang
penting dan melibatkan berbagai aspek kehidupan. Konflik itu bersifat
multidimensional yang tidak mudah menye¬lesaikannya. Roman Salah Asuhan dan
Belenggu memiliki kon¬flik yang cukup kuat karena problem yang menyebabkan
konflik itu adalah problem hakiki dalam kehidupan manusia. Konflik itu juga
sukar menyelesaikannya karena tidak mungkin adanya satu jawaban saja. Hal ini
berbeda dengan konflik yang dibangun me¬lalui cerita wayang. Karena tokohnya
hitam putih, maka konflik dalam cerita wayang segera dapat ditebak jawabannya.
Dalam novel-novel mutakhir, jalinan konflik itu cukup bervariasi. Karena konflik menjadi dasar cerita, maka perhatian pengarang kepada konflik ini kiranya memungkinkan mereka akan lebih mampu menjalin cerita yang memikat.
Dalam novel-novel mutakhir, jalinan konflik itu cukup bervariasi. Karena konflik menjadi dasar cerita, maka perhatian pengarang kepada konflik ini kiranya memungkinkan mereka akan lebih mampu menjalin cerita yang memikat.
4) Jarak Estetika
Daya pikat sebuah cerita fiksi juga muncul akibat penga¬rang
memiliki jarak estetika yang cukup pekat dengan cerita dan tokoh-tokoh cerita
itu. Seolah-olah pengarang menguasai benar-benar dunia dari tokoh itu, sehingga
pengarang benar-benar ikut terlibat dalam diri tokoh dan ceritanya. Jika
keadaan ini dapat dilakukan oleh pengarang, pembaca akan lebih yakin akan
hadir¬nya cerita dan tokoh itu, seakan-akan cerita fiksi itu bukan hanya tiruan
dari kenyataan itu, namun adalah kenyataan sendiri yang mengejawantah.
Pengarang akan menciptakan jarak estetis yang cukup rapat
sehingga tokoh dan peristiwa benar-benar hidup. Seperti halnya dalam cerita
Mushashi, pembaca akan merasa ikut terlibat dalam peristiwa-peristiwa karena
kekuatan cerita itu. Ketika pada adegan terakhir Mushashi mengalahkan Sasaki
Kojiro, pembaca mungkin akan merasa menyaksikan dua ksatria bertempur di tepi
pantai Parangtritis, di siang hari ketika matahari terik, dan tiba¬-tiba
Mushashi melompat menghantam kepala Koliro dengan pedang. Ini dapat terjadi
karena kekuatan cerita yang pengarang ciptakan dengan membuat jarak estetis
yang cukup rapat sehingga tokoh dan peristiwa benar-benar hidup.
b. Ciri-ciri
sastra
Ciri sastra yang akan kita pahamkan
di sini adalah ciri-ciri sastra yang pernah dikemukakan oleh para ahli sastra
atau para praktisi sastra. Wellek & Warren (1989:22) menyebutkan ciri-ciri
sastra sebagai berikut: (1) menimbulkan efek yang mengasingkan; (2)
fiksionalitas; (3) ciptaan; (4) tujuan yang tidak praktis; (5) pengolahan dan
penyampaian melalui media bahasa; (6) imajinasi; (7) bermakna lebih; (8)
berlabel sastra; dan (9) merupakan konvensi masyarakat sebagai ciri-ciri
sastra. Selain itu, Lexemburg, (1984:9) menambahkan beberapa ciri lagi yaitu:
(1) bukan imitasi; (2) otonom; (3) koherensi; (4) sintesa; dan (5)
mengungkapkan yang tak terungkapkan sebagai ciri sastra yang lainnya. Dengan
demikian sudah teridentifikasi empat belas ciri sastra. Tentu pendapat lain
dapat pula ditambahkan, seperti pendapat yang dipegang pada zaman Romantik,
bahwa sastra itu merupakan luapan emosi spontan, sedangkan menurut kaum
Formalis, sastra selain menunjukkan cirinya pada aspek sintaktik, juga pada
grafiknya.
Untuk mendapatkan pemahaman lebih
lanjut tentang maksud ciri-ciri sastra di atas, Anda sebaiknya membaca buku
sumber yang telah disebutkan di atas, yaitu buku Wellek & Warren dan buku
Lexemburg.
c. Wilayah
Studi Sastra
Yang merupakan tiga cabang studi
sastra itu adalah teori sastra, sejarah sastra, dan kritik sastra ( Wellek
& Warren dalam Pradopo, 2002: 34-35). Pegertian ketiga cabang studi sastra
itu sebagaimana dijelaskan Paradopo (2002) dan Fananie ( 2000 ) berikut ini.
1) Teori sastra adalah bidang studi
sastra yang berhubungan dengan teori kesusastraan, seperti studi tentang apakah
kesusastraan itu, bagaimana unsur-unsur atau lapis-lapis normanya; studi
tentang jenis sastra (genre ), yaitu apakah jenis sastra dan masalah umum yang
berhubungan dengan jenis sastra, kemungkinan dan kriteria untuk membedakan
jenis sastra, dan sebagainya ( Pradopo, 2002:34). Perihal unsur-unsur atau
lapis-lapis norma karya sastra dijelaskan lebih lanjut oleh Fananie yakni
menyangkut aspek-aspek dasar dalam teks sastra. Aspek-aspek tersebut meliputi
aspek intrinsik dan ekstrinsik sastra. Teori intrinsik sastra berhubungan erat
dengan bahasa sebagai sistem, sedang konvensi ekstrinsik berkaitan dengan
aspek-aspek yang melatarbelakangi penciptaan sastra. Aspek tersebut meliputi
aliran, unsur-unsur budaya, filsafat, politik, agama, psokologi, dan sebagainya.
(Fananie, 2000:17-18).
2) Sejarah sastra adalah studi sastra
yang membicarakan lahirnya kesusastraan Indonesia modern, sejarah sastra
membicarakan sejarah jenis sastra, membicarakan periode-periode sastra, dan
sebagainya; pokoknya semua pembicaraan yang berhubungan dengan kesejarahan
sastra, baik pembicaraan jenis, bentuk, pikiran-pikiran, gaya-gaya bahasa yang
terdapat dalam karya sastra dari periode ke periode ( Pradopo,2002: 34).
Dikemukakan
oleh Fananie (2000:19-20) bahwa berdasarkan aspek kajiannya, sejarah sastra
dibedakan men¬jadi:
a. Sejarah genre, yaitu sejarah sastra
yang mengkaji perkembang¬an karya-karya sastra seperti puisi dan prosa yang
meliputi cerpen, novel, drama, atau sub genre seperti pantun, syair, talibun,
dan sebagainya. Kajian tersebut dititikberatkan pada proses kelahirannya,
perkembangannya, dan pengaruh-penga¬ruh yang menyertainya.
b. Sejarah sastra secara kronologis,
yaitu sejarah sastra yang mengkaji karya-karya sastra berdasarkan periodesasi
atau ba-bakan waktu tertentu. Di Indonesia penulisan sejarah sastra secara
kronologis, misalnya klasifikasi periodesasi tahun 20-an, yang melahirkan
Angkatan Balai Pustaka, tahun 30-an yang melahirkan Angkatan Pujangga Baru,
tahun 42, sastra Jepang, tahun 45, Angkatan 45, tahun 60-an yang melahirkan
Angkatan 66, dan sastra mutakhir atau kontemporer.
c. Sejarah sastra komparatif, yaitu
sejarah sastra yang mengkaji dan membandingkan beberapa karya sastra pada masa
lalu, pertengahan, dan masa kini. Bandingan tersebut bisa meliputi karya-karya
sastra antar negara seperti sastra Eropa dengan sastra Indonesia, Melayu, dan
sebagainya. Aspek-aspek yang dibandingkan dapat meliputi beberapa hal seperti
yang dike¬mukakan oleh Rene Wellek, yaitu:
1) Comparative literature: The study of
oral literature expecially of falle talk themes and then imigration, of how and
other they have entered higher artistic literature. (Pengkajian sastra lisan
khususnya mengenai terra-terra cerita rakyat dan ceritakepindahannya, bagaimana
dan kapan sastra-sastra rakyat tersebut berkembang / masuk pada bagian yang
lebih tinggi pada keindahan sastra itu yang bersifat artistik).
2) The study of relationship betwen two
or more literature. (Hu¬bungan kajian antara dua atau beberapa karya sastra).
3) The study of literature in its
totality (world literature or universal literature). (Kajian sastra secara
keseluruhan).
Pembagian
di atas hanyalah merupakan pembagian global, ka¬rena secara rinci, kajian
komparatifnya dapat berupa aspek baha¬sanya, estetikanya, latar belakangnya,
gaya, pengaruh, atau se¬mua aspek yang menyertai karya tersebut.
3) Kritik Sastra ialah studi sastra
yang berusaha menyelidiki karya sastra dengan langsung, menganalisis, menginterpretasi,
memberi komentar, dan memberikan penilaian (Pradopo,2002:34-35). Dikatakan
Fananie, Kritik sastra itu semacam pertimbangan untuk menunjukkan kekuatan atau
kebagusan dan juga kekurangan yang terdapat dalam karya sastra. Karena itu
hasil dari kritik sastra biasanya mencakup dua hal , yaitu baik dan buruk
(goodness atau dislikeness) (2000:20).
Untuk memperoleh gambaran yang jelas, maka kritik selalu berkaitan dengan judgement, valuation, proper understanding and recornition, statement giving valuation, and rise in value (2000:20).
Untuk memperoleh gambaran yang jelas, maka kritik selalu berkaitan dengan judgement, valuation, proper understanding and recornition, statement giving valuation, and rise in value (2000:20).
d. Wilayah
Kesusastraan
Kesusastraan dibagi menjadi tiga
wilayah. Tiga wilayah kesusastraan itu adalah: (1) wilayah penciptaan sastra;
(2) wilayah penikmatan sastra; dan (3) wilayah penelitian sastra. Dikemukakan
oleh Mursal Esten (1978:13-14), bahwa ketiga wilayah dalam kehidupan
kesusastraan itu saling berhubungan dan saling membantu. Maksud dari ketiga
wilayah tersebut dijelaskannya sebagai berikut ini.
“Wilayah penciptaan kesusastraan ialah wilayah para sastrawan, yang diisi dengan ciptaan-ciptaan yang baik dan bermutu. Persoalan mereka ialah bagaimana menciptakan ciptasastra yang baik dan bermutu.
Wilayah penelitian ialah wilayah para ahli dan para kritikus. Mereka berusaha menjelaskan, menafsirkan dan memberikan penilaian terhadap ciptasastra-ciptasastra. Tentu saja mereka harus memperlengkapi diri mereka dengan segala pengetahuan yang mungkin diperlukan untuk memahami ciptasastra-ciptasastra yang mereka hadapi. Wilayah para penikmat adalah wilayah para pembaca. Wilayah ini tidak kurang pentingnya, karena untuk merekalah sesungguhnya ciptasastra-ciptasastra ditulis oleh para pengarang”.
“Wilayah penciptaan kesusastraan ialah wilayah para sastrawan, yang diisi dengan ciptaan-ciptaan yang baik dan bermutu. Persoalan mereka ialah bagaimana menciptakan ciptasastra yang baik dan bermutu.
Wilayah penelitian ialah wilayah para ahli dan para kritikus. Mereka berusaha menjelaskan, menafsirkan dan memberikan penilaian terhadap ciptasastra-ciptasastra. Tentu saja mereka harus memperlengkapi diri mereka dengan segala pengetahuan yang mungkin diperlukan untuk memahami ciptasastra-ciptasastra yang mereka hadapi. Wilayah para penikmat adalah wilayah para pembaca. Wilayah ini tidak kurang pentingnya, karena untuk merekalah sesungguhnya ciptasastra-ciptasastra ditulis oleh para pengarang”.
e. Materi
Diskusi dan Tugas
1) Konsep sastra terbagi atas empat
bagian, jelaskanlah keempat konsep sastra tersebut!
2) Diskusikan sebuah novel, kemudian
tentukan bagian-bagian yang relevan dengan kaidah-kaidah sastra!
3) Salah satu ciri sastra menurut
Wellek dan Warren adalah konvensi masyarakat. Jelaskanlah ciri sastra tersebut!
Bagaimana kaitannya dengan kebebasan berekspresi?
4) Diskusikanlah keterkaitan antara
wilayah penciptaan, wilayah penikmatan, dan wilayah penelitian sastra, kemudian
jelaskan hasil diskusi yang telah dilakukan!
5) Salah satu wilayah studi sastra
adalah sejarah sastra. Jelaskan kaitannya dengan teori sastra dan kritik
sastra!
f.
Manfaat
sastra yaitu:
1. Sastra
menunjukan kebenaran hidup
Sastra dihargai,
karena berguna bagi hidup manusia. Sebuah karya sastra tidak dapat digolongkan
sebagai karya sastra apabila karya tersebut menuturkan pengalaman uang dapat
menyesatkan kehidupan manusia. Dari sastra orang akan belajar banyak mengenai
pengalaman hiduo, persoalan, Dan bagaimana menghadapinya.
Kondisi seperti
ini dapat dijadikan untuk menanamkan pendidikan kepada anak-anak mengenai hidup
yang sesungguhnya. Ada masa tenang, damai, masa anak-anak, dewasa, orangtua dan
lainnya dwngan aneka peran, tugas, tanggung jawab. Dengan sastra manusia akan
mengerti manusia lain.
2. Sastra
untuk memperkaya rohani
Melalui sastra
pembaca dapat memperoleh hiburan dan kesenangan. Jika hanya mencari kesenangan
maka pembaca tersebut bukanlah pembaca yang baik. Dalam membaca sastra kita
hendaknya menikmati jalannya cerita, pelukisan watak, mempertimbangkan, mencari
kebenaran yang ada didalamnya dan juga ikut aktif mencari makna yang ada. Maka
pembaca memperoleh kekayaan rohani yang dapat memperkuat jiwanya. Jiwa akan
kuat jika diisi dengan kekayaan rohani yakni salahsatunya diperoleh melalui
karya sastra.
3. Sastra
melampaui batas bangsa dan zaman
Karya sastra
Mahabarata dan Ramayana menceritakan kejadian beberapa ratua tahun yang lalu.
Cerita tersebut masih tetap hidup dalam sampai sekarang. Hal ini berarti
melampaui batas zaman. Cerita ini digemari manusia karena berisi pengalaman
hidup yang mendasar yang masih terjadi sampai saat ini, seperti kesetiaan dan
penghianatan, perang saudara, orang tua yang tidak mengakui anak dan lain
sebagainnya.
4. Dengan
sastra dapat memiliki santun berbahasa
Sastra kaya
dengan kata-kata yang tersusun secara tepat dan mempesoa. Seseorang dapat
belajar tatakrama bahasa dari pengungkapan kata-kata sastrawan. Sebagai seorang
pendidik dan terpelajar sudah semestinya mampu berbicara, menulis dengan
menggunakan bahasa yang baik dan berterima. Jadi bahasa sastra dapat digunakan
sebagai alat untuk menarik hati para pendengar sesuai dengan keperluan.
5. Sastra
dapat menjadikan manusia berbudaya
Manusia yang
berbudaya adalah manusia yang cepat tanggap terhadap segala hal yang luhur dan
indah dalam hidup ini. Dalam karya seni dan budaya terkandung gagasan tentang
kebenaran, kebaikan, dan keindahan.
Kebiasaan
manusia bergaul dengan kebenaran, keindahan dan kebaikan yang terdapat dalam
seni atau sastra, akan memberikan pengaruh pada tingkah laku sehari-hari, yang
akan berdampak pada tingkah laku yang sederhana, berbudi luhur dan disiplin.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Pembelajaran Bahasa Indonesia berdasarkan Kurikulum Tingkat
Satuan Pendidikan (KTSP) tertuju pada pengembangan aspek fungsional bahasa,
yaitu peningkatan kompetensi Berbahasa Indonesia. Ketika kompetensi berbahasa
yang menjadi sasaran, para guru lebih berfokus pada empat aspek keterampilan
berbahasa, yaitu menyimak, membaca, berbicara dan menulis.
Pendekatan Pembelajaran Bahasa
Indonesia di SD
1.
Pembelajaran
Bahasa Menyeluruh (Whole Language)
2.
Pembelajaran
Keterampilan Proses
3.
Pembelajaran
aktif, kreatif, efektif, menyenangkan (PAKEM/Joyfull Learning)
Prinsip
Pembelajaran Bahasa Indonesia di SD
1.
Prinsip
Fungsional
2.
Prinsip
Kontektual
3.
Prinsip
Apresiatif
4.
Prinsip
Humanisme, Rekontruksionalisme dan Progresip.
APRESIASI SASTRA
Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia,
apresiasi berarti:
1.
Kesadaran
terhadap nilai-nilai seni dan budaya
2.
Penilaian
(penghargaan) terhadap sesuatu
3.
Kenaikan
nilai barang karena harga pasarnya naik atau permintaan akan barang itu
bertambah (KBBI, 1998: 46).
Manfaat
sastra yaitu:
1.
Sastra menunjukan kebenaran hidup
2.
Sastra untuk memperkaya rohani
3.
Sastra melampaui batas bangsa dan zaman
4.
Dengan sastra dapat memiliki santun
berbahasa
5.
Sastra dapat menjadikan manusia
berbudaya
DAFTAR PUSTAKA
http://kanghamdani.blogspot.co.id/2010/10/konsep-dasar-sastra.html
http://www.gurungapak.com/2016/02/manfaat-sastra-dalam-pendidikan.html
http://linafadilashabil.blogspot.co.id/2013/01/pembelajaran-apresiasi-sastra-sekolah.html
http://sdn4mangunjaya.blogspot.co.id/2013/09/pemnbelajaran-bahasa-indonesia-d.html
KATA PENGANTAR
Sembah sujud penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT karena
anugerah dan rahmat-Nya jualah sehingga makalah ini dapat terselesaikan. Dalam
penyusunan makalah ini, penulis telah berusaha semaksimal mungkin, yang mana
telah memakan waktu dan pengorbanan yang tak ternilai dari semua pihak yang
memberikan bantuannya, yang secara langsung merupakan suatu dorongan yang
positif bagi penulis ketika menghadapi hambatan-hambatan dalam menghimpun bahan
materi untuk menyusun makalah ini.
Namun penulis menyadari bahwa makalah ini masih sangat jauh
dari kesempurnaan, baik dari segi penyajian materinya maupun dari segi
bahasanya. Karena itu saran dan kritik yang bersifat konstruktif senantiasa
penulis harapkan demi untuk melengkapi dan menyempurnakan makalah ini.
DAFTAR
ISI
KATA
PENGATAR...................................................................................................... i
DAFTAR
ISI................................................................................................................. ii
BAB
I PENDAHULUAN.............................................................................................. 1
A.
Latar
Belakang....................................................................................................... 1
B.
Rumusan
Masalah.................................................................................................. 2
C.
Tujuan
..................................................................................................................... 2
BAB
II PEMBAHASAN.............................................................................................. 3
I. Pembelajaran
Bahasa Indonesia di Sekolah Dasar.............................................. 3
II. Pembelajaran
Apresiasi Sastra Indonesia di Sekolah Dasar............................... 6
III. Konsep
Dasar dan Manfaat Sastra Dalam Pendidikan........................................ 11
BAB
III PENUTUP....................................................................................................... 19
A.
Kesimpulan
............................................................................................................ 19
DAFTAR
PUSTAKA.................................................................................................... 20
Tidak ada komentar:
Posting Komentar