KATA PENGANTAR
Sembah sujud penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT karena
anugerah dan rahmat-Nya jualah sehingga makalah ini dapat terselesaikan. Dalam
penyusunan makalah ini, penulis telah berusaha semaksimal mungkin, yang mana
telah memakan waktu dan pengorbanan yang tak ternilai dari semua pihak yang
memberikan bantuannya, yang secara langsung merupakan suatu dorongan yang
positif bagi penulis ketika menghadapi hambatan-hambatan dalam menghimpun bahan
materi untuk menyusun makalah ini.
Namun penulis menyadari bahwa makalah ini masih sangat jauh
dari kesempurnaan, baik dari segi penyajian materinya maupun dari segi
bahasanya. Karena itu saran dan kritik yang bersifat konstruktif senantiasa
penulis harapkan demi untuk melengkapi dan menyempurnakan makalah ini.
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .......................................................................................
DAFTAR ISI .....................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah.....................................................................................
B. Rumusan Masalah..................................................................................... .........
C. Tujuan........................................................................................................ .........
BAB II PEMBAHASAN
B.
Runtuhnya
Kerajaan Hindu-Budha di Indonesia.................................... .........
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan.........................................................................................................
B. Saran...................................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Indonesia mulai berkembang pada zaman kerajaan Hindu-Buddha
berkat hubungan dagang dengan negara-negara tetangga maupun yang lebih jauh
seperti India, Tiongkok, dan wilayah Timur Tengah. Agama Hindu masuk ke
Indonesia diperkirakan pada awal tarikh Masehi, dibawa oleh para musafir dari
India antara lain: Maha Resi Agastya, yang di Jawa terkenal dengan sebutan
Batara Guru atau Dwipayana dan juga para musafir dari Tiongkok yakni musafir
Budha Pahyien.
Pada abad ke-4 di Jawa Barat terdapat kerajaan yang bercorak
Hindu-Buddha, yaitu kerajaan Tarumanagara yang dilanjutkan dengan Kerajaan
Sunda sampai abad ke-16.
Pada masa ini pula muncul dua kerajaan besar, yakni
Sriwijaya dan Majapahit. Pada masa abad ke-7 hingga abad ke-14, kerajaan Buddha
Sriwijaya berkembang pesat di Sumatra. Penjelajah Tiongkok I-Tsing mengunjungi
ibukotanya Palembang sekitar tahun 670. Pada puncak kejayaannya, Sriwijaya
menguasai daerah sejauh Jawa Tengah dan Kamboja. Abad ke-14 juga menjadi saksi
bangkitnya sebuah kerajaan Hindu di Jawa Timur, Majapahit. Patih Majapahit
antara tahun 1331 hingga 1364, Gajah Mada, berhasil memperoleh kekuasaan atas
wilayah yang kini sebagian besarnya adalah Indonesia beserta hampir seluruh
Semenanjung Melayu. Warisan dari masa Gajah Mada termasuk kodifikasi hukum dan
pembentukan kebudayaan Jawa, seperti yang terlihat dalam wiracarita Ramayana.
Masuknya ajaran Islam pada sekitar abad ke-12, melahirkan
kerajaan-kerajaan bercorak Islam yang ekspansionis, seperti Samudera Pasai di
Sumatera dan Demak di Jawa. Munculnya kerajaan-kerajaan tersebut, secara
perlahan-lahan mengakhiri kejayaan Sriwijaya dan Majapahit, sekaligus menandai
akhir dari era ini.
B.
Rumusan Masalah
1. Bagaimana proses masuknya
kerajaan-kerajaan Hindu-Budha di Indonesia?
2. Bagaimana proses runtuhnya
kerajaan-kerajaan Hindu-Budha di Indonesia?
C.
Tujuan
Tujuan
dari makalah ini adalah untuk mengetahui proses masuknya dan runtuhnya kerajaan-kerajaan
Hindu-Budha di Indonesia
BAB II
PEMBAHASAN
Kerajaan-kerajaan yang bercorak
Hindu-Budha merupakan salah satu bukti adanya pengaruh kebudayaan Hindu-Budha
di Indonesia. Setiap kerajaan dipimpin oleh seorang raja yang memiliki
kekuasaan mutlak dan turun-temurun. Kerajaan-kerajaan itu antara lain
1. Kerajaan Kutai
Kerajaan Kutai dengan nama asli
Kutai Martadipura merupakan kerajaan hindu tertua di Indonesia, dengan aliran
agama hindu-siwa. Letaknya di Muara Kaman tepatnya pada hulu sungai Mahakam,
Kalimantan Timur. Keberadaan kerajaan ini ditandai dengan adanya 7 buah
prasasti, yang dinamai prasasti yupa dengan huruf palawa dan bahasa sansekerta.
Pendirinya adalah Raja Kudungga. Setelah Raja Kudungga wafat, kerajaan diambil
alih oleh putranya, Raja Aswawarman. Dan setelah Raja Aswawarman wafat,
kerajaan diambil alih oleh putra Raja Aswawarman, yaitu Raja Mulawarman.
Pada sebuah prasasti Yupa abad
ke-4, dikisahkan bahwa Raja Mulawarman telah menyumbangkan 1000 ekor sapi
kepada para brahmana. Kisah ini menceritakan betapa dermawannya seorang Raja
Mulawarman, dari sini dapat dianalisis bahwa masyarakat Kutai makmur dan bermata
pencaharian sebagai petani dan beternak.
2.
Kerajaan
Tarumanegara
Sumber mengenai kerajaan
Tarumanegara berasal dari tujuh buah prasasti yang berbahasa sansekerta dan
huruf pallawa. Prasasti tersebut adalah prasasti Ciaruteun, Kebun Kopi, Jambu,
Tugu, Pasar Awi, Muara Cianten, dan Lebak. Seorang musafir Cina bernama Fa-Hsien
pernah datang di Jawa pada tahun 414 M. Ia telah menyebut keberadaan kerajaan
To-lo-mo atau Taruma di Pulau Jawa. Kerajaan Tarumanegara diperkirakan
berkembang pada abad V M. Raja terbesar yang berkuasa adalah Purnawarman.
Wilayah kekuasaan Purnawarman meliputi hampir seluruh Jawa Barat dengan pusat
kekuasaan di daerah Bogor. Raja pernah memerintahkan pembangunan irigasi dengan
cara menggali sebuah saluran panjang 6.112 tumbak (± 11 km). Saluran itu
berfungsi untuk mencegah bahaya banjir. Saluran ini selanjutnya disebut sebagai
sungai Gomati.
3.
Kerajaan
Sriwijaya
Kerajaan
sriwijaya adalah salah satu kerajaan terbesar yang pernah berjaya di Indonesia.
Kerajaan ini mampu mengembangkan diri sebagai negara maritim dengan menguasai
lalu lintas pelayaran dan perdagangan
internasional. Keberadaan
kerajaan ini diketahui melalui enam buah prasasti yang menggunakan bahasa
melayu kuno dan huruf pallawa, serta telah menggunakan angka tahun saka.
Prasasti tersebut adalah Kedukan Bukit, Talang Tuo, Telaga Batu, Kota Kapur dan
Karang Berahi. Nama Sriwijaya juga terdapat dalam berita Cina dan disebut
Shih-lo-fo-shih atau Fo-shih. Sementara itu di berita Arab, Sriwijaya disebut
dengan Zabag atau Zabay atau dengan sebutan Sribuza. Seorang pendeta Cina yang
bernama I-Tsing sering dataang ke Sriwijaya sejak tahun 672 M. Ia menceritakan
bahwa di Sriwijaya terdapat 1.000 orang pendeta yang menguasai agama seperti di
India. Berita dari Dinasti Sung juga menceritakan tentang pengiriman utusan
dari Sriwijaya tahun 971-992 M.
Raja pertama Sriwijaya adalah
Dapunta Hyang Sri Jayanaga. Raja yang terkenal dari kerajaan Sriwijaya adalah
Balaputradewa. Ia memerintah sekitar abad IX M. Sriwijaya merupakan pusat pendidikan dan penyebaran agama Buddha
di Asia Tenggara. Menurut berita I-Tsing, pada abad VIII M di Sriwijaya
terdapat 1.000 orang pendeta yang belajar agama Buddha di bawah bimbingan
Sakyakirti. Menurut prasasti Nalanda, para pemuda Sriwijaya juga mempelajari agama
Buddha dan ilmu lainnya di India. Kebudayaan Kerajaan Sriwijaya sangat maju dan
bisa dilihat dari peninggalan suci sepeti stupa, candi, atau patung/arca Buddha
seperti ditemukan di Jambi, Muara Takus, dan Gunung Tua (Padang Lawas) serta di
Bukit Siguntang (Palembang).
4.
Mataram Kuno
Menurut Teori Van Bammalen, letak
kerajaan ini berpindah-pindah, hal ini disebabkan oleh 2 alasan, yaitu
karena adanya bencana alam letusan Gunung Merapi, dan karena adanya peperangan
dalam perebutan kekuasaan. Awalnya, pada abad ke-8 kerajaan ini terletak di
daerah Jawa Tengah, kemudian setelah Gunung Merapi meletus pada abad ke-10,
kerajaan ini dipindahkan ke Jawa Timur oleh Mpu Sindok. Agama di kerajaan ini
pun terbagi menjadi 2, yaitu hindu pada Dinasti Sanjaya dan budha pada Dinasti
Syailendra. Kerajaan Mataram Kuno didirikan oleh Raja Sanna. Raja Sanna
kemudian digantikan oleh keponakannya, Raja Sanjaya.
Setelah Raja Sanjaya meninggal,
Kerajaan Mataram Kuno diperintah oleh putranya yang bernama Rakai Panangkaran.
Raja Mataram Kuno setelah Rakai Panangkaran adalah Rakai Warak, kemudian Rakai
Warak digantikan oleh Rakai Garung (Samaratungga). Di tengah-tengah
pemerintahan kerajaan Mataram Kuno, Datanglah keinginan Rakai Pikatan untuk
menjadi penguasa tunggal sebagai Dinasti Sanjaya. Persaingan antara Dinasti
Sanjaya yang dipimpin Rakai Pikatan dengan Dinasti Syailendra yang dipimpin
Raja Samaratungga, membuat cita-cita Rakai Pikatan untuk menjadi penguasa
tunggal di Pulau Jawa terhalang. Terjadi pertikaian antar kedua dinasti.
Akhirnya pada abad ke-9 terjadi penggabungan kedua dinasti melalui pernikahan
politik antara Rakai Pikatan dari Dinasti Sanjaya dengan Pramodawardhani dari
Dinasti Syailendra. Namun, pernikahan antara Rakai Pikatan dengan
Pramodawardhani ternyata tidak membuahkan kedamaian, malah justru membuat
pertikaian antara Dinasti Sanjaya dengan Dinasti Syailendra semakin sengit.
Akhirnya, Rakai Pikatan sebagai
Dinasti Sanjaya berhasil menguasai kerajaan sedangkan Pramodawardhani bersama
anaknya, Balaputradewa melarikan diri ke Palembang, Sumatra Selatan untuk
kemudian mereka menjalankan sebuah kerajaan bernama Kerajaan Sriwijaya.
Berdasarkan Prasasti Balitung, setelah Rakai Pikatan wafat, kerajaan Mataram
Kuno diperintah oleh Rakai Kayuwangi dibantu oleh sebuah dewan penasehat yang
juga jadi pelaksana pemerintahan. Dewan yang terdiri atas lima patih ini di
antaranya adalah:
a. Ratu,
Datu, Sri Maharaj
b. Rakryan
Mahamantri I Hino
c. Mahamantri
Halu & Mahamantri I Sirikan
d. Mahamantri
Wko & Mahamantri Bawang
e. Rakryan
Kanuruhan
Raja Mataram selanjutnya adalah
Rakai Watuhumalang, kemudian dilanjutkan oleh Dyah Balitung yang bergelar Sri
Maharaja Rakai Watukura Dyah Balitung Dharmodaya Maha Dambhu sebagai Raja
Mataram Kuno yang sangat terkenal. Raja Balitung berhasil menyatukan kembali
Kerajaan Mataram Kuno dari ancaman perpecahan. Di masa pemerintahannya, Raja
Balitung menyempurnakan struktur pemerintahan dengan menambah susunan hierarki.
Bawahan Raja Mataram terdiri atas tiga pejabat penting, yaitu Rakryan I Hino
sebagai tangan kanan raja yang didampingi oleh dua pejabat lainnya.
Rakryan I Halu, dan Rakryan I
Sirikan. Selain struktur pemerintahan baru, Raja Balitung juga menulis Prasasti
Balitung. Prasasti yang juga dikenal sebagai Prasasti Mantyasih ini adalah
prasasti pertama di Kerajaan Mataram Kuno yang memuat silsilah pemerintahan
Dinasti Sanjaya di Kerajaan Mataram Kuno. Kerajaan Mataram Kuno masih mengalami
pemerintahan tiga raja sebelum akhirnya pusat kerajaan pindah ke Jawa Timur.
Mpu Daksa, yang pada masa pemerintahan Raja Balitung menjabat Rakryan i Hino,
melakukan kudeta karena merasa bahwa ia adalah keturunan asli Dinasti Sanjaya,
kemudian Mpu Daksa digantikan oleh menantunya, Sri Maharaja Tulodhong.
5.
Kerajaan
Singhasari
Keberadaan Kerajaan Singhasari
didasarkan pada kitab Negarakertagama karangan Mpu Prapanca yang menjelaskan
raja-raja yang memerintah di Singasari serta kitab Pararaton yang juga
menceritakan keajaiban Ken Arok. Ken Arok semula sebagai akuwu (bupati) di
Tumapel menggantikan Tunggul
Ametung yang dibunuhnya karena tertarik kepada Ken Dedes isteri Tunggul
Ametung. Pada tahun 1222 M Ken Arok menyerang kediri sehingga Kertajaya
mengalami kekalahan pada pertempuran di desa Ganter.
Ken Arok menyatakan dirinya sebagai
Raja Singasari dengan gelar Sri Rangga Rajasa Bhattara Sang Amurwabhumi. Raja
Singasari yang terkenal adalah Kertanegara Karena di bawah pemerintahannya
Singasari mencapai puncak kebesarannya. Kertanegara bergelar Sri Maharajaderaja
Sri Kertanegara mempunyai gagaasan politik untuk memperluas wilayah kekuasannya,
menyingkirkan lawan-lawan politiknya, menumpas pemberontakan, menyatukan agama
Syiwa dan Buddha menjadi agama Tantrayana (Syiwa Buddha dipimpin oleh Dharma
Dyaksa), melakukan politik perkawinan, dan mengirim ekspedisi Pamalayu
tahun1275.
6.
Kerajaan
Majapahit
Kerajaan
Majapahit merupakan kerajaan Hindu terakhir dan terbesar di Indonesia. Letaknya
di Pulau Jawa. Pendirinya adalah Raden Wijaya yang sempat melarikan diri ke
Madura bersama istrinya saat terjadi Peristiwa Mahapralaya. Kerajaan Majapahit,
awalnya hanyalah sebuah desa kecil bernama Desa Tarik yang merupakan pemberian
Raja Jayakatwang dari Kediri. Raden Wijaya telah dimaafkan dan dipercaya tidak
bersalah atas kesalahan generasi atasnya.
Singkat cerita, pada tahun 1292,
armada Cina yang terdiri dari 1.000 buah kapal dengan 20.000 orang
prajurit tiba di Tuban, Jawa Timur dengan tujuan untuk menyerang Raja
Kertanegara yang telah merebut Kerajaan Melayu dan menyatakan tidak mau tunduk
pada Kaisar Kubilai Khan. Mereka tidak tau bahwa Raja Kertanegara beserta
Kerajaan Singhasari itu telah meninggal dan hancur dikalahkan oleh Raja
Jayakatwang dari Kediri. Mengetahui rencana penyerangan dari Cina ini, Raden
Wijaya mengambil kesempatan untuk merebut kembali Kerajaan Singhasari. Ia
menggabungkan diri dengan pasukan cina dan menyerang Raja Jayakatwang di
Kediri.
Kerajaan Kediri tidak mampu
menghadapi serangan, sehingga Raja Jayakatwang berhasil dikalahkan. Kemenangan
itu membuat pasukan Cina bergembira dan berpesta pora. Mereka tidak menyangka
ketika sedang berpesta pora, pasukan Majapahit balik menyerang mereka. Akhirnya
pasukan armada Cina kalah, dan mereka segera kembali ke tanah airnya. Sejak
saat itu Kerajaan Majaphit mulai berkuasa. Pada tahun 1295, berturut-turut
pecah pembrontakan yang dipimpin oleh Rangga lawe dan disusul oleh Saro serta
Nambi. Pembrontakan-pembrontakan itu bisa dipadamkan. Raden Wijaya wafat pada
tahun 1309 dan mendapat penghormatan di dua tempat, yaitu Candi Simping
(Sumberjati) dan Candi Artahpura. Setelah Raden Wijaya wafat, putera permaisuri
Tribuwaneswari yang bernama Jayanegara menggantikannya sebagai Raja Majapahit.
Pada awal pemerintahannya
Jayanegara harus menghadapi sisa pemberontakan yang meletus dimasa ayahnya
masih hidup. Selain pembrontakan Kuti dan Sumi, Raja Jayanegara diselamatkan
oleh pasukan pengawal (Bhayangkari) yang dipimpin oleh Gajah Mada ia kemudian
diungsikan ke Desa Bedager. Raja Jayanegara wafat tahun 1328 karena dibunuh
oleh salah seorang anggota dharmaoutra yang bernama Tanca. Oleh karena ia tidak
mempunyai putra ia kemudian digantikan oleh adik perempuannya Bhre Kahuripan
yang bergelar Tribuanatunggadewi Jayawishnuwardhani.
Suaminya bernama Cakradhara yang
berkuasa di Singasari dengan gelar Kertawerdhana. Dari kitab Negarakertagama,
digambarkan adanya beberapa pemberontakan di masa pemerintahan Ratu
Tribuanatunggadewi. Pembrontakan yang paling berbahaya adalah pemberontakan di
Sadeng dan Keta pada tahun 1331. Namun pemberontakan itu dapat dipadamkan oleh
Gajah Mada. Setelah itu Gajah Mada bersumpah di hadapan Raja dan para pembesar
kerajaan bahwa ia tidak akan amukti palapa (memakan buah palapa), sebelum ia
dapat menundukan seluruh Nusantara di bawah naungan Majapahit.
Pada tahun 1334, lahirlah putra
mahkota Kerajaan Majapahit yang diberi nama Hayam Wuruk. Pada tahun 1350, Ratu
Tribuanatunggadewi mengundurkan diri setelah berkuasa 22 tahun. Ia wafat pada
tahun 1372. Pada tahun 1350, Hayam Wuruk dinobatkan sebagai raja Majapahit dan
bergelar Sri Rajasanagara dan Gajah Mada diangkat sebagai Patih Hamangkubumi.
Dibawah pemerintahan Hayam Wuruk dan Gajah Mada, Kerajaan Majapahit mencapai
puncak kejayaannya. Kerajaan Majapahit menguasai wilayah yang sangat luas.
Hampir seluruh wilayah Nusantara tunduk pada Majapahit, namun ada satu kerajaan
kecil yang belum berhasil dikuasai kerajaan Majapahit, yaitu Kerajaan Sunda
Galuh. Raja Hayam Wuruk bersama Patih Gajah Mada berusaha untuk menaklukan
kerajaan tersebut.
Namun ketika itu Raja Hayam Wuruk
terlanjur jatuh cinta pada putri dari Kerajaan Sunda Galuh yang bernama Dyah
Pitaloka. Raja Hayam Wuruk bermaksud untuk menikahi Dyah Pitaloka. Ia
mengundang keluarga besar Kerajaan Sunda Galuh datang ke Kerajaan Majapahit
untuk menikah dengan Dyah Pitaloka. Ketika keluarga besar dari kerajaan Sunda
Galuh tiba di Kerajaan Majapahit, terjadi kesalahpahaman. Patih Gajah Mada
mengira bahwa keluarga besar Kerajaan Sunda Galuh ingin menyerang Kerajaan
Majapahit, akhirnya Patih Gajah Mada segera mengeluarkan pasukan dan membunuh
semua anggota keluarga Kerajaan Sunda Galuh. Hanya Dyah Pitaloka yang tidak
dibunuh. Melihat seluruh keluarganya tewas, Dyah Pitaloka pun akhirnya
melakukan belapati (bunuh diri) pada dirinya sendiri.
Raja Hayam wuruk yang mengetahui
peristiwa kesalah pahaman tersebut menjadi marah, terlebih ketika melihat calon
istrinya mati karena bunuh diri atas kesalahpahaman patihnya. Akhirnya, Raja
Hayam Wuruk pun sakit, dan meninggal karena sakit hati. Sejak kematian Raja
Hayam Wuruk, maka Kerajaan Majapahit mencapai masa kemunduran, perlahan-lahan
kekuasaan Majapahit pun runtuh. Pada salah satu versi cerita, dikisahkan Sang
Patih, Gajah Mada pergi ke sebuah gunung untuk berdiam diri dan menjadi pertapa
karena merasa bersalah pada rajanya.
Penyebab
Runtuhnya Kerajaan Hindu-Buddha di Indonesia
- Setelah memasuki abad ke-10 sampai abad ke-12, kerajaan-kerajaan yang
bercorak Hindu maupun Buddha di Indonesia mulai mengalami kemunduran.
Faktor-faktor penyebab
runtuhnya kerajaan-kerajaan yang bercorak Hindu-Buddha sebagai berikut.
1. Terdesaknya
kerajaan-kerajaan kecil oleh kerajaan-kerajaan besar.
2. Tidak
ada pengaderan pemimpin sehingga tidak ada pemimpin pengganti yang setara
dengan pendahulunya.
3. Munculnya
perang saudara yang melemahkan kerajaan.
4. Kemunduran
ekonomi perdagangan negara.
5. Tersiarnya
agama Islam yang mendesak agama Hindu-Buddha.
Walaupun
kerajaan-kerajaan Hindu-Buddha telah runtuh, tetapi tradisinya masih hidup di
Nusantara. Berikut ulasan mengenai faktor-faktor penyebab runtuhnya tiga
kerajaan besar di Nusantara yang bercorak Hindu-Buddha.
Kerajaan
Sriwijaya mundur sejak abad ke-10, penyebab mundurnya oleh faktor-faktor
berikut.
a. Perubahan
keadaan alam di sekitar Palembang. Sungai Musi, Ogan Komering, dan sejumlah
anak sungai lainnya membawa lumpur yang diendapkan di sekitar Palembang
sehingga posisinya menjauh dari laut dan perahu sulit merapat.
b. Letak
Palembang yang makin jauh dari laut menyebabkan daerah itu kurang strategis
lagi kedudukannya sebagai pusat perdagangan nasional maupun internasional.
Sementara itu, terbukanya Selat Berhala antara Pulau Bangka dan Kepulauan
Singkep dapat menyingkatkan jalur perdagangan internasional sehingga Jambi
lebih strategis daripada Palembang.
c. Dalam
bidang politik, Sriwijaya hanya memiliki angkatan laut yang diandalkan. Setelah
kekuasaan di Jawa Timur berkembang pada masa Airlangga, Sriwijaya terpaksa
mengakui Jawa Timur sebagai pemegang hegemoni di Indonesia bagian timur dan
Sriwijaya di bagian barat.
d. Adanya
serangan militer atas Sriwijaya. Serangan pertama dilakukan oleh Teguh
Dharmawangsa terhadap wilayah selatan Sriwijaya (992) hingga menyebabkan utusan
yang dikirim ke Cina tidak berani kembali. Serangan kedua dilakukan oleh
Colamandala atas Semenanjung Malaya pada tahun 1017 kemudian atas pusat
Sriwijaya pada tahun 1023 – 1030.
a. Keadaan
alam bumi Mataram yang tertutup secara alamiah berakibat negara ini sulit
berkembang. Sementara, keadaan alam Jawa Timur lebih terbuka untuk perdagangan
luar, tidak ada pegunungan atau gunung yang merintangi, bahkan didukung adanya
Sungai Bengawan Solo dan Brantas yang memperlancar lalu lintas dari pedalaman
ke pantai. Apalagi, alam Jawa Timur belum banyak diusahakan sehingga tanahnya
lebih subur dibandingkan dengan tanah di Jawa Tengah.
b. Dari
segi politik, ada kebutuhan untuk mewaspadai ancaman Sriwijaya, terutama karena
Sriwijaya pada saat itu dikuasai dinasti Syailendra. Sebagai antisipasinya,
pusat kerajaan perlu dijauhkan dari tekanan Sriwijaya. Ketika Sriwijaya
sungguh-sungguh menyerang pada pertengahan abad ke-10, Mpu Sindok dapat
mematahkannya. Tetapi, serangan Sriwijaya berikutnya dibantu Raja Wurawari pada
tahun 1017 menghancurkan Mataram yang saat itu dipimpin Dharmawangsa. Kerajaan
Mataram yang kedua berdiri kembali di Jawa Tengah pada abad ke-16, kali ini
telah beragama Islam.
Kemunduran
Majapahit berawal sejak wafatnya Gajah Mada pada tahun 1364. Hayam Wuruk tidak
dapat memperoleh ganti yang secakap Gajah Mada. Jabatan-jabatan yang dipegang
Gajah Mada (semasa hidupnya, Gajah Mada memegang begitu banyak jabatan)
diberikan kepada tiga orang. Setelah Hayam Wuruk meninggal pada tahun 1389,
Majapahit benar-benar mengalami kemunduran.
Beberapa
faktor penyebab kemunduran Majapahit sebagai berikut.
a. Tidak
ada lagi tokoh di pusat pemerintahan yang dapat mempertahankan kesatuan wilayah
setelah Gajah Mada dan Hayam Wuruk meninggal.
b. Struktur
pemerintahan Majapahit yang mirip dengan sistem negara serikat pada masa modern
dan banyaknya kebebasan yang diberikan kepada daerah memudahkan wilayah-wilayah
jajahan untuk melepaskan diri begitu diketahui bahwa di pusat pemerintahan
sedang kosong kekuasaan.
c. Terjadinya
perang saudara, di antaranya yang terkenal adalah Perang Paregreg (1401-1406)
yang dilakukan oleh Bhre Wirabhumi melawan pusat Kerajaan Majapahit. Bhre
Wirabhumi diberi kekuasaan di wilayah Blambangan. Namun, ia berambisi untuk
menjadi raja Majapahit. Dalam cerita rakyat, Bhre Wirabhumi dikenal sebagai
Minak jingga yang dikalahkan oleh Raden Gajah atau Damarwulan. Selain perang
saudara, terjadi juga usaha memisahkan diri yang dilakukan Girindrawardhana
dari Kediri (1478).
d. Masuknya
agama Islam sejak zaman Kerajaan Kediri di Jawa Timur menimbulkan kekuatan baru
yang menentang kekuasaan Majapahit. Banyak bupati di wilayah pantai yang
masuk Islam karena kepentingan dagang dan berbalik melawan Majapahit.
4.
Penyebab
Runtuhnya Kerajaan kutai
Berdasarkan Yupa (tugu prasasti)
yang diketemukan, kerajaan Kutai runtuh ketika Raja Dharma Setia tewas ditangan
raja Kutai Kartanegara Raja Dharmasetia adalah anak dari Raja Mulawarman, cucu
dari raja Asmawarman, buyut dari raja Kudungga, Raja Dharma setia adalah raja
terakhir kerajaan Kutai.
5.
Penyebab
Runtuhnya Kerajaan sriwijaya
1)
Serangan
Raja Dharmawangsa pada tahun 990 M. Ketika itu yang berkuasa di Sriwijaya
adalah Sri Sudamani Warmadewa. Walaupun serangan ini tidak berhasil,
tetapi telah melemahkan Sriwijaya.
2)
Serangan
dari Kerajaan Colamandala yang diperintah oleh Raja Rajendracoladewa pada tahun
1023 dan 1030. Serangan ini ditujukan ke Semenanjung Malaka dan berhasil
menawan raja Sriwijaya. Serangan ketiga dilakukan pada tahun 1068 M dilakukan
oleh Wirarajendra, cucu Rajendracoladewa.
3)
Pengiriman
ekspedisi Pamalayu atas perintah Raja Kertanegara, 1275-1292, yang diterima
dengan baik oleh Raja Melayu (Jambi),, Mauliwarmadewa, semakin melemahkan
kedudukan Sriwijaya.
4)
Kedudukan
Kerajaan Sriwijaya makin terdesak karena munculnya kerajaan-kerajaan besar yang
juga memiliki kepentingan dalam dunia perdagangan, seperti Kerajaan Siam di
sebelah utara. Kerajaan Siam memperluas kekuasaanya ke arah selatan dengan
menguasai daerah-daerah di Semenanjung Malaka.
5)
Jatuhnya
Tanah Genting Kra ke dalam kekuasaan Kerajaan Siam yang mengakibatkan kegiatan
pelayaran perdagangan di Kerajaan Sriwijaya semakin berkurang.
6)
Dari
daerah timur, Kerajaan Sriwijaya terdesak oleh perkembangan Kerajaan Singasari
yang pada waktu itu diperintah oleh Raja Kertanegara.
7)
Para
pedagang yang melakukan aktivitas perdagangan di Kerajaan Sriwijaya semakin
berkurang, karena daerah-daerah strategis yang pernah dikuasai oleh Kerajaan
Sriwijaya telah jatuh ke kekuasaan raja-raja sekitarnya.
8)
Serangan
Kerajaan Majapahit dipimpin Adityawarman atas perintah Mahapatih Gajah Mada
pada tahun 1477 yang mengakibatkan Sriwijaya menjadi taklukan Majapahit
9)
Muncul
dan berkembangnya kerajaa
6.
Penyebab
Runtuhnya Kerajaan Singasari
1.
Memandang
Cina Mongol sebagai saingan dengan menolak utusan Cina Mongol dan
mempermalukannya. Sehingga Cina-Mongol menyerang Singasari.
2.
Ketika
tentara Mongol hendak menyerang, pasukan Singasari disiagakan dan dikirim ke
berbagai daerah di Laut Jawa dan Laut Cina Selatan sehingga pertahanan di ibu
kota lemah.
3.
Penyerangan
pasukan Kediri yang kemudian berhasil menduduki istana dan membunuh Kertanegara.
7.
Penyebab
Runtuhnya Kerajaan tarumanegara
Runtuhnya Tarumanegara belum dapat
di ketahui pasti, namun kerajaan Tarumanegara masih mengirimkan utusannya ke
cina sampai tahun 669 M. setelah itu tidak di dapatkan lagi berita. Kemungkinan
Tarumanegara di taklukan Sriwijaya (sepertihalnya terlulis dalam Prasasti
Prasasti Karang berahi). Sehingga dapat di duga runtuhnya Tarumanegara sekitar
+ tahun 669 M oleh serangan Sriwijaya
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Pendapat mengenai proses masuk dan berkembangnya kebudayaan
Hindu-Budha di Indonesia, yaitu hipotesis Waisya, Hipotesis Ksatria, Hipotesis
Brahmana dan teori Arus Balik. Masuk dan berkembangnya agama dan kebudayaan
Hindu-Budha membawa pengaruh besar di berbagai bidang. Kerajaan-kerajaan
yang bercorak Hindu-Budha merupakan salah satu bukti adanya pengaruh kebudayaan
Hindu-Budha di Indonesia. Setiap kerajaan dipimpin oleh seorang raja yang
memiliki kekuasaan mutlak dan turun-temurun. Kerajaan-kerajaan itu antara lain
: Kerajaan Kutai, Kerajaan Tarumanegara, Kerajaan
Sriwijaya, Mataram Kuno,
Kerajaan Singhasari,
Kerajaan Majapahit. Masuknya kebudayaan India ke Indonesia telah membawa
pengaruh terhadap perkembangan kebudayaaan di Indonesia. Namun kebudayaan asli
Indonesia tidak begitu luntur. Kebudayaan yang datang dari India mengalami
proses penyesuaian dengan kebudayaan, maka terjadilah proses akulturasi
kebudayaan.
B.
Saran
Kebudayaan yang berkembang di
Indoneisa pada tahap awal diyakini berasal dari India. Pengaruh itu diduga
mulai masuk pada awal abad masehi. Apabila kita membandingkan peninggalan
sejarah yang ada di Indonesia akan ditemukan kemiripan itu. Sebelum kenal
dengan kebudayaan India, bangunan yang kita miliki masih sangat sederhana. Saat
itu belum dikenal arsitektur bangunan seperti candi atau keraton. Tata kota di
pusat kerajaan juga dipengaruhi kebudayaan hindu. Demikian pula dalam hal
kebudayaan yang lain seperti peribadatan dan kesastraan.Kita harus menjaga kelestarian dan
budaya-budaya yang ditinggalkan agama Hindu-Budha.
DAFTAR PUSTAKA
Nasrudin Muh, Warsito S.W, Nursa’ban
Muh, Mari Belajar IPS VII, Jakarta
: Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan
Nasional, 2008
Iwan Setiawan dkk, Wawasan
Sosial, Jakarta : Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional Indonesia, 2008
Rickflefs,
M. C. Sejarah Indonesia Modern. Yogyaarta : Gajah Mada university Press, 1998
Armia, “Makalah
Kerajaan Hindu-Budha di Indonesia”, http://armia11ips104.blogspot.com/2012/10/makalah-kerajaan- hindu-budha-di.html, 18-09-2013.
MAKALAH
SEJARAH
INDONESIA
DISUSUN OLEH :
NAMA : PUTRI MAULIDA
KELAS : X
IPS 3
SMA NEGERI
1 MASBAGIK
2018
Tidak ada komentar:
Posting Komentar