BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Manusia
sebagai makhluk ciptaan Tuhan yang paling sempurna (Q.S. At-Tin: 5). Secara
fisik, manusia memiliki struktur tubuh yang sangat sempurna, ditambah lagi
dengan pemberian akal, maka ia adalah makhluk jasadiyah dan ruhaniyah.
Akal yang dianugrahkan kepada manusia memiliki tingkatan kecerdasan yang
berbeda-beda.
Banyak
orang meyakini bahwa orang yang cerdas adalah orang yang memiliki kemampuan Intelligence
Quotient (IQ) yang tinggi, namun pada kenyataannya, tidak semua orang yang
memiliki kemampuan IQ yang tinggi itu memiliki kemampuan adaptasi, sosialisi,
pengendalian emosi, dan kemampuan spiritual. Banyak orang yang memiliki
kecerdasan IQ, namun ia tidak memiliki kemampuan untuk bergaul, bersosialisai
dan membangun komunikasi yang baik dengan orang lain. Banyak juga orang yang
memiliki kemampuan IQ, tapi ia tidak memiliki kecerdasan dalam melakukan
hal-hal yang dapat menentukan kebehasilannya di masa depan, prioritas-prioritas
apa yang mesti dilakukan untuk menuju sukses dirinya.
B. Rumusan
Masalah
1.
Apa Pengertian
Kecerdasan Emosional ?
2. Apa Tujuan Lembaga Pendidikan ?
3. Bagaimana Cara Al-Qur'an Sebagai Solusi dalam
Membangun Kecerdasan Emosional Siswa ?
4. Apa Peran Orang Tua dan Guru dalam Membangun
EQ pada diri Siswa ?
C. Tujuan
1.
Untuk
mengetahui Pengertian Kecerdasan Emosional
2. Untuk mengetahui Tujuan Lembaga Pendidikan
3. Untuk mengetahui Cara Al-Qur'an Sebagai
Solusi dalam Membangun Kecerdasan Emosional Siswa
4. Untuk mengetahui Peran Orang Tua dan Guru
dalam Membangun EQ pada diri Siswa
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Kecerdasan Emosional
Kecerdasan
emosional (bahasa Inggris: emotional quotient,
disingkat EQ) adalah kemampuan seseorang untuk menerima, menilai, mengelola, serta
mengontrol emosi
dirinya dan orang lain di sekitarnya.[1]
Dalam hal ini, emosi mengacu pada perasaan
terhadap informasi
akan suatu hubungan.
[2]
Sedangkan, kecerdasan (intelijen) mengacu pada kapasitas untuk memberikan
alasan yang valid akan suatu hubungan.[2]
Kecerdasan emosional (EQ) belakangan ini dinilai tidak kalah penting dengan
kecerdasan intelektual (IQ).[1]
Sebuah penelitian mengungkapkan bahwa kecerdasan emosional dua kali lebih
penting daripada kecerdasan intelektual dalam memberikan kontribusi
terhadap kesuksesan seseorang.
Menurut
Howard Gardner
(1983) terdapat lima pokok utama dari kecerdasan
emosional seseorang, yakni mampu menyadari dan mengelola emosi diri sendiri,
memiliki kepekaan terhadap emosi orang lain, mampu merespon dan bernegosiasi
dengan orang lain secara emosional, serta dapat menggunakan emosi sebagai alat untuk memotivasi diri.
B.
Tujuan Lembaga Pendidikan
Sekolah
merupakan lembaga pendidikan yang bertujuan mengembangkan kecerdasan spiritual,
kecerdasan emosional, dan kecerdasan intelektual pada diri pelajar. Sehingga
membentuk karakter bangsa yang taat kepada agama, berakhlak mulia, dan berwawasan
luas. Pengertian pendidikan yang tertera dalam Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menjelaskan pendidikan
adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya
untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,
kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya,
masyarakat, bangsa dan negara.[1][1] Berdasarkan
hal tersebut jelas bahwa tujuan pendidikan nasional mengedepankan pentingnya
kecerdasan spiritual dan kecerdasan emosional dan berwawasan luas dalam
kehidupan rakyat Indonesia. Dalam bahasan ini, penulis akan membahas tentang
bagaimana pentingnya memiliki kecerdasan emosional.
C.
Al-Qur'an Sebagai Solusi dalam Membangun
Kecerdasan Emosional Siswa
Kecakapan
emosional mencakup pengendalian diri, semangat, dan ketekunan, serta kemampuan
untuk memotivasi diri sendiri. Kecerdasan emosional dapat diajarkan dan akan
memberikan peluang yang lebih baik dalam memanfaatkan potensi intelektual.
Kecerdasan emosional sangat diperlukan untuk menanggulangi tumbuhnya sifat
mementingkan diri sendiri, mengutamakan tindak kekerasan, dan sifat-sifat jahat
yang lain. Orang yang memiliki kecerdasan emosional dapat mengendalikan diri,
memiliki kontrol moral, memiliki kemauan yang baik, dapat berempati (mampu
membaca perasaan orang lain), serta peka terhadap kebutuhan dan penderitaan
orang lain sehingga memiliki karakter (watak) terpuji dan membangun hubungan
antar pribadi yang lebih harmonis.[2][2] Di dalam
kitab suci Al-Qur’an, Allah SWT memerintahkan kita untuk senantiasa bersabar
supaya kita mendapatkan pertolongan dari-Nya. Sifat sabar berkaitan dengan
kecerdasan emosional. Maka perintah sabar yang tertera dalam kitab suci
Al-Qur’an merupakan pembelajaran bagi manusia agar mereka dapat mengembangkan
kercerdasan emosionalnya. Allah SWT berfirman:
Artinya:
“Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. dan Sesungguhnya yang
demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyu',” (Q.S.
Al-Baqarah: 45)
Mintalah
pertolongan kepada Allah, untuk menghilangkan sifat-sifat pemalsuan, takabbur,
dan keras hati kamu.[3][3]
Allah
SWT berfirman dalam ayat lain yang berkaitan dengan kata sabar yang berhubungan
dengan moral dan etika. Adapun moral dan etika yang baik adalah ciri dari
kecerdasan emosional. Bunyi ayat Al-Qur’an tersebut yaitu:
Artinya:
“Dan orang-orang yang sabar karena mencari keridhaan Tuhannya, mendirikan
shalat, dan menafkahkan sebagian rezki yang Kami berikan kepada mereka, secara
sembunyi atau terang-terangan serta menolak kejahatan dengan kebaikan;
orang-orang Itulah yang mendapat tempat kesudahan (yang baik)”.(QS.Ar-Rad:22)
Ayat
di atas menunjukkan bahwa ajaran moral dan etika dalam Islam memiliki kekhasan
bersumber dari Allah subhanahu wa ta’ala.
Atau dengan kata lain memiliki sibgah
rabbaniyyah (celupan warna ketuhanan), baik dari segi sumbernya maupun
tujuannya. Sumbernya adalah perintah Allah subhanahu
wa ta’ala, dan tujuannya adalah mencapai keridaan-Nya.
Sabar
adalah upaya menahan diri berdasarkan tuntutan akal dan agama, atau menahan
diri dari segala sesuatu yang harus ditahan menurut pertimbangan akal dan
agama. Dengan demikian sabar adalah kata yang memiliki makna umum. Namanya bisa
beragam sesuai perbedaan obyeknya. Jika menahan diri dalam keadaan mendapat
musibah disebut sabar, kebalikannya adalah al-jaza’u
(sedih dan keluh kesah).[4][4]
Kedua
ayat di atas mengandung pelajaran tentang bagaimana cara mengembangkan
kecerdasan emosional. Seperti yang dijelaskan di atas, bahwa dengan sabar dan
shalat akan menghilangkan sifat-sifat pemalsuan, takabbur, dan keras hati.
Sedangkan penjelasan dari ayat yang lainnya menerangkan bahwa sabar merupakan
upaya menahan diri dari segala sesuatu yang harus ditahan menurut pertimbangan
akal dan agama. Dari keterangan tersebut dapat diartikan bahwa sifat sabar
merupakan salah satu cara yang tepat untuk mengembangkan kecerdasan emosional
dalam diri seseorang.
Adapun
membangun kecerdasan emosional siswa berarti bertujuan membangun kesadaran dan
pengetahuan anak dalam upaya mengembangkan kemampuan nilai-nilai moral dalam
dirinya. Seseorang yang memiliki kecerdasan emosional akan mampu mengatasi
beban hidup yang berat menjadi ringan. Termasuk mampu mengatasi semua
kekurangan, stres, dan depresi. Kecerdasan emosional membimbing dan menciptakan
motivasi untuk menjalani berbagai aktivitas sehingga terbentuk pribadi yang
tangguh secara mental dan fisik, yang siap berjuang untuk meraih prestasi
terbaik di dalam hidupnya.
Sedangkan
tanpa kesadaran emosi, tanpa kemampuan untuk mengenali dan menilai perasaan
serta bertindak jujur menurut perasaan tersebut, kita tidak dapat bergaul
secara baik dengan orang lain, tidak dapat membuat keputusan dengan mudah, dan
sering terombang-ambing, dan tidak menyadari diri sendiri.[5][5]
Kenakalan
pelajar adalah sebagian contoh dari kurangnya kecerdasan emosional pada diri
mereka. Masalah lain yang muncul ialah bertalian dengan perilaku sosial,
moralitas, dan keagamaan misalnya: 1). Keterikatan hidup dalam gang (peers group) yang tidak terbimbing mudah menimbulkan juvenile deliquency (kenakalan remaja)
yang berbentuk perkelahian antar kelompok, pencurian, perampokan, prostitusi,
dan bentuk-bentuk perilaku antisosial lainnya 2). Konflik dengan orang tua,
yang mungkin berakibat tidak senang di rumah, bahkan minggat (melarikan diri
dari rumah) 3). Melakukan perbuatan-perbuatan yang justru bertentangan dengan
norma masyarakat atau agamanya, seperti menghisap ganja, narkotika, dan
sebagainya.[6][6] Dari masalah
ini, peran orang tua dan guru sangat penting dalam pembentukan karakter yang
baik kepada anak agar perilaku buruk tersebut tidak terjadi pada diri mereka.
D.
Peran Orang Tua dan Guru dalam Membangun EQ pada
diri Siswa
Orang
tua merupakan pendidikan utama dan pertama bagi anak-anak mereka, karena
merekalah anak mula-mula menerima pendidikan. Dengan demikian bentuk pertama
dari pendidikan terdapat dalam kehidupan keluarga.[7][7]
Selain pendidikan pertama bagi anak-anaknya, orang tua juga adalah teladan
pertama yang menjadi contoh bagi anak-anak mereka. Keteladanan yang baik
membawa kesan positif dalam jiwa anak. Orang yang paling banyak diikuti oleh
anak adalah orang tuanya. Mereka pulalah yang paling kuat menanamkan
pengaruhnya ke dalam jiwa anak.[8][8]
Apabila
orang tua tidak mendidik anak dengan baik maka akan berakibat buruk bagi
psikologi anak. Beberapa kesalahan dalam mendidik anak di antarnya terlalu
royal membelikan hadiah kepada anak, terlalu menuntut, terlalu membebani anak
dengan masalah yang belum tepat pada usianya, tidak ada waktu untuk mereka,
membanding-bandingkan anak, berperilaku yang tidak selayaknya di hadapan anak,
dan kurang bisa menahan emosi di hadapan anak. Dampak atau akibat yang ditimbulkan
dari kesalahan orang tua dalam mendidik anak adalah mereka menjadi anak yang
manja, tidak dapat mengembangkan potensi dirinya karena tuntutan orang tua yang
berlebihan, tidak dapat menyelesaikan permasalah diri sendiri, tidak dapat
mengatur waktu dengan baik, pilih-kasih dalam bergaul, dan tidak mampu
mengelola emosi mereka dengan baik.
Selain
orang tua, sekolah juga berperan dalam mencerdaskan emosional anak. Seperti
yang dijelaskan di atas, sekolah memiliki tujuan yaitu mengedepankan pentingnya
kecerdasan spiritual dan kecerdasan emosional dan berwawasan luas dalam
kehidupan rakyat Indonesia. Di dalam lingkungan sekolah, terdapat tenaga
pendidik yang bertugas membimbing emosional siswa supaya mereka mampu menjadi
manusia yang cerdas secara emosional. Guru yang memiliki peran penting dalam
mengembangkan kecerdasan emosional siswa adalah guru Pendidikan Agama Islam.
Guru
pendidikan agama Islam berperan dalam pengembangan kecerdasan emosional pada
diri anak. Peranan guru dalam pengembangan kecerdasan emosional (EQ) adalah
sebagai perencana, model, motivator, fasilitator dan evaluator. Sebagai
pengajar guru membantu siswa agar mampu mengenal dan memahami emosi yang
dialami, mengelola emosi yang dialami, memotivasi diri, memahami emosi
teman-temannya atau orang lain dan mengembangkan hubungan dengan teman-temannya
atau dengan orang lain.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Kecerdasan
emosional (bahasa Inggris:
emotional quotient, disingkat EQ) adalah kemampuan
seseorang untuk menerima, menilai, mengelola, serta mengontrol emosi
dirinya dan orang lain di sekitarnya.[1]
Dalam hal ini, emosi mengacu pada perasaan
terhadap informasi akan suatu hubungan.
[2]
Sedangkan, kecerdasan (intelijen) mengacu pada kapasitas untuk memberikan
alasan yang valid akan suatu hubungan.[2]
Kecerdasan emosional (EQ) belakangan ini dinilai tidak kalah penting dengan
kecerdasan intelektual (IQ).[1]
Sebuah penelitian mengungkapkan bahwa kecerdasan emosional dua kali lebih
penting daripada kecerdasan intelektual dalam memberikan kontribusi
terhadap kesuksesan seseorang.
Tujuan pendidikan nasional mengedepankan pentingnya
kecerdasan spiritual dan kecerdasan emosional dan berwawasan luas dalam
kehidupan rakyat Indonesia.
Adapun membangun kecerdasan emosional siswa berarti
bertujuan membangun kesadaran dan pengetahuan anak dalam upaya mengembangkan
kemampuan nilai-nilai moral dalam dirinya. Seseorang yang memiliki kecerdasan
emosional akan mampu mengatasi beban hidup yang berat menjadi ringan. Termasuk
mampu mengatasi semua kekurangan, stres, dan depresi. Kecerdasan emosional
membimbing dan menciptakan motivasi untuk menjalani berbagai aktivitas sehingga
terbentuk pribadi yang tangguh secara mental dan fisik, yang siap berjuang
untuk meraih prestasi terbaik di dalam hidupnya.
DAFTAR
PUSTAKA
https://id.wikipedia.org/wiki/Kecerdasan_emosional
http://kecerdasaneq.blogspot.co.id/
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.......................................................................................................
DAFTAR ISI......................................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN..................................................................................................
A. Latar Belakang.............................................................................................................
B. Rumusan Masalah........................................................................................................
C. Tujuan...........................................................................................................................
BAB II PEMBAHASAN...................................................................................................
A. Pengertian
Kecerdasan Emosional ............................................................................
B. Tujuan
Lembaga Pendidikan ....................................................................................
C. Al-Qur'an
Sebagai Solusi dalam Membangun Kecerdasan Emosional Siswa .......
D. Peran
Orang Tua dan Guru dalam Membangun EQ pada diri Siswa ..................
BAB III PENUTUP...........................................................................................................
A.
Kesimpulan...................................................................................................................
DAFATAR PUTAKA.......................................................................................................
KATA
PENGANTAR
Sembah
sujud penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT karena anugerah dan rahmat-Nya
jualah sehingga makalah ini dapat terselesaikan. Dalam penyusunan makalah ini,
penulis telah berusaha semaksimal mungkin, yang mana telah memakan waktu dan
pengorbanan yang tak ternilai dari semua pihak yang memberikan bantuannya, yang
secara langsung merupakan suatu dorongan yang positif bagi penulis ketika
menghadapi hambatan-hambatan dalam menghimpun bahan materi untuk menyusun
makalah ini.
Namun
penulis menyadari bahwa makalah ini masih sangat jauh dari kesempurnaan, baik
dari segi penyajian materinya maupun dari segi bahasanya. Karena itu saran dan
kritik yang bersifat konstruktif senantiasa penulis harapkan demi untuk
melengkapi dan menyempurnakan makalah ini.
MAKALAH
MENINGKATKAN KECERDASAN
EMOSIONAL
MELALUI AL-QUR’AN
Dosen Pengampu : Wawan
Kurnia, M.Pd
DISUSUN OLEH :
NAMA KELOMPOK :
1. ANDRIYANI
2. JULIANA
3. LILIK
RUKMARDIANTI
4. SAIDAH
5. MARYUNI
SEKOLAH
TINGGI ILMU TARBIAYAH
NAHDLATUL
ULAMA (STITNU)
ALMAHSUNI
DANGER
TP.
2017 / 2018
[8][8] Muhammad Ibnu
Abdul Hafidh Suwaid, Cara Nabi Mendidik
Anak (Jakarta: Al-I’tishom Cahaya Umat, 2006), h. 57