BAB
I
PENDAHULUAN
1.1.Latar
Belakang
Mukjizat adalah sebuah peristiwa, urusan,
perkara yang luar biasa yang dibarengi dengan tantangan dan tidak bisa
dikalahkan.makalah ini membahas tentang mukjizat al-quran Diantara kemurahan Allah
terhadap manusia, adalah bahwa Dia tidak saja menganugerahkan fitrah yang suci
yang dapat membimbingnya kepada kebaikan, bahkan juga dari masa kemasa mengutus
seorang rasul yang membawa kitab sebagai pedoman hidup dari Allah dan mengajak
manusia untuk beribadah kepada-Nya semata. Setiap rasul yang diutus selain
membawa kitab yang didalamnya mengandung kabar gembira dan peringatan, juga
Allah bekali mereka dengan berbagai mukjizat untuk membantu mereka dalam
berbagai kesulitan dan tantangan dari masyarakat yang menolak risalahnya sesuai
dengan tingkat dan pola pikir masyarakatnya.
Nabi Muhammad Saw., diutus ketika masyarakat Arab
ahli dalam bahasa dan sastra. Dimana-mana diadakan musabaqah (perlombaan) dalam
menyusun syair atau khutbah, petuah dan nasehat. Syair-syair yang dinilai
indah, digantung dika’bah sebagai penghormatan kepada penggubahnya sekaligus
untuk dapat dinikmati oleh yang melihat dan membacanya. Penyair mendapat
kedudukan yang sangat istimewa dalam masyarakat Arab.
Pada saat turunnya al-Quran sebenarnya
orang-orang Arab adalah masyarakat yang paling mengetahui tentang keunikan dan
keistimewaan al-Quran serta ketidak mampuan mereka untuk menyususun
seumpamanya. Namun diantara mereka tidak mengakuinya, bahkan suatu kali mereka
menyatakan bahwa al-Quran adalah syair, al-Quran adalah sihir ulung atau
pendukunan. Karenanya al-Quran datang menantang mereka untuk menyusun semacam
al-Quran, ternyata mereka tidak mampu menyusun seperti susunan al-Quran yang
indah dan bersastra tinggi, maka jelaslah kemukjizatan al-Quran. Untuk mengkaji
lebih lanjut tentang mukjizat al-Qur an, maka dalam makalah ini akan dibahas
tentang pengertian mukjizat, macam-macam mukjizat, bentuk dan tahapan tantangan
al-Quran, aspek-aspek kemukjizatan al-Quran, paham ash-sharfah, dan penutup.
1.2.Rumusan
Masalah
1.
Apa
Pengertian Mukjizat ?
2. Sebut dan Jelaskan Macam-Macam
Mukjizat !
3. Bagaimana Bentuk dan Tahapan
Tantangan Al Quran ?
4. Apa Saja Aspek-Aspek Kemukjizatan Al
Quran ?
5. Apa Yang Dimaksud Dengan Paham
As-Sharfah ?
1.3.Tujuan
1.
Mengetahui
Pengertian Mukjizat
2.
Mengetahui
Macam-Macam Mukjizat
3.
Mengetahui
Bentuk dan Tahapan Tantangan Al Quran
4.
Mengetahui
Aspek-Aspek Kemukjizatan Al Quran
5.
Mengetahui
Paham As-Sharfah
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1.Pengertian Mukjizat
Dalam
Kamus Besar Bahasa Indonesia dijelaskan bahwa kata mukjizat diartikan sebagai kejadian (peristiwa) yang
sukar dijangkau oleh kemampuan akal manusia. Kata mukjizat terambil dari bahasa
Arab أعجز (a’jaza) yang berarti melemahkan atau menjadikan tidak mampu.
Sedangkan kata أعجز (a’jaza) itu sendiri berasal dari kata عجز (‘ajaza) yang
berarti tidak mempunyai kekuatan (lemah). Pelakunya (yang melemahkan) dinamai
mukjiz, dan bila kemampuannya melemahkan pihak lain amat menonjol sehingga
mampu membungkam lawan, maka dinamaiمعجزة (mu’jizat). Tambahan ta marbuthah
pada akhir kata itu mengandung makna mubalaghah (superlatif).
Dengan
redaksi yang berbeda, mukjizat didefinisikan pula sebagai sesuatu yang luar
biasa yang diperlihatkan Allah melalui para nabi dan rasul-Nya sebagai bukti
atas kebenaran pengakuan kenabian dan kerasulannya. Dalam al-Quran, kata ‘ajaza
dalam berbagai bentuk terulang sebanyak 26 kali dalam 21 surat dan 25 ayat.
Dalam
Kamus al-Mu’jam al-Washith, mukjizat diartikan:
أمر خارق للعادة يظهره الله على يد نبي تابدا لنبوته
“Sesuatu (hal atau urusan) yang
menyalahi adat kebiasaan yang ditampakkan Allah diatas kekuasaan seorang nabi
untuk memperkuat kenabiannya.”
Imam
Jalaluddin al-Sayuti menjelaskan bahwa mukjizat itu adalah:
أمر خارق للعادة, مقرون بالتحدى, سالم من المعارضة
“Suatu hal atau peristiwa luar biasa
yang disertai tantangan dan selamat (tidak ada yang sanggup) menjawab tantangan
tersebut.”
Sedangkan
menurut Manna al-Qattan, I’jaz (kemukjizatan) adalah menetapkan kelemahan.
Kelemahan menurut pengertian umum adalah ketidak mampuan mengerjakan sesuatu,
lawan dari qudrah (potensi, power, kemampuan). Apabila kemukjizatan muncul,
maka nampaklah kemampuan mu’jiz (sesuatu yang melemahkan. Yang dimaksud dengan
i’jaz dalam pembahasan ini ialah menampakkan kebenaran nabi dalam pengakuannya
sebagai seorang rasul, dengan menampakkan kelemahan orang Arab dalam melawan
mukjizat yang kekal yakni al-Quran.
Maka
mukjizat adalah sebuah peristiwa, urusan, perkara yang luar biasa yang
dibarengi dengan tantangan dan tidak bisa dikalahkan. Al-Quran menantang
orang-orang Arab, mereka tidak kuasa melawan meskipun mereka merupakan
orang-orang yang fasih, hal ini tiada lain karena al-Quran adalah mukjizat.
Berdasarkan
defenisi diatas maka dapat dikemukakan tiga unsur pokok mukjizat, yaitu:
1. Mukjizat harus menyalahi tradisi
atau adat kebiasaan.
2. Mukjizat harus dibarengi dengan
perlawanan, dan
3. Mukjizat tidak terkalahkan.
Sedangkan
menurut M. Qurais Shihab ada empat unsur yang harus menyertai sesuatu sehingga
ia dinamakan mukjizat. Keeempat unsur itu adalah:
1. Hal atau peristiwa yang luar biasa.
Yang
dimaksud luar biasa adalah sesuatu yang berada diluar jangkauan sebab akibat
yang diketahui secara umum hukum-hukumnya.
2. Terjadi atau dipaparkan oleh seorang
yang mengaku nabi.
Apabila
hal-hal yang luar biasa terjadi bukan dari seseorang yang mengaku nabi, ia
tidak dinamai mukjizat.
3. Mengandung tantangan terhadap yang
meragukan kenabian.
Tantangan
ini harus berbarengan dengan pengakuannya sebagai nabi, bukan sebelumnya.
4. Tantangan tersebut tidak mampu atau
gagal dilayani.
Bila
yang ditantang berhasil melakukan hal yang serupa, maka ini berarti bahwa
pengakuan sang penantang tidak terbukti.
2.2.Macam-Macam Mukjizat
Secara
garis besar mukjizat dapat dibagi dalam dua bagian pokok, yaitu mukjizat yang
bersifat hissiyah (material indrawi), dan mukjizat yang bersifat ‘aqliyah
(rasional).[14] Mukjizat nabi-nabi terdahulu semuanya merupakan jenis pertama.
Mukjizat mereka bersifat material dan indrawi dalam arti keluarbiasaan tersebut
dapat disaksikan atau dijangkau langsung lewat indra oleh masyarakat tempat
nabi tersebut menyampaikan risalahnya, seperti perahu nabi Nuh yang dibuat atas
petunjuk Allah sehingga mampu bertahan dalam situasi ombak dan gelombang yang
demikian dahsyat; tidak terbakarnya nabi Ibrahim dalam kobaran api; tongkat
nabi Musa yang berobah menjadi ular; penyembuhan yang dilakukan nabi Isa atas
izin Allah dan lain-lain. Semuanya bersifat material indrawi, terbatas pada
lokasi tempat nabi tersebut berada dan berakhir dengan wafatnya masing-masing
nabi. Berbeda dengan mukjizat nabi Muhammad Saw, sifatnya bukan material
indrawi, tetapi ‘aqliyah (dapat dipahami oleh akal). Karena sifatnya yang
demikian, maka ia tidak terbatas pada suatu tempat atau masa tertentu. Mukjizat
al-Quran dapat dijangkau oleh setiap orang yang menggunakan akalnya, kapan dan
dimanapun berada.
Perbedaan
ini disebabkan oleh dua hal pokok. Pertama, para nabi sebelum nabi Muhammad
Saw., ditugaskan untuk masyarakat dan masa tertentu. Karena itu, mukjizat
mereka hanya berlaku untuk masa dan masyarakat tersebut, tidak untuk sesudah
mereka. Ini berbeda dengan nabi Muhammad Saw., yang diutus untuk seluruh umat
manusia hingga akhir zaman, sehingga bukti kebenaran ajarannya harus selalu
siap dipaparkan kepada setiap orang yang ragu kapanpun dan dimanapun mereka
berada.
Kedua,
manusia mengalami perkembangan dalam pemikirannya. Umat para nabi sebelum nabi
Muhammad Saw., amat membutuhkan bukti kebenaran yang harus sesuai dengan
tingkat pemikiran mereka, bukti tersebut harus jelas dan terjangkau indra
mereka. Tetapi, setelah manusia mulai menanjak ke tahap kedewasaan berpikir,
maka bukti yang bersifat indrawi tidak dibutuhkan lagi. Ini bukan berarti bahwa
tidak terjadi hal-hal luar biasa dari atau melalui nabi Muhammad Saw. Keluarnya
air dari celah jari-jari beliau, makanan yang sedikit dapat mencukupi orang
banyak, genggaman pasir yang beliau lontarkan kepada kaum musyrik dalam perang
badar hingga menutupi pandangan mereka, dan lain-lain merupakan hal-hal luar
biasa yang telah terjadi.
Namun
demikian dapat disimpulkan, Pertama, Bahwa mukjizat itu luar biasa dalam
mengatasi segala persoalan manusia, tiada yang kuasa membuatnya, selain Allah
menentukan ketentuan tersebut. Kedua, bahwa antara mukjizat nabi yang satu
dengan lainnya adalah sama fungsinya, yaitu untuk memainkan peranannya dan
mengatasi kepandaian kaumnya, disamping membuktikan kekuasaan Allah diatas
segala-galanya.
2.3.Bentuk dan Tahapan Tantangan Al Quran
Tantangan yang datang dari al-Quran
terdiri dari dua bentuk, yaitu:
1. Tantangan umum
Tantangan
ini ditujukan kepada semua golongan, baik kaum filosof, cendikiawan, ulama, dan
hukama, serta semua manusia tanpa kecuali, orang Arab atau orang Ajam, orang
putih atau orang hitam, mukmin atau kafir. Hal ini dijelaskan Allah dalam
al-Quran surat al-Isra’ ayat 88.
2. Tantangan khusus
Tantangan
ini ditujukan khusus kepada orang-orang Arab, terutama bagi orang-orang kafir
Quraisy. Tantangan bertanding khusus ini terbagi atas dua macam, yaitu :
a. Tantangan yang bersifat kulli
(keseluruhan), yaitu tantangan dengan seluruh al-Quran mengenai hukum-hukumnya,
keindahan bahasanya, balaghahnya dan kejelasannya. Hal ini dijelaskan Allah
dalam surat al-Thuur ayat 34.
b. Tantangan yang bersifat juz’i
(sebagian), yaitu tantangan untuk mendatangkan sepuluh surat atau satu surat
saja yang menyerupai surat-surat al-Quran. Hal ini sebagaimana dijelaskan Allah
dalam surat Hud ayat 13 dan surat al-Baqarah ayat 23.
Adapun tahapan-tahapan tantangan al-Quran adalah sebagai
berikut:
Pertama, Allah menantang untuk
membuat semacam “keseluruhan al-Quran”, sebagaimana dipahami dari surat
al-Thuur ayat 34,
فَلْيَأْتُوا بِحَدِيثٍ مِثْلِهِ إِنْ كَانُوا
صَادِقِينَ (الطور: 34)
“Maka hendaklah
mereka mendatangkan kalimat yang semisal al-Quran itu jika mereka termasuk
orang-orang yang benar.” (Al-Thuur : 34).
Dalam satu riwayat dinyatakan bahwa
ketika ayat ini turun untuk menantang orang-orang kafir Quraisy yang meragukan
dan menolak kebenaran al-Quran, maka mereka berdalih “kami tidak mengetahui
sejarah umat terdahulu” (yang merupakan sebagian kandungan al-Quran).
Adapun yang dimaksud dengan kalimat
بحديث (bihadiitsin) dalam ayat diatas adalah tandingan al-Quran, namun ternyata
mereka tidak mampu mendatangkan sesuatu yang menyamai al-Quran.
Kedua, Allah meringankan tantangan,
yaitu menantang untuk membuat sepuluh surat saja yang menyamai al-Quran,
sebagaimana dinyatakan Allah Swt., dalam surat Hud ayat 13,
أَمْ يَقُولُونَ افْتَرَاهُ قُلْ فَأْتُوا بِعَشْرِ سُوَرٍ مِثْلِهِ
مُفْتَرَيَاتٍ وَادْعُوا مَنِ اسْتَطَعْتُمْ مِنْ دُونِ اللَّهِ إِنْ كُنْتُمْ
صَادِقِينَ (هود:13)
“Bahkan mereka
mengatakan: “Muhammad telah membuat-buat al-Quran itu”, Katakanlah: “(Kalau
demikian), Maka datangkanlah sepuluh surat yang menyamainya, dan panggillah
orang-orang yang kamu sanggup memanggilnya selain Allah jika kamu memang
orang-orang yang benar.” (Hud : 13).
Kata مفتريات (muftarayaat) yang
diterjemahkan dengan “dibuat-buat” dalam ayat diatas adalah tudingan
orang-orang kafir Quraisy terhadap nabi Muhammad Saw., bahwa al-Quran itu
dibuat-buat, oleh karenanya Allah menantang, kalaupun al-Quran itu dibuat-buat
(bohong), jikalau mereka mampu menyusun redaksi seindah dan seteliti al-Quran
maka itu sudah cukup untuk mengakui kebenaran dugaan mereka, tetapi tantangan
kedua inipun tidak sanggup mereka layani.
Ketiga, Allah meringankan lagi
tantangan, yaitu tantangan untuk membuat satu surat saja yang menyamai
al-Quran, sebagaimana firman Allah Swt., dalam surat Yunus ayat 38,
أَمْ يَقُولُونَ افْتَرَاهُ قُلْ فَأْتُوا بِسُورَةٍ مِثْلِهِ
وَادْعُوا مَنِ اسْتَطَعْتُمْ مِنْ دُونِ اللَّهِ إِنْ كُنْتُمْ صَادِقِينَ (يونس:
38)
“Atau
patutkah mereka berkata, “Dia (Muhammad) membuat-buatnya?”, Katakanlah (kalau
benar tuduhan kamu itu), maka buatlah satu surah semacamnya dan panggillah
siapapun yang dapat kamu panggil selain Allah, jika kamu memang orang-orang
yang benar.” (Yunus : 38).
Tiga tahapan tantangan tersebut
semuanya disampaikan ketika nabi Muhammad Saw., masih berada di Mekkah.
Keempat, Ketika nabi sudah hijrah ke
Madinah Allah menantang kembali dengan tantangan yang lebih ringan lagi yaitu
membuat satu surat yang hampir sama dengan al-Quran, sebagaimana dapat dipahami
dalam surat al-Baqarah ayat 23,
وَإِنْ كُنْتُمْ فِي رَيْبٍ مِمَّا نَزَّلْنَا عَلَى عَبْدِنَا
فَأْتُوا بِسُورَةٍ مِنْ مِثْلِهِ وَادْعُوا شُهَدَاءَكُمْ مِنْ دُونِ اللَّهِ
إِنْ كُنْتُمْ صَادِقِينَ (البقرة: 23)
“Dan jika kamu
(tetap) dalam keraguan tentang al-Quran yang kami wahyukan kepada hamba kami
(Muhammad), maka buatlah satu surat yang seumpamanya dan panggillah
penolong-penolongmu selain Allah jika kamu orang-orang yang benar.” (al-Baqarah
: 23).
Ayat 23 yang terdapat dalam surat
al-Baqarah ini mirip redaksinya dengan ayat 38 dalam surat Yunus. Perbedaannya
antara lain pada kalimat (fa’tuu bisuuratin mitslihi dan fa’tuu bisuuratin min
mitslihi). Kata من (min) disini diartikan “lebih kurang”, sehingga dengan
demikian tantangan ini lebih rendah daripada tantangan sebelumnya yang menuntut
membuat satu surah tanpa menggunakan kata من(min) atau “lebih kurang”.
Memang sejak semula Allah telah
menegaskan bahwa siapapun dan kapanpun al-Quran tetap menjadi mukjizat dan
tidak dapat ditandingi. Hal ini dapat kita pahami dari firman Allah dalam surat
al-Isra’ ayat 88,
قُلْ لَئِنِ اجْتَمَعَتِ الْإِنْسُ وَالْجِنُّ عَلَى أَنْ يَأْتُوا
بِمِثْلِ هَذَا الْقُرْءَانِ لَا يَأْتُونَ بِمِثْلِهِ وَلَوْ كَانَ بَعْضُهُمْ
لِبَعْضٍ ظَهِيرًا(الإسراء: 88)
“Katakanlah (hai Muhammad): Sesungguhnya jika manusia dan
jin berkumpul untuk membuat yang serupa al-Quran ini, niscaya mereka tidak akan
dapat membuat yang serupa dengannya, sekalipun sebagian mereka menjadi pembantu
sebagian yang lain.” (al-Isra’ : 88).
Dengan demikian jelaslah bahwa tahap
demi tahap tantangan al-Quran, ternyata tidak seorangpun sanggup untuk memenuhi
tantangan tersebut, terutama orang-orang Arab kafir Quraisy yang dengan
terang-tarangan tidak menerima kebenaran al-Quran. Dengan demikian jelaslah
mukjizat al-Quran yang benar-benar diwahyukan Allah untuk nabinya Muhammad
Saw., yang ummi.
2.4.Aspek-Aspek Kemukjizatan Al Quran
Para
ulama sepakat bahwasanya al-Quran tidaklah melemahkan manusia untuk
mendatangkan sepadan al-Quran hanya karena satu aspek saja, akan tetapi karena
beberapa aspek, baik aspek lafzhiyah (morfologis), ma’nawiyah (semantik) dan
ruhiyah (psikologis). Semuanya bersandarkan dan bersatu, sehingga melemahkan
manusia untuk melawannya.
Namun
demikian mereka berbeda pendapat dalam meninjau segi kemukjizatan al-Quran.
Perbedaan itu adalah sebagai berikut:
a. Sebagian ulama berpendapat bahwa
segi kemukjizatan al-Quran adalah sesuatu yang terkandung dalam al-Quran itu
sendiri, yaitu susunan yang tersendiri dan berbeda dengan bentuk puisi orang
Arab maupun bentuk prosanya, baik dalam permulaannya, maupun suku kalimatnya.
b. Sebagian yang lain berpendapat bahwa
segi kemukjizatan al-Quran itu terkandung dalam lafal-lafalnya yang jelas,
redaksinya yang bernilai sastra dan susunannya yang indah, karena nilai sastra
yang terkandung dalam al-Quran itu sangat tinggi dan tidak ada bandingannya.
c. Ulama lain berpendapat bahwa
kemukjizatan itu karena al-Quran terhindar dari adanya pertentangan, dan
mengandung arti yang lembut dan memuat hal-hal ghaib diluar kemampuan manusia
dan diluar kekuasaan mereka untuk mengetahuinya.
d. Ada lagi ulama yang berpendapat
bahwa segi kemukjizatan al-Quran adalah keistimewaan-keistimewaan yang nampak
dan keindahan-keindahan yang terkandung dalam al-Quran, baik dalam permulaan,
tujuan maupun dalam menutup setiap surat.
Imam
al-Qurtubi dalam tafsirnya al-Jami’i Ahkamil Quran menyebutkan sepuluh segi
kemukjizatan al-Quran, sementara al-Zarkani dalam kitabnya Manahilul Irfan
mencatat empat belas segi kemukjizatan al-Quran
Perbedaan
pendapat ulama diatas diketahui sesuai dengan kemampuan mereka masing-masing.
Jadi bukan berbeda dalam menentukan batasan-batasan kemukjizatan al-Quran,
karena aspek-aspek kemukjizatan al-Quran tidak hanya terbatas pada aspek-aspek
tertentu yang mereka sebutkan. Adapun aspek-aspek kemukjizatan al-Quran adalah:
1. Susunan bahasanya yang indah, berbeda
dengan susunan bahasa Arab.
2. Uslubnya (susunannya) yang
menakjubkan, jauh berbeda dengan segala bentuk susunan bahasa Arab.
3. Keagungan yang tidak mungkin bagi
makhluk untuk mendatangkan sesamanya.
4. Syariat yang sangat rinci dan
sempurna melebihi setiap undang-undang buatan manusia.
5. Mengabarkan hal-hal ghaib yang tidak
bisa diketahui kecuali dengan wahyu.
6. Tidak bertentangan dengan
prinsip-prinsip ilmu pengetahuan.
7. Al-Quran memenuhi setiap janji dan
ancaman yang dikabarkannya.
8. Luasnya ilmu-ilmu pengetahuan yang
terkandung didalamnya.
9. Kesanggupannya dalam memenuhi segala
kebutuhan manusia.
10. Berpengaruh terhadap hati para
pengikutnya dan orang-orang yang memusuhinya.[23]
Uraian
singkat tentang aspek-aspek kemukjizatan al-Quran adalah sebagai berikut:
1. Susunan bahasanya yang indah.
Susunan
gaya bahasa dalam al-Quran tidak bisa disamakan oleh apapun, karena al-Quran
bukan susunan syair dan bukan pula susunan prosa, namun ketika al-Quran dibaca
maka ketika itu terasa dan terdengar mempunyai keunikan dalam irama dan
ritmenya. Cendikiawaan Inggris, Marmaduke Pickthall dalam The Meaning of
Glorious Quran, menulis: “Al-Quran mempunyai simfoni yang tidak ada taranya
dimana setiap nada-nadanya bisa menggerakkan manusia untuk menangis dan
bersuka-cita”.
2. Uslubnya yang menakjubkan.
Al-Quran
muncul dengan uslub yang sangat baik dan indah, mengagumkan orang-orang Arab
karena keserasian dan keindahannya, keharmonisan susunannya. Didalamnya
terkandung nilai-nilai istimewa yang tidak akn terdapat dalam ucapan manusia.
3. Keagungannya.
Al-Quran
mempunyai kemegahan ucapan yang luar biasa yang berada diluar kemampuan manusia
untuk menguasainya atau mendatangkan persamaannya. Kandungan al-Quran dapat
mempengaruhi jiwa-jiwa pendengarnya dan dapat melembutkan hati-hati yang keras.
4. Syariat yang sangat rinci dan
sempurna.
Al-Quran
menjelaskan pokok-pokok akidah, hokum-hukum ibadah, norma-norma keutamaan dan
sopan santun, undang-undang hukum ekonomi, politik, sosial dan kemasyarakatan.
Al-Quran juga mengatur kehidupan keluarga, menjunjung nilai-nilai kebebasan,
keadilan (demokrasi) dan musyawarah.
5. Berita tentang hal-hal yang gaib.
Al-Quran
mengungkap sekian banyak ragam hal gaib. Al-Quran mengungkap kejadian masa
lampau yang tidak diketahui lagi oleh manusia, karena masanya telah demikian
lama, dan mengungkap juga peristiwa masa datang atau masa kini yang belum
diketahui manusia.
6. Sejalan dengan ilmu pengetahuan
modern.
Al-Quran
memuat petunjuk yang detail mengenai sebagian ilmu pengetahuan umum yang telah
ditemukan terlebih dahulu dalam al-Quran sebelum ditemukan oleh ilmu
pengetahuan modern. Tiori al-Quran itu sama sekali tidak bertentangan dengan
tiori-tiori ilmu pengetahuan modern, baik itu ilmu alam, arsitek dan fisika,
geografi dan kedokteran.
7. Menepati janji.
Al-Quran
senantiasa menepati janji dalam setiap apa yang telah dikabarkannya serta dalam
setiap janji Allah kepada hamba-Nya, baik janji mutlak seperti janji Allah
untuk menolong rasul-Nya, maupun janji terbatas yaitu janji yang bersyarat
seperti harus memenuhi syarat takwa, sabar, menolong agama Allah, dan
sebagainya.
8. Terkandung ilmu pengetahuan yang
luas.
Al-Quran
datang dengan membawa berbagai ilmu pengetahuan tentang akidah, hokum
(undang-undang), etika, muamalat, dan berbagai lapangan lain dalam pendidikan
dan pengajaran, politik dan ekonomi, filsafat dan sosial.
9. Memenuhi segala kebutuhan manusia.
\ Al-Quran
datang dengan membawa petunjuk-petunjuk yang sempurna, fleksibel lagi luwes,
dan dapat memenuhi segala kebutuhan manusia pada setiap tempat dan masa.
10. Berkesan dalam hati.
Al-Quran
dapat menggetarkan hati pengikut dan penantangnya. Seseorang yang sangat
memusuhi al-Quran bisa berbalik dibawah lindungannya. Umar bin Khattab, Sa’ad
bin Mu’az, dan Usaid bin Hudhair misalnya, mereka adalah orang-orang yang
paling kejam terhadap kaum muslimin tetapi disebabkan mendengarkan beberapa
ayat al-Quran maka hatinya luluh dan masuk islam
Filosof
Perancis mengatakan “Sesungguhnya Muhammad Saw., membaca al-Quran dengan
khusyuk, sopan dan rendah hati, untuk menarik hati manusia agar beriman kepada
Allah, dan hal ini melebihi pengaruh yang ditimbulkan semua mukjizat nabi-nabi
terdahulu.
2.5.Paham As-Sharfah
As-Sharfah
terambil dari akar kata صرف (Sharafa) yang berarti memalingkan, dalam
pengertian bahwa Allah memalingkan manusia dari upaya membuat semacam al-Quran,
sehingga seandainya tidak dipalingkan, manusia akan mampu. Dengan kata lain,
kemukjizatan al-Quran dianggap oleh paham as-sharfah lahir dari faktor
eksternal, bukan dari al-Quran itu sendiri.
Berbicara
tentang as-sharfah, Abu Ishaq Ibrahim an-Nazham dari golongan mu’tazilah yang
oleh Mustafa Shadiq al-Rafi’i disebut sebagai “syetan yang berargumentasi”
mengemukakan bahwa, kemukjizatan al-Quran pada dasarnya bukan terletak pada
kehebatan al-Quran itu semata-mata melainkan lebih dikarenakan sharfah
(proteksi) dari Allah Swt., terhadap para hambanya, lebih dari itu kata
an-Nazham, Allah tidak saja memprotek kemampuan manusia untuk menandingi
al-Quran, akan tetapi juga malahan membelenggu kefasihan lidah mereka.
Sementara
al-Murtadha dari golongan Syiah berpendapat bahwa makna as-sharfah itu adalah
mencabut, yaitu Allah mencabut pengetahuan dan rasa bahasa yang mereka miliki
yang dibutuhkan untuk menyusun kalimat serupa al-Quran.
Jika
kita perhatikan kedua pendapat diatas, mereka menganggap bahwa al-Quran bukan
merupakan mukjizat dengan Zat-Nya, tetapi kemukjizatan itu karena dua hal:
1. Penggerak Ilahi yang melemahkan
mereka untuk bertanding akhirnya mereka bermalas-malasan.
2. Faktor luar yang melambangkan bakat
kefasihan dan kemampuan sastra mereka.
Dalam
hal ini Muhammad Abd Azhim al-Zarkani memandang bahwa tuduhan penafian I’jaz
al-Quran terhadap aliran Mu’tazilah dan kaum Syi’ah secara keseluruhan hanya
disebabkan segelintir tokohnya yang dalam kasus ini an-nazham dan al-Murtadha
merupakan tuduhan yang kurang etis mengingat terlalu banyak pengikut Mu’tazilah
dan kaum Syi’ah yang pengakuannya tentang kemukjizatan al-Quran yang lebih
kurang sama dengan kaum muslimin pada umumnya. Bahkan dari kalangan Ahli Sunnah
sekalipun sesunguhnya ada yang membenarkan kemungkinan as-sharfah itu terjadi,
diantaranya adalah Abu Ishak al-Isfariyini.
Dalam
pada itu Al-Qadhi Abu Bakar al-Baqillani mengatakan bahwa, salah satu hal yang
membatalkan pendapat tentang shirfah adalah, kalaulah menandingi al-Quran itu mungkin,
tetapi mereka dihalangi oleh shirfah, maka kalam Allah itu tidak mukjizat,
melainkan shirfah itulah yang mukjizat. Dengan demikian, kalam tersebut tidak
mempunyai kelebihan apapun atas kalam yang lain. Selain Abu Bakar al-Baqillani,
pendapat tentang as-sharfah menurut Muhammad Ali as-Shabuniy juga dikatakan
salah dan tidak bisa dipertanggung jawabkan karena tidak sesuai dengan
kenyataan. Hal itu menurutnya karena beberapa faktor:
1. Kalau pendapat ini benar,
kemukjizatan itu akan berada pada unsur pemalingan dan tidak dalam al-Quran itu
sendiri.
2. Kalau pendapat dengan pemalingan ini
benar, pasti hal itu unsur melemahkan bukan kemukjizatan. Karena perbuatan itu
sama saja halnya kita memotong lidah seseorang kemudian kita paksa dia bicara.
3. Kalau ada penggerak yang melemahakan
mereka untuk bertanding, mereka pasti sudah malas dan tidak mungkin
menghalang-halangi Nabi untuk berdakwah.
4. Seandainya ada faktor yang timbul
secara mendadak, menghalangi mereka berbicara tegas pasti mereka akan
mengumumkan hal itu kepada khalayak ramai.
5. Bilamana pemalingan itu betul
terjadi, pasti bagi kita sekarang akan bisa menandingi al-Quran, begitu juga
bagi mereka yang tekun dalam sastra Arab pada setiap masa, tentu mereka akan
bisa menerangkan kedustaan pengakuan kemukjizatan al-Quran.
Semuanya
itu (tentang pendapat as-sharfah) menurut hemat penulis adalah tidak benar,
yang benar adalah bahwa usaha untuk mendatangkan semisal al-Quran sama sekali
tidak akan terlaksana menurut kemampuan makhluk.
BAB
III
PENUTUP
PENUTUP
Dari uraian diatas tentang mukjizat
al-Quran dapatlah kita ambil beberapa kesimpulan yaitu sebagai berikut:
·
Al-Quran
adalah mukjizat nabi Muhammad Saw., terbesar yang sifatnya ‘aqliyah sehingga
berlaku sepanjang zaman karena dapat dijangkau oleh perkembangan akal manusia.
·
Kemukjizatan
al-Quran terletak pada aspek keindahan bahasanya, kabar berita yang dibawanya,
keluasan isi materi yang terkandung didalamnya maupun dari segi-segi lainnya,
dan tidak ada seorang manusiapun sampai kapanpun dapat menandinginya.
·
Mukjizat
al-Quran merupakan hal-hal yang luar biasa yang terdapat didalam al-Quran itu
sendiri, bukan datang dari luar al-Quran, karenanya paham as-sharfah tidak
dapat diterima.
·
Demikianlah
makalah ini disampaikan dalam seminar mata kuliah al-Quran, penulis menyadari
bahwa masih banyak kekurangan dan kekeliruan baik literature yang digunakan
maupun susunan bahasanya, untuk itu kritik dan saran yang membangun dari
pembaca sangat diharapkan. Hanya kepada Allahlah kita menyerahkan diri.
DAFTAR PUSTAKA
Anis, Ibrahim, et.all., al-Mu’jam al-Washith, Surabaya:
t.t.
Ansari, Ibnu Mansur Jamaluddin Muhammad bin Mukarram al-, Lisan al-Arab, Beirut: al-Dar al
Ansari, Ibnu Mansur Jamaluddin Muhammad bin Mukarram al-, Lisan al-Arab, Beirut: al-Dar al
Misriyah, 1990.
Khallaf, Abdul Wahab, Ilmu Ushul Figh, cet. 8, terj. Noer Iskandar al-Barsany dan Moh.
Khallaf, Abdul Wahab, Ilmu Ushul Figh, cet. 8, terj. Noer Iskandar al-Barsany dan Moh.
Tolchah Mansoer, Kairo: Dar
al-‘Ilm:1978.
Munawwar, Said Aqil Husain al-, I’jaz al-Quran dan Metodelogi Tafsir, Semarang: Dimas, 1994.
Qattan, Manna’ al-, Mabahis fi Ulum al-Quran, Beirut: Maktabah Wahbah, 2004.
Rafi’i, Mustafa Shadiq al-, ‘Ijaz al-Quran wa al-Balaghah an-Nabawiyyah, Beirut: Dar al-Kutub
Munawwar, Said Aqil Husain al-, I’jaz al-Quran dan Metodelogi Tafsir, Semarang: Dimas, 1994.
Qattan, Manna’ al-, Mabahis fi Ulum al-Quran, Beirut: Maktabah Wahbah, 2004.
Rafi’i, Mustafa Shadiq al-, ‘Ijaz al-Quran wa al-Balaghah an-Nabawiyyah, Beirut: Dar al-Kutub
al-Arabi, 1990.
Sayuti, Jalaluddin al-, al-Itqan fi Ulum al-Qur an, Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyah, 2000.
Shabuniy, Muhammad Ali al-, Studi Ilmu al-Quran, terj. Aminuddin, Bandung: Pustaka Setia,
Sayuti, Jalaluddin al-, al-Itqan fi Ulum al-Qur an, Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyah, 2000.
Shabuniy, Muhammad Ali al-, Studi Ilmu al-Quran, terj. Aminuddin, Bandung: Pustaka Setia,
1999.
Shiddiqiey, T.M. Hasbi al-, Mu’djizat al-Qur’an, Jakarta: Bulan Bintang, 1996.
Shihab, M. Qurais , Mukjizat al-Qur an Ditinjau dari Aspek Kebahasaan, Isyarat Ilmiah dan
Shiddiqiey, T.M. Hasbi al-, Mu’djizat al-Qur’an, Jakarta: Bulan Bintang, 1996.
Shihab, M. Qurais , Mukjizat al-Qur an Ditinjau dari Aspek Kebahasaan, Isyarat Ilmiah dan
Pemberitaan Gaib, cet II, Bandung:
Mizan, 2007.
Suma, Muhammad Amin, Studi Ilmu-Ilmu al-Quran 3, Jakarta: Pustaka Firdaus, 2004.
Sya’rawi, Muhammad al-Mutawalli al-, Mukjizat al-Quran, terj. Muhammad Ali dan Abdullah,
Suma, Muhammad Amin, Studi Ilmu-Ilmu al-Quran 3, Jakarta: Pustaka Firdaus, 2004.
Sya’rawi, Muhammad al-Mutawalli al-, Mukjizat al-Quran, terj. Muhammad Ali dan Abdullah,
Surabaya: Bungkul Indah, 1995.
Poerwodarminto, WJS, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1976.
Zarkani, Muhammad Abdul ‘Azim al-, Manahilul Irfan fi Ulum al-Quran, Beirut: Dar al-Kutub
Poerwodarminto, WJS, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1976.
Zarkani, Muhammad Abdul ‘Azim al-, Manahilul Irfan fi Ulum al-Quran, Beirut: Dar al-Kutub
al-‘Ilmiyah, 1988.
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum
Wr. Wb.
Alhamdulillah.. Puji syukur kehadirat Allah SWT. atas segala
rahmat dan hidayah-Nya. Segala pujian hanya layak kita aturkan kepada Allah
SWT. Tuhan seru sekalian alam atas segala berkat, rahmat, taufik, serta
petunjuk-Nya yang sungguh tiada terkira besarnya, sehingga penulis dapat
menyelesaikan makalah yang penulis beri judul ”MUKJIZAT AL-QUR’AN”.
Dalam penyusuna makalah ini, penulis mendapat banyak bantuan
dari berbagai pihak, oleh karena itu penulis mengucapkan rasa berterimakasih
yang sebesar-besarnya kepada mereka, kedua orang tua dan segenap keluarga besar
penulis yang telah memberikan dukungan, moril, dan kepercayaan yang sangat
berarti bagi penulis.
Berkat dukungan mereka semua kesuksesan ini dimulai, dan
semoga semua ini bisa memberikan sebuah nilai kebahagiaan dan menjadi bahan
tuntunan kearah yang lebih baik lagi. Penulis tentunya berharap isi makalah ini
tidak meninggalkan celah, berupa kekurangan atau kesalahan, namun kemungkinan
akan selalu tersisa kekurangan yang tidak disadari oleh penulis.
Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang
membangun agar makalah ini dapat menjadi lebih baik lagi. Akhir kata, penulis
mengharapkan agar makalah ini bermanfaat bagi semua pembaca.
Wassalamu'alaikum
Wr. Wb.
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
1.1.
Latar
Belakang
1.2.
Rumusan
Masalah
1.3.
Tujuan
BAB II PEMBAHASAN
2.1.Pengertian
Mukjizat
2.2.Macam-Macam
Mukjizat
2.3.Bentuk
dan Tahapan Tantangan Al Quran
2.4.Aspek-Aspek
Kemukjizatan Al Quran
2.5.Paham
As-Sharfah
BAB III PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar