BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR
BELAKANG
Kedaulatan bagi
sebuah negara adalah sangat penting sekali. Negara yang sudah merdeka berarti
itu sudah memiliki kedaulatan, oleh karena kemerdekaan adalah hak setiap bangsa
di dunia dan merupakan hak asazi setiap manusia di dunia. Bangsa Indonesia
mengutuk dan anti penjajahan seperti yang ditegaskan dalam Pembukaan UUD 1945
pada alinea pertama.
Kedaulatan
rakyat mengandung arti, bahwa yang terbaik dalam masyarakat ialah yang dianggap
baik oleh semua orang yang merupakan rakyat. Pengertian kedaulatan itu sendiri
adalah kekuasaan yang tertinggi untuk membuat undang-undang dan melaksanakannya
de-ngan semua cara yang tersedia. Oleh karena itu, kedaulatan rakyat membawa
konsekuensi, bahwa rakyat sebagai pemegang kekuasaan tertinggi dalam kehidupan
bermasyarakat dan bernegara.
BAB II
PEMBAHASAN
PENGERTIAN
Kedaulatan
berasal dari bahasa Arab (daulah), yang berarti kekuasaan tertinggi. Menurut
Jean Bodin (tokoh ilmu negara), kedaulatan dalam negara ialah kekuasaan
tertinggi dalam negara yang tidak berasal dari kekuasaan lain. Berdasarkan
pengertian tersebut maka kedaulatan memiliki sifat :
a.
asli, tidak
terbagi bagi, mutlak, dan permanen. Karena kekuasaan yang tertinggi itu tidak
berasal dari pemberian kekuasaan yang lebih tinggi.
b. tidak
terbagi-bagi artinya utuh dimiliki oleh pemegang kedaulatan itu tanpa dibagi
kepada pihak lain.
c. Permanen
/ abadi, artinya kedaulatan itu tetap, tidak berubah berada dalam kekuasaan
pemegang kedaulatan tersebut.
d. Tunggal
berarti hanya ada satu kekuasaan tertinggi, sehingga kekuasaan itu tidak dapat
dibagi-bagi. Dengan demikian, kedaulatan sebagai kekuasaan tertinggi.
Pengertian
kedaulatan rakyat berhubungan erat dengan pengertian perjanjian masyarakat dalam
pembentukan asal mula negara. Negara terbentuk karena adanya perjanjian
masyarakat. Perjanjian masyarakat disebut juga dengan istilah kontrak sosial.
Ada beberapa ahli yang telah mempelajari kontrak sosial, antara lain Thomas
Hobbes, John Locke, dan Jean Jaques Rousseau. Kedaulatan adalah suatu hak
eksklusif untuk menguasai suatu wilayah pemerintahan, masyarakat, atau atas
diri sendiri terdapat penganut dalam dua teori yaitu berdasarkan pemberian dari
Tuhan atau Masyarakat.
Beberapa
pemikiran mengenai kedaulatan dan pemegang kedaulatan suatu negara setelah
revolusi Perancis dikemukakan oleh Jean-Jacques Rousseau dalam karyanya Du
Contrat Social Ou Principes Du Droit Politique (Mengenai Kontrak Sosial atau
Prinsip-prinsip Hak Politik) membagi tingkat kedaulatan menjadi dua yaitu de
facto dan de jure.
C. TEORI
KEDAULATAN RAKYAT
Muncullah
teori-teori kedaulatan yang mencoba merumuskan siapa dan apakah yang berdaulat
dalam suatu negara:
1. Kedaulatan
Tuhan.
2. Kedaulatan
Raja
3. Kedaulatan
Rakyat.
4. Kedaulatan
Negara.
5. Kedaulatan
Hukum.
Bentuk
kedaulatan negara dan hukum menunjukkan kedaulatan yang tidak dipegang oleh
suatu persoon.
1. Kedaulatan
Tuhan
Teori
kedaulatan Tuhan dimana kekuasaan yang tertinggi ada pada Tuhan, jadi
didasarkan pada agama. Apabila pemerintah negara itu berbentuk kerajaan
(monarki) maka dinasti yang memerintah disana dianggap turunan dan mendapat
kekuasaannya dari Tuhan. Raja bisa menetapkan kepercayaan atau agama yang harus
dianut atau dipeluk oleh rakyat/warganya. Misalnya jika Tenno Heika di Jepang
dianggap berkuasa sebagai turunan dari Dewa matahari.
Tokoh – tokoh yang menganut
adalah :
1) Augustin
2) Thomas
Aquinas
3) Marsilius
2. Kedaulatan
Raja
Teori
kedaulatan bahwa kekuasaan yang tertinggi ada pada raja hal ini dapat
digabungkan dengan teori pembenaran negara yang menimbulkan kekuasaan mutlak
pada raja/ satu penguasa. Kebijakan Raja bias melebihi kontitusi, bahkan dapat
melanggar hokum moral sehingga raja dapat berbuat atau bertindak sewenang – wenang.
Tokoh – tokoh yang menganut yaitu
:
1) Thomas
Hobbes.
2) L’etat
cest moi yang diungkapkan oleh Louis XVI
3) Nicollo
Machiaverlli
4) Hegel
3. Kedaulatan
Rakyat
Teori ini lahir
dari reaksi pada kedaulatan raja. Sebagai pelopor teori ini adalah Jean Jacques
Rousseau (1712-1778). Menurut beliau bahwa raja memerintah hanya sebagai wakil
rakyat, sedangkan kedaulatan penuh ditangan rakyat dan tidak dapat dibagikan
kepada pemerintah itu. Itu sebabnya Rosseau dianggap sebagai Bapak Kedaulatan
Rakyat. Teori ini menjadi inspirasi banyak negara termasuk Amerika Serikat dan
Indonesia, dan dapat disimpulkan bahwa trend dan simbol abad 20 adalah tentang
kedaulatan rakyat.
Menurut teori
ini, rakyatlah yang berdaulat dan mewakilkan atau menyerahkan kekuasaannya
kepada negara. Kemudian negara memecah menjadi beberapa kekuasaan yang
diberikan pada pemerintah, ataupun lembaga perwakilan. Bilamana pemerintah ini
melaksanakan tugasnya tidak sesuai dengan kehendak rakyat, maka rakyat akan bertindak
mengganti pemerintah itu. Kedaulatan rakyat ini, didasarkan pada kehendak umum
yang disebut “volonte generale” oleh Rousseau. Apabila Raja memerintah hanya
sebagai wakil, sedangkan kedaulatan penuh ditangan rakyat dan tidak dapat
dibagikan kepada pemerintah itu.
Tokoh – tokoh
yang menganut adalah :
1) John
Locke
2) Jean
Jacques Rousseau
3) Montesquie
4. Kedaulatan
Negara
Menurut paham
ini, Negaralah sumber dalam negara. Dari itu negara (dalam arti government=
pemerintah) dianggap mempunyai hak yang tidak terbatas terhadap life, liberty
dan property dari warganya. Warga negara bersama-sama hak miliknya tersebut,
dapat dikerahkan untuk kepentingan kebesaran negara. Mereka taat kepada hukum
tidak karena suatu perjanjian tapi karena itu adalah kehendak negara.
Sehingga
praktis rakyat tidak mempunyai kewenangan apa-apa dan tidak memiliki
kedaulatan. Tetapi wewenang tertinggi tersebut berada pada negara. Sebenarnya
negara hanyalah alat, bukan yang memiliki kedaulatan. Karena pelaksanaan kedaulatan
adalah negara, dan negara adalah abstrak maka kedaulatan ada pada raja.
Tokoh – tokoh
yang menganut adalah :
1) Jean
Bodin
2) George
Jellinek
3) Hitler
4) Musolini
5. Kedaulatan
Hukum
Teori ini
menunjukkan kekuasaan yang tertinggi terletak pada hukum yang bersumber pada
kesadaran hukum pada setiap orang. Maka dalam suatu Negara yang menganut teori
ini sering disebut Rechts Souvereinities bahwa baik raja, rakyat, dan Negara
harus taat serta patuh pada hokum. Siapa yang melanggar hukum harus dikenakan
sanksi/hukuman.
Menurut teori
ini, hukum adalah pernyataan penilaian yang terbit dari kesadaran hukum
manusia. Dan hukum merupakan sumber kedaulatan. Kesadaran hukum inilah yang
membedakan mana yang adil dan mana yang tidak adil. Teori ini dipakai oleh
Indonesia dengan mengubah Undang-Undang Dasarnya, dari konsep kedaulatan rakyat
yang diwakilkan menjadi kedaulatan hukum. Kedaulatan hukum tercantum dalam UUD
1945 “Kedaulatan ada ditangan rakyat dan dilaksanakan oleh Undang-Undang Dasar.
Tokoh yang
menganut teori ini adalah :
1) Krabbe
2) Immanuel
Kant
3) Kranenburg
D. Teori
Kedaulatan yang Dianut oleh Negara Republik Indonesia
Berdasarkan
uraian tentang jenis kedaulatan seperti yang telah di jelaskan, Bangsa Indonesia
diketahui menganut kedaulatan rakyat. Dasar dari penjelasan
tersebut, dapat dilihat di dalam Pancasila sila ke-4. Isinya
adalah ”Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam
permusyawaratan perwakilan”.
Bukti lain
bahwa kedaulatan berada di tangan rakyat dapat kita temukan di dalam isi
Pembukaan UUD 1945 pada alinea ke-4, yang perumusannya sebagai berikut:
”….. maka
disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-undang Dasar
negara Indonesia yang terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik
Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada Ketuhanan
Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, dan
kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan
perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu keadilan bagi seluruh rakyat
Indonesia”.
Bagaimana di
dalam pasal-pasal UUD 1945? Dalam UUD 1945 pasal 1 ayat 2, ditegaskan bahwa
kedaulatan adalah ditangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-undang Dasar.
Berdasarkan uraian
tentang kedaulatan rakyat tersebut, jelaslah bahwa negara kita termasuk
penganut teori kedaulatan rakyat. Rakyat memiliki kekuasaan yang tertinggi
dalam negara, tetapi pelaksanaanya diatur oleh undang-undang dasar.
Selain dari
penganut jenis kedaulatan rakyat, ternyata UUD Negara RI Tahun 1945, juga
menganut jenis kedaulatan hukum. Hal tersebut dapat ditemukan di dalam pasal
1 ayat 3 UUD 1945, isinya adalah negara Indonesia adalah negara
hukum. Artinya negara kita bukan negara kekuasaan. Bahwa segala sesuatu
yang berkaitan dengan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara diatur
menurut hukum yang berlaku. Misalnya peraturan berlalu lintas di jalan raya
diatur oleh peraturan lalu lintas. Menebang pohoh dihutan diatur oleh
peraturan, supaya tidak terjadi penggundulan hutan yang berakibat banjir, dan
contoh lainnya.
Pasal 27 ayat 1
UUD 1945 juga merupakan dasar bahwa negara kita menganut kedaulatan hukum isi
lengkapnya adalah segala warga negara bersamaan kedudukkanya dalam hukum dan
pemerintahan serta wajib menjunjung hukum dan pemerintahan dengan tidak ada
kecualinya. Maknanya bahwa setiap warga negara yang ada di wilayah negara kita
kedudukan sama di dalam hukum, jika melanggar hukum siapapun akan mendapat
sanksi. Misalnya rakyat biasa, atau anak pejabat jika mereka melanggar harus
diberikan sanksi, mungkin berupa kurungan (penjara) atau dikenakan denda.
E. MACAM
– MACAM KEDAULATAN RAKYAT
Kedaulatan
dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu:
a. Kedaulatan
ke dalam (internal sovereignity), yaitu negara berhak mengatur segala
kepentingan rakyat melalui berbagai lembaga Negara dan perangkat lainnya tanpa
campur tangan negara lain.
b. Kedaulatan
ke luar (external sovereignity) yaitu negara berhak untuk mengadakan hubungan
atau kerjasama dengan negara-negara lain, untuk kepentingan bangsa dan negara.
F. CARA
PANDANG TENTANG KEDAULATAN
Ada dua ajaran
atau faham yang memberikan pengertian tentang kedaulatan ini, yaitu:
1. Monisme,
yang menyatakan bahwa kedaulatan adalah tunggal, tidak dapat dibagi-bagi, dan
pemegang kedaulatan adalah pemegang wewenang tertinggi dalam negara (baik yang
berwujud persoon atau lembaga). Jadi wewenang tertinggi yang menentukan
wewenang-wewenang yang ada dalam negara tersebut (Kompetenz-Kompetenz).
2. Pluralisme,
ajaran yang menyatakan bahwa negara bukanlah satu-satunya organisasi yang
memiliki kedaulatan (Harold J Laski). Banyak organisasi-organisasi lain yang
‘berdaulat‘ terhadap orang-orang dalam masyarakat. Sehingga, tugas negara
hanyalah mengkoordinir (koordineren) organisasi yang berdaulat di bidangnya
masing-masing. Keadaan ini oleh Baker disebutkan sebagai “Polyarchisme”. Di
lingkungan ajaran Katholik dikenal dengan nama “subsidiaristeit beginsel”
(prinsip subsidiaritas). Ajaran Pluralisme ini lahir karena ajaran Monisme
terlalu menekankan soal kekuatan atau menekankan (force) hukum dalam melihat
masyarakat negara, dan kurang menekankan soal kehendak (will) dari rakyat
seperti yang diajarkan Rousseau.
G. KEDAULATAN
MENURUT UUD 1945
1. Kedaulatan Menurut UUD 1945
Sebelum Perubahan
Indonesia
adalah salah satu negara yang menganut teori kedaulatan rakyat. Hal itu
terlihat dalam Pembukaan UUD 1945 yang berbunyi: “.....susunan negara Republik
Indonesia yang berkedaulatan rakyat.....”. selanjutnya dijelaskan pula dalam
pasal 1 ayat (2) UUD 1945 hasil dekrit 5 juli 1959 atau sebelum perubahan yang
berbunyi: “Kedaulatan adalah ditangan rakyat dan dilakukan sepenuhnya oleh
Majelis Permusyawaratan Rakyat”. Menurut pasal tersebut maka MPR adalah
penjelmaan rakyat indonesia sebagai satu-satunya lembaga yang memegang
kedaulatan rakyat sepenuhnya.
2. Kedaulatan Menurut UUD 1945 Setelah Perubahan
Perubahan UUD
1945 ketiga tahun 2001 yang diantaranya mengubah rumusan pasal 2 ayat (2) UUD
1945 yang bunyinya menjadi: “Kedaulatan adalah ditangan rakyat dan dilaksanakan
menurut Undang-Undang Dasar”. Perubahan rumusan pasal 2 ayat (2) UUD 1945
tersebut membawa kosekuensi dan implikasi yang signifikan terhadap fungsi dan
kewenangan dari lembaga negara, terutama pada lembaga MPR sebagai pelaksana
kedaulatan rakyat sepenuhnya. Dengan demikian MPR tidak lagi sebagai
satu-satunya lembaga yang melakukan kedaulatan rakyat. Kedaulatan tetap
dipegang oleh rakyat, namun pelaksanaanya dilakukan oleh beberpa lembaga negara
yang memperoleh amanat dari rakyat dalam menyelenggarakan pemerintahan negara.
H. PERAN
LEMBAGA NEGARA
UUD 1945 Bab I
Bentuk dan Kedaulatan, Pasal 1 (2) menyatakan, bahwa Kedaulatan berada di
tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar. Dengan ketentuan itu
dapat diartikan, bahwa pemilik kedaulatan dalam negara Indonesia ialah rakyat.
Pelaksanaan ke-daulatan ditentukan menurut Undang-Undang Dasar.
Pelaksana
kedaulatan negara Indonesia menurut UUD 1945 adalah rakyat dan lembaga-lembaga
negara yang berfungsi menjalankan tugas-tugas kenegaraan sebagai representasi
kedaulatan rakyat. Lembaga-lembaga negara menurut UUD 1945 adalah Majelis
Permusyawaratan Rakyat (MPR), Presiden, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Badan
Pemeriksa Keuangan (BPK), Mahkamah Agung (MA), Mahkamah Konstitusi, Dewan
Perwakilan Daerah (DPD), Pemerintah Daerah, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
(DPRD), Komisi Pemilihan Umum (KPU), dan Komisi Yudisial. Pelaksanaan
kedaulatan rakyat menurut Undang-Undang Dasar 1945 inilah sebagai sistem
peme-rintahan Indonesia. Dengan kata lain sistem pemerintahan Indonesia adalah
pemerintahan yang didasarkan pada kedaulatan rakyat sebagaimana ditentukan oleh
Undang-Undang Dasar 1945. Penjelasan pelaksanaan kedaulatan rakyat berdasarkan
Undang-Undang Dasar 1945 diuraikan lebih lanjut di bawah ini.
UUD 1945
menentukan, bahwa rakyat secara langsung dapat melaksanakan kedaulatan yang
dimilikinya. Keterlibatan rakyat sebagai pelaksana kedaulatan dalam UUD 1945
ditentukan dalam hal:
a. Mengisi
keanggotaan MPR, karena anggota MPR yang terdiri atas anggota DPR dan anggota
DPD dipilih me¬lalui pemilihan umum (Pasal 2 (1)).
b. Mengisi
keanggotaan DPR melalui pemilihan umum (Pasal 19 (1)).
c. Mengisi
keanggotaan DPD (Pasal 22 C (1)).
d. Memilih
Presiden dan Wakil Presiden dalam satu pa-sangan secara langsung (Pasal 6 A
(1)).
Lembaga-lembaga
negara menurut UUD 1945 adalah Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), Presiden,
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Mahkamah Agung
(MA), Mahkamah Konstitusi, Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Pemerintah Daerah,
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), Komisi Pemilihan Umum (KPU), dan Komisi
Yudisial.
Adapun
penjelasan tentang lembaga-lembaga negara pelaksanaan kedaulatan rakyat
berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945 diuraikan lebih lanjut di bawah ini.
1. Majelis
Permusyawaratan Rakyat (MPR)
Pasal 2 (1) UUD 1945 menyatakan,
bahwa MPR ter¬diri atas anggota DPR dan anggota DPD yang dipilih melalui
pemilihan umum dan diatur lebih lanjut dengan undang-undang. Pemilihan umum
anggota DPR dan anggota DPD diatur melalui UU No. 12 Tahun 2003. Sedangkan
keten-tuan tentang susunan dan kedudukan MPR diatur dengan UU No. 22 Tahun 2003
tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR, DPD, dan DPRD. MPR merupakan lembaga permusyawaratan rakyat yang berkedudukan sebagai
lembaga negara. Dengan kedudukannya sebagai lembaga negara, MPR bukan lagi
sebagai lembaga tertinggi negara.
MPR mempunyai tugas dan wewenang
se-bagai berikut:
a. Mengubah
dan menetapkan UUD;
b. Melantik
Presiden dan Wakil Presiden berdasarkan hasil pemilihan umum dalam Sidang
Paripurna MPR;
c. Memutuskan
usul DPR berdasarkan putusan Mahka¬mah Konstitusi untuk memberhentikan Presiden
dan/atau Wakil Presiden dalam masa jabatannya setelah Presiden dan/atau Wakil
Presiden diberi kesempatan untuk menyampaikan penjelasan di Sidang Paripurna
MPR;
d. Melantik
Wakil Presiden menjadi Presiden apabila Pre-siden mangkat, berhenti,
diberhentikan, atau tidak dapat melaksanakan kewajibannya dalam masa
jabatannya;
e. Memilih
Wakil Presiden dari dua calon yang diajukan Presiden apabila terjadi kekosongan
jabatan Wakil Presiden dalam masa jabatannya selambat-lambatnya dalam waktu
enam puluh hari.
f. Memilih
Presiden dan Wakil Presiden apabila keduanya berhenti secara bersamaan dalam
masa jabatannya, dari dua paket calon Presiden dan Wakil Presiden yang
diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik yang paket calon
Presiden dan Wakil Presiden-nya meraih suara terbanyak pertama dan kedua dalam
pemilihan sebelumnya, sampai habis masa jabatannya selambat-lambatnya dalam
waktu tiga puluh hari;
g. Menetapkan
Peraturan Tata Tertib dan kode etik MPR.
2. Presiden
UUD 1945 mengatur, bahwa calon
Presiden dan calon Wakil Presiden harus memenuhi syarat sebagai berikut:
a. warga
negara Indonesia sejak kelahirannya dan tidak pernah menerima kewarganegaraan
lain karena kehen¬daknya sendiri (Pasal 6 (1) UUD 1945).
b. tidak
pernah mengkhianati negara (Pasal 6 (1) UUD 1945).
c. mampu
secara rohani dan jasmani untuk melaksanakan tugas dan kewajiban sebagai
Presiden dan Wakil Pre-siden (Pasal 6 (1) UUD 1945).
d. dipilih
dalam satu pasangan secara langsung oleh rakyat (Pasal 6 A (1)) UUD 1945).
e. diusulkan
oleh partai politik atau gabungan partai poli¬tik peserta pemilihan umum
sebelum pelaksanaan pe¬milihan umum (Pasal 6 A (2) UUD 1945).
3. Dewan
Perwakilan Rakyat (DPR)
Anggota DPR dipilih melalui
pemilihan umum (Pasal 19 (1) UUD 1945). Sedangkan susunan keanggotaan DPR
diatur melalui undang-undang (Pasal 19 (2) UUD 1945). Fungsi DPR ditegaskan
dalam Pasal 20A (1) UUD 1945, bahwa DPR memiliki fungsi legislasi, fungsi
anggaran, dan fungsi pengawasan. Fungsi legislasi DPR antara lain diwujudkan
dalam pembentukan undang-undang bersama Presiden. Fungsi anggaran DPR berupa
penetapan anggaran pendapatan dan belanja negara yang diajukan Presiden.
Sedangkan fungsi pengawasan DPR dapat meli- puti pengawasan terhadap
pelaksanaan undang-undang, pengawasan terhadap pelaksanaan anggaran pendapatan
dan belanja negara, dan pengawasan terhadap kebijakan pemerintah sesuai dengan
jiwa UUD 1945.
4. Badan
Pemeriksa Keuangan (BPK)
BPK merupakan lembaga negara yang
bebas dan mandiri dengan tugas khusus untuk memeriksa pengelolaan dan tanggung
jawab keuangan negara (Pasal 23 E (1) UUD 1945). Kedudukan BPK yang bebas dan
mandiri, berarti terlepas dari pengaruh dan kekuasaan pemerintah, karena jika
tunduk kepada pemerintah tidaklah mungkin dapat melakukan kewajibannya dengan
baik.
Dalam melaksanakan tugasnya, BPK
berwenang me- minta keterangan yang wajib diberikan oleh setiap orang, badan
instansi pemerintah, atau badan swasta sepanjang tidak bertentangan dengan
undang-undang.
5. Mahkamah
Agung (MA)
MA merupakan lembaga negara yang
memegang kekuasaan kehakiman di samping Mahkamah Kons- titusi di Indonesia
(Pasal 24 (2) UUD 1945). Dalam melaksanakan kekuasaan kehakiman, MA membawa- hi
beberapa macam lingkungan peradilan, yaitu Peradilan Umum, Peradilan Agama,
Peradilan Militer, dan Peradilan Tata Usaha Negara (Pasal 24 (2) UUD 1945).
Oleh karena itu dalam
melaksanakan tugas- nya, MA terlepas dari pengaruh pemerintah dan pe-
ngaruh-pengaruh lembaga lainnya. Sebagai lembaga judikatif, MA memiliki
kekuasaan dalam memutuskan permohonan kasasi (tingkat banding terakhir),
memeriksa dan memutuskan sengketa tentang kewenangan mengadili, dan peninjauan
kembali putusan pengadilan yang telah mem- peroleh kekuatan hukum tetap. MA
juga berwenang untuk menguji peraturan perundang-undangan di bawah un-
dang-undang terhadap undang-undang serta mempunyai wewenang lainnya yang
diberikan oleh undang-undang.
MA merupakan lembaga peradilan
umum di Negara Kesatuan Republik Indonesia yang menganut sebagai negara hukum
yang berdasarkan Pancasila dan Undang- Undang Dasar 1945.
6. Mahkamah
Konstitusi
UUD 1945 menyebutkan adanya
Mahkamah Konstitusi. Mahkamah Konstitusi memiliki kewenangan untuk
1) mengadili
pada tingkat pertama dan terakhir untuk menguji undang-undang terhadap
UUD,
2) memutus
seng- keta kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh
UUD,
3) memutus
pembuba- ran partai politik,
4) memutus
perselisihan tentang hasil pemilihan umum (Pasal 24 C (1)),
5) wajib
memberikan putusan atas pendapat DPR mengenai dugaan pelanggaran oleh Presiden
dan/atau Wakil Presiden menurut UUD (Pasal 24 C (2) UUD 1945).
7. Dewan
Perwakilan Daerah (DPD)
DPD merupakan bagian dari
keanggota- an MPR yang dipilih melalui pemilihan umum dari setiap propinsi (Pasal
2 (1) dan Pasal 22 C (1) UUD 1945). DPD merupakan wakil-wakil propinsi (Pasal
32 UU No. 22 Tahun 2003). Oleh karena itu, anggota DPD berdomisili di daerah
pemilihannya, dan selama bersidang bertempat tinggal di ibukota negara RI
(Pasal 33 (4) UU No. 22 Tahun 2003).
Kewenangan DPD dituangkan dalam
Pasal 22 D UUD 1945, yaitu:
a. mengajukan
kepada DPR rancangan undang-undang yang berkaitan dengan otonomi daerah,
hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah,
pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta yang
berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah;
b. ikut
membahas rancangan undang-undang yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan
pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta peng- gabungan daerah,
pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta yang
berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah;
c. memberikan
pertimbangan kepada DPR atas rancangan undang-undang APBN dan rancangan
undang-undang yang berkaitan dengan pajak, pendidikan, dan agama.
d. Melaksanakan
pengawasan atas pelaksanaan undang- undang mengenai: otonomi daerah,
pembentukan, pemekaran, dan penggabungan daerah, hubungan pusat dan daerah,
pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, pelaksanaan APBN,
pajak, pendidikan, dan agama, serta
8. Pemerintah
Daerah
Pemerintah Derah merupakan
penyelenggara peme- rintahan daerah. Keberadaan pemerintahan daerah di- landasi
oleh ketentuan UUD 1945 Pasal 18 (1) yang me- nyatakan, bahwa Negara Kesatuan
Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi itu
dibagi atas kabupaten dan kota, yang tiap-tiap provinsi, kabupaten, dan kota
itu mempunyai pemerintahan da- erah, yang diatur dengan undang- undang.
Pemerintahan daerah dibedakan
antara pemerintah- an daerah provinsi dan pemerintahan daerah kabupaten/ kota
(Pasal 3 UU No. 32 Tahun 2004). Pemerintahan daerah provinsi terdiri atas
pemerintah daerah provinsi dan DPRD provinsi. Sedangkan pemerintahan daerah
kabupaten/kota terdiri atas pemerintah daerah kabupaten/kota dan DPRD
kabupaten/kota. Dalam Pasal 24 UU No. 32 Tahun 2004 dibedakan sebutan kepala
daerah provinsi, kabupaten, dan kota. Pemerintah daerah provinsi dipimpin oleh
Gubernur seba- gai kepala daerah provinsi. Pemerintah daerah kabupaten dipimpin
oleh Bupati sebagai kepala daerah kabupaten. Pemerintah daerah kota dipimpin
oleh Walikota sebagai kepala daerah kota.
9. Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD)
DPRD dalam UU No. 22 Tahun 2003
tentang Su- sunan dan Kedudukan MPR, DPR, DPD, dan DPRD di- nyatakan, bahwa
DPRD terdiri atas DPRD Propinsi dan DPRD Kabupaten/Kota. DPRD merupakan lembaga
perwakilan rakyat daerah dan berkedudukan sebagai unsur penyelenggaraan pemerintahan
daerah (Pasal 40 UU No. 32 Tahun 2004).
DPRD Propinsi merupakan lembaga
perwakilan rakyat daerah yang berkedudukan sebagai lem baga daerah propinsi
(Pasal 60 UU No. 22 Tahun 2003). Sedangkan DPRD Kabupaten/Kota merupakan
lembaga perwakilan rakyat daerah yang berkedudukan sebagai lembaga pemerintahan
daerah kabupaten/kota (Pasal 76 UU No. 22 Tahun 2003). Fungsi DPRD secara umum
sama dengan fungsi DPR, yaitu legislasi, anggaran, dan pengawasan.
10. Komisi Pemilihan Umum
Komisi pemilihan umum merupa-kan komisi
yang bertanggung jawab akan pelaksanaan pemilihan umum di Indonesia. Komisi
pemilihan umum bersifat nasional, tetap, dan mandiri (Pasal 22 E (5) UUD 1945).
Komisi pemilihan umum sebagai lembaga pemilihan umum yang selanjutnya disebut
KPU (Pasal 1 (6) UU No. 22 Tahun 2007 ten- tang Penyelenggara Pemilihan Umum).
KPU menyelenggarakan pemilihan umum untuk memilih anggota DPR, DPD, DPRD,
Presiden dan Wakil Presiden, serta kepala daerah dan wakil kepala daerah secara
langsung oleh rakyat (Pasal 1 (5) UU No. 22 Tahun 2007). Susunan organisasi
penyelenggara pe- milihan umum berdasarkan Pasal 4 UU No. 22 Tahun 2007 adalah:
a. KPU berkedudukan di ibu kota negara Republik Indo- nesia. b. KPU Provinsi
berkedudukan di ibu kota provinsi. c. KPU Kabupaten/Kota berkedudukan di ibu
kota kabupaten/kota.
Dalam menyelenggarakan pemilihan
umum, KPU berpedoman kepada asas sebagaimana ditentukan dalam Pasal 2 UU No. 22
Tahun 2007 sebagai berikut:
a. Mandiri,
b. Jujur,
c. Adil,
d. Kepastian hukum,
e. Tertib penyelenggara pemilihan
umum,
f. Kepentingan umum,
g. Keterbukaan,
h. Proporsionalitas,
i. Profesionalitas,
j. Akuntabilitas,
k. Efisiensi, dan
l. Efektivitas.
11. Komisi
Yudisial
Komisi Yudisial adalah lembaga
yang mandiri yang dibentuk oleh Presiden dengan persetujuan DPR (Pasal 24 B (3)
UUD 1945). Anggota Komisi Yudisial harus mempu¬nyai pengetahuan dan pengalaman
di bidang hukum serta memiliki integritas dan kepribadian yang tidak tercela
(Pasal 24 B (2) UUD 1945).
Komisi Yudisial berwenang
mengusulkan pengangka- tan hakim agung serta menjaga dan menegakkan kehor-
matan, keluhuran martabat, dan perilaku hakim (Pasal 24 B (1) UUD 1945).
I. SIKAP
POSITIF TERHADAP KEDAULATAN RAKYAT
Secara umum
dapat di- katakan bahwa partai politik adalah suatu kelompok yang teror-
ganisasi yang anggota-anggotanya mempunyai orientasi, nilai-nilai, dan
cita-cita yang sama. Tujuan kelompok ini ialah untuk memperoleh kekuasaan
politik dan merebut kedudukan politik (biasanya) dengan cara konstitusional
untuk melaksanakan kebijakan mer- eka. Sedangkan menurut Pasal 1 UU No. 2 Tahun
2008 tetang Partai Politik, bahwa yang disebut partai politik adalah organisasi
yang bersifat nasional dan dibentuk oleh sekelompok warga negara Indonesia
secara sukarela atas dasar persamaan kehendak dan cita-cita untuk memper-
juangkan dan membela kepentingan politik anggota, ma- syarakat, bangsa, dan
negara, serta memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia
berdasarkan Pancasila dan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Salah satu tugas
dari partai politik adalah menyalur¬kan aneka ragam pendapat dan aspirasi
masyarakat dan mengaturnya sedemikian rupa sehingga kesimpangsiuran pendapat
dalam masyarakat berkurang. Dalam masyara¬kat modern yang begitu luas, pendapat
dan aspirasi se¬seorang atau suatu kelompok akan hilang tak berbekas seperti
suara di padang pasir, apabila tidak ditampung dan digabung dengan pendapat dan
aspirasi orang lain yang senada. Proses ini dinamakan “penggabungan
kepenti-ngan” (interest aggregation). Sesudah digabung, pendapat dan aspirasi
ini diolah dan dirumuskan dalam bentuk yang teratur. Proses ini dinamakan
“perumusan kepentingan” (interest articulation).
Melalui
pemilihan seperti itulah akan dibentuk lem¬baga-lembaga negara sesuai dengan
Undang-Undang Dasar 1945. Salah satu lembaga negara yang dibentuk dalam sistem
pemerintahan Indonesia adalah DPRD.
BAB III
PENUTUP
J. KESIMPULAN
1. Kedaulatan
rakyat membawa konsekuensi, rakyat sebagai pemegang otoritas tertinggi dalam
kehidupan bermasyarakat dan bernegara. UUD 1945 menyatakan, bahwa Kedaulatan
berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar.
2. Dengan
ketentuan itu dapat diartikan, bahwa pemilik kedaulatan dalam negara Indonesia
ialah rakyat. Pelaksana kedaulatan negara Indonesia menurut UUD 1945 adalah
rakyat dan lem¬baga-lembaga negara yang berfungsi menjalankan tugas-tugas
kenegaraan sebagai representasi kedaulatan rakyat.
3. Pelaksanaan
pemerintahan Indone¬sia berdasarkan UUD 1945 tersebut dikenal dengan sistem
pemerintahan Indonesia.
4. Dalam
membangun sikap positif terhadap kedaulatan rakyat dan sistem pemerintahan
Indonesia antara lain dapat dilakukan dengan mengenal partai-partai politik,
menghargai hasil pemilihan umum, dan menghormati ke¬beradaan lembaga-lembaga
negara.
MAKALAH
IMPLEMENTASI KEDAULATAN RAKYAT DI INDONESIA
OLEH
:
NAMA KELOMPOK :
1.
DIAN APRILIANA
2.
WANTRI IMARITA
3.
ARMI DWITA ALPIANA
4.
ERMA YULIANA
5.
ANISA
6.
HULI RIZKI
KELAS : X IPS-1
SMAN 1 MASBAGIK
TP. 2015-2016
Tidak ada komentar:
Posting Komentar