BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Dengan
terbitnya Undang-undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
(Sisdiknas), keberadaan pendidikan usia dini diakui secara sah. Hal itu
terkandung dalam bagian tujuh, pasal 28 ayat 1-6, di mana pendidikan anak usia
dini diarahkan pada pendidikan pra-sekolah yaitu anak usia 0-6 tahun. Menurut
UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sisidiknas menyatakan bahwa yang dimaksud
pendidikan usia dini adalah:
“Suatu
upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam
tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu
pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan
dalam memasuki pendidikan lebih lanjut”.
Sejak saat
itulah, perkembangan pendidikan Anak Usia Dini tumbuh dengan pesat, baik secara
kuantitas maupun kualitas pelayanan pendidikannya. Pendidikan usia dini tidak
hanya terbatas pada Taman Kanak-Kanak (TK) sebagai pendidikan prasekolah
formal, tetapi mencakup kegiatan lainnya, seperi Kelompok Bermain, Tempat
Penitipan Anak, PAUD Sejenis dan lainnya. Kesadaran masyarakat untuk memberikan
pendidikan di usia dini mulai meningkat walaupun belum mencapai apa yang
diharapkan.
Hal itu
dapat dilihat dari data yang dikeluarkan oleh Direktorat Pembinaan TK dan SD,
yang mengungkapkan bahwa pada tahun 2007 Angka Partisipasi Kasar (APK) PAUD/TK
baru mencapai 26,68% dan sebagian besar pendidikan anak usia dini (PAUD)
diselenggarakan oleh masyarakat (Swasta) yakni sekitar 98,7%. Hal itu menyiratkan
bahwa terdapat masalah-masalah yang harus dikaji lebih jauh di antaranya masih
lemahnya peran pemerintah dalam mengembangkan PAUD serta maih rendahnya
kesadaran masyarakat terhadap pentingnya pendidikan di usia dini.
Selain
itu, “ekspektasi” masyarakat yang terlalu tinggi terhadap aspek kemampuan
kognitif anak menyebabkan arah pengembangan pendidikan anak usia dini dewasa ini dianggap masih
kurang tepat. PAUD pada hakekatnya adalah pendidikan yang berusaha
mengembangkan seluruh potensi anak baik potensi kognitif, afektif maupun
psikomotorik dengan cara-cara yang sesuai dengan masa perkembangannya, di
antaranya belajar sambil bermain.
Oleh
karena itu, upaya memberikan pemahaman yang tepat kepada masyarakat tentang
komponen-komponen pendidikan anak usia dini perlu dilakukan. Komponen PAUD
antara lain meliputi prinsip-prinsip dasar PAUD, kurikulum, proses pembelajaran
dan evaluasi. Kajian terhadap komponen-komponen PAUD perlu dilakukan untuk
lebih memahami hakekat PAUD itu sendiri, sehingga bagi pendidik anak usia dini
proses pembelajaran yang dilaksanakan sesuai dengan tujuan dan kaidah-kaidah
pendidikan yang telah ditetapkan.
Berdasarkan
uraian di atas, maka penulis menilai pembahasan terhadap kurikulum PAUD perlu
dilakukan baik melalui kajian kepustakaan maupun pengalaman penulis dalam
mengelola program PAUD. [1]
B.
Rumusan Masalah
1. Apakah Pengertian Kurikulum?
2. Apa Saja Macam-Macam Kurikulum?
3. Apakah Fungsi Kurikulum?
4. Apa Saja Ruang Lingkup Kurikulum?
5. Apa Saja
Aspek Perkembangan Kurikulum AUD?
C.
Tujuan
1. Untuk Mengetahui Pengertian
Kurikulum
2. Untuk Mengetahui Macam-Macam
Kurikulum
3. Untuk Mengetahui Fungsi Kurikulum
4. Untuk Mengetahui Ruang Lingkup
Kurikulum
5. Untuk Mengetahui Aspek
Perkembangan Kurikulum AUD
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Kurikulum
Istilah
”Kurikulum” memiliki berbagai tafsiran yang dirumuskan oleh pakar-pakar dalam
bidang pengembangan kurikulum sejak dulu sampai dengan dewasa ini.
Tafsiran-tafsiran tersebut berbeda-beda satu dengan yang lainnya, sesuai dengan
titik berat inti dan pandangan dari pakar bersangkutan. Istilah kurikulum
berasal dari bahasa latin, yakni ”Currikculae”, artinya jarak yang harus
ditempuh oleh seorang pelari. Pada waktu itu, pengertian kurikulum ialah jangka
waktu pendidikan yang harus ditempuh oleh siswa yang bertujuan untuk meroleh
ijazah. Dengan menempuh suatu kurikulum, siswa dapat memperoleh ijazah. Dalam
hal ini ijazah pada hakikatnya merupakan suatu bukti bahwa sisiwa telah
menempuh kurikulum yang berupa rencana pelajaran, sebagaimana halnya seorang pelari
telah menempuh suatu jarak antar satu tempat ketempat lainnya dan akhirnya
mencapai finish. Dengan kata lain, kurikulum dianggap sebagai jembatan yang
sangat penting untuk mencapai titik akhir dari suatu perjalanan dan ditandai
oleh perolehan suatu ijazah tertentu.[2]
Kurikulum
merupakan seperangkat panduan yang mengatur isi program pendidikan sebagai
acuan dalam proses pembelajaran dan penyelenggaraan pendidikan. Kurikulum ini
dapat merujuk pada PKB-TK 94 (program kegiatan belajar TK) atau bisa juga
merujuk pada kurikulum terbaru, yakni KBK 2004 yang disempurnakan menjadi KTSP
2006.[3] Secara
sederhana, kurikulum dapat dimaknai sebagaai perangkat mata pelajaran yang
diberikan oleh suatu lembaga penyelenggara pendidikan yang berisi rancangan
pelajaran yang akan diberikan kepada peserta pelajaran dalam satu preriode
pendidikan dan jejang tertentu. Penyusunan perangkat mata pelajaran ini
disesusaikan dengan keadaan dan kemampuan setiap jenjang pendidikan dalam
penyelenggaran pendidikn tersebut.
Kurikulum sebagai
arahan muatan pendidikan juga perlu disusun dengan baik. Meski setiap sekolah
taman kanak-kanak dapat menyusun kurikulum sendiri bukan berarti bisa asal-asal
tampa sistematika dan tujuan yang jelas. Para akhli menyarankan agar ruang
lingkup kurikulum TK hendaklah mengikuti 6 aspek perkembangan yaitu :
moralitas dan nilai-nilai agama, sosial, emosional, dan kemandirian, kemampuan
berbahasa, kognitif, fisik/motorik, dan seni.[4]
Kurikulum
adalah seperangkat kegiatan belajar melalui bermain yang dapat memberikan
pengalaman langsung bagi anak dalam rangka mengembangkan yang dimiliki oleh
setiap anak.[5]
Dari berbagai
pengertian kurikulum, Ali, M (1984) mengkategorikannya kedalam tiga pengartian,
yaitu (1) Kurikulum sebagai rencana belajar peserta didik (2) Kurikulum sebagai
rencana pembelajaran, dan (3) Kurikulum sebagai pengalaman belajar yang
diperoleh peserta didik.
Pengertian lain
tentang kurikulum diungkap dalam Undang-Undang no. 20 tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional dan digunakan dalam Peraturan Pemerintah no. 19 tahun 2005
yang merumuskan bahwa kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan
mengenai tujuan, materi/isi atau bahan pelajaran serta metode cara yang
digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai
tujuan pendidikan.[6]
B.
Macam-Macam Kurikulum
Dalam kurikulum
nasional, semua program belajar sufah baku, dan siap untuk digunakan oleh
pendidik atau guru. Kurikulim yang demikian sering bersifat resmi dan dikenal
dengan nama ideal curriculum, yakni kurikulum yang masih berbentuk
cita-cita. Kurikulum yang masih berbentuk cita-cita ini masih perlu
dikembangkan menjadi kurikulum yang berbentuk pelaksanaan, atau sering dikenal
dengan actual curriculum, yakni kurikulum yang dilaksanakan oleh pendidik
dalam proses belajar mengajar.
Dalam menyusun
kurikulum, sangatlah tergantung pada asas organisatoris, yakni bentuk penyajian
bahan pelajaran atau organisasi kurikulum. Ada tiga pola organisasi kurikulum,
yang dikenal juga dengan sebutan macam-macam kurikulim atau tipe-tipe
kurikulum. Macam-macam kurikulum tersebut adalah:
1. Separated
Subjek Curriculum
Kurikulum ini dipahami sebagai kurikulum matapelajaran
yang terpisah satu sama lainnya. Kurikulum mata pelajaran terpisah (separated
subject currikulum) berarti kurikulumnya dalam bentuk matapelajaran yang
terpisah-pisah, yang kurang mempunyai keterkaitan dengan matapelajaran lainnya.
Konsekuensinya, anak didik harus semakin banyak mengambil mata pelajaran.
Tyler dan Alexandermenyebutkan bahwa jenis kurikulum ini
digunakan dengan scool subject, dan sejak beberapa abad hingga saat ini
pun masih banyak didapatkan di berbagai lembaga pendidikan. Kurikulum ini
terdiri dari matapelajaran-matapelajaran yang tujuan pelajarannya adalah anak
didik harus menguasai bahan dari tiap-tiap matapelajaran yang telah ditentukan
secara logis, sistematis, dan mendalam (Soetopo & Soemanto, 1993: 78).[7]
Kurikulum matapelajaran dapat menetapkan syarat-syarat
minimum yang harus dikuasai anak, sehingga anak didik bisa naik kelas. Biasanya
bahan pelajaran dan textbook merupakan alat dan sumber utama
pelajaran. Kurikulum matapelajaran atau subject curriculum terdiri dari
matapelajaran (subject) yang terpisah-pisah, dan subject itu
merupakan himpunan pengalaman dan pengetahuan yang diorganisasikan secara logis
dan sistematis oleh para ahli kurikulum (experts).
2. Correlated
Curriculum
Kurikulum jenis ini mengandung makna bahwa sejumlah
matapelajaran dihubungkan antara yang satu dengan yang lain, sehingga ruang
lingkup bahan yang tercakup semakin luas. Sebagai contoh, pada matapelajaran
fiqh dapat dihubungkan dengan matapelajaran Al-Quran dan Hadist. Pada saat anak
didik mempelajari shalat, dapat dihubungkan degan pelajaran Al-Quran (surat
Al-Fatihah, dan surat lainnya) dan hadist yang berhubungan dengan shalat, dan
lain sebagainya.
Masih banyak cara lain menghubungkan pelajaran dalam
kegiatan kurikulum. Korelasi tersebut dengan memerhatikan tipe korelasinya,
yakni:
a. Korelasi okkasional/insidental,
maksudnya korelasi dilaksanakan secara tiba-tiba atau insidental. Misalnya:
pada pelajaran sejarah dapat dibicarakan tentang geografi dan tumbuh-tumbuhan.
b. Korelasi etis,
yang bertujuan mendidik budi pekerti sehingga konsentrasi pelajarannya dipilih
pendidikan Agama. Misalnya pada Pendidikan Agama itu dibicarakan
cara-cara menghormati: tamu, orang tua, tetangga, kawan, dan lain sebagainya.
c. Korelasi sistematis,
yang mana korelasi ini biasanya direncanakan oleh guru. Misalnya: bercocok
tanam padi dibahas dalam geografi dan ilmu tumbuh-tumbuhan.
3. Broad Fields
Curriculum
Kurikulum Broad Fields kadang-kadang disebut kurikulum
fusi. Taylor dan Alexander menybutkan dengan sebutan The Broad Fields of
Subject Matter. Broad Fields menghapuskan batas-batas dan menyatukan
matapelajaran (subject matter) yang berhubungan erat. Hilda Taba
mengatakan bahwa The broad fields curriculum is essentially an effort to
automatization of curriculum by combining several specific areas large fields (The
broad fieldscurriculum adalah usaha meningkatkan kurikulum dengan
mengombinasikan beberapa matapelajaran). Sebagai contoh: sejarah, geografi,
ilmu ekonomi, dan ilmu politik disatukan menjadi Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS).
Phenik adalah orang yang mencetuskan tipe organisasi broad
fields ini. Keinginan Phenik adalah agar pendidik mengerti jenis-jenis arti
perkembangan kebudayaan yang efektif; mengerti manfaat yang didapakan dari
berbagai ragam disiplin ilmu; dan upaya mendidik anak agar menghasilkan suatu
masyarakat yang civilized (beradab).
Phenik mengemukakan lima dasar logikanya yang kemudian
menghasilkan ilmu broad fields berikut:
a.
Symbies: Bahasa Matematika, dan
bentuk-bentuk Simbol Non Diskursif.
b. Experics:
Musik, Seni Gerak, Sastra, Agama, dan lain sebagainya.
c.
Syunnetics: Filsafat, Psikologi,
Sastra, Agama, dan lain sebagainya.
d. Ethics:
berbagai aspek moral dan tata adab.
Soetopo & soemanto (1993: 78) mengemukakan bahwa
keunggulan kurikulum broad fields adalah adanya kombinasi matapelajaran
sehingga manfaatnya akan semakin dirasakan, dan memungkinkan adanatapelajaran
sehingga manfaatnya akan semakin dirasakan, dan memungkinkan adanya
matapelajaran yang kaya akan pengertian dan mementingkan prinsip dasar serta
generalisasi.
Sedangkan kelemahannya adalah hanya memberikan
pengetahuan secara sketsa, abstrak, dan kurang logis dari satu matapelajaran. [8]
4. Integrated
Curriculum
Kurikulum terpadu (integrated curriculum)
merupakan suatu produk dari usaha pengintegrasian bahan pelajaran dari berbagai
macam pelajaran. Integrasi diciptakan dengan memusatkan pelajaran pada masalah
tertentu yang memerlukan solusinya dengan materi atau bahan dari berbagai
disiplin atau matapelajaran.
Kurikulum jenis ini membuka kesempatan yang lebih banyak
untuk melakukan kerja kelompok, masyarakat dan lingkungan sebagai sumber
belajar, mementingkan perbedaan individual anak didik, dan dalam perencanaan
pelajaran siswa diikutsertakan. Kurikulum terpadu sangat menguntamakan agar
anak didik dapat memiliki sejumlah pengetahuan secara fungsional dan
mengutamakan proses belajarnya. Yang dimaksudkan cara memperoleh ilmu secara
fungsional adalah karena ilmu tersebut dikelompokkan berhubungan dengan usaha
memecahkan masalah yang ada. Sebagai contoh, dengan belajar membuat, anak didik
sekaligus mempelajari hal-hal lain yang berkaitan dengan listrik, siaran,
penerimaan, dan sebagainya (Nasution, 1993: 111).
Integrated Curriculum mempunyai ciri
yang sangat fleksibel dan tidak menghendaki hasil belajar yang sama dari semua
anak didik. Guru, orangtua, dan anak didik merupakan komponen-komponen yang
bertanggung jawab dalam proses pengembangannya. Di sisi lain, kurikulum ini
juga mengalami kesulitan-kesulitan bagi anak didik, terutama apabila dipandang
dari ujian atau tes akhir atau tes masuk yang uniform. Sebagai persiapan
studi perguruan tinggi yang memerlukan pengetahuan yang logis dan sistematis,
kurikulum jenis ini akan mengalami kekakuan. Meskipun demikian, selama
percobaan delapan tahun (1932-1940) dengan kurikulum terpadu ini, anak didik
dapat mengikuti pelajaran dengan baik dan tidak kalah dengan prestasi anak
didik lain yang menggunakan kurikulum konvesional, dan justru mereka memiliki
nilai tambah dalam hal perkembangan dan kemantapan kepribadian serta dalam
aktivitas sosial kemasyarakatan. [9]
C. Fungsi
Kurikulum
Fungsi kurikulum dijelaskan oleh
Hendyat Soetopo dan Soemanto (1986) membagi fungsi kurikulum menjadi 7 bagian
yaitu:
1. Fungsi
kurikulum dalam rangka mencapai tujuan pendidikan. Maksudnya bahwa kurikulum
merupakan suatu alat atau usaha untuk mencapai tujuan-tujuan pendidikan yang
diinginkan oleh sekolah yang dianggap cukup tepat dan penting untuk dicapai.
Dengan kata lain bila tujuan yang diinginkan tidak tercapai maka orang
cenderung untuk meninjau kembali alat yang digunakan untuk mencapai tujuan
tersebut.
2. Fungsi
kurikulum bagi anak.
Maksudnya kurikulum sebagai organisasi
belajar tersusun yang disiapkan untuk siswa sebagai salah satu konsumsi bagi
pendidikan mereka dengan begitu diharapkan akan mendapat sejumlah pengalaman
baru yang kelak kemudian hari dapat dikembangkan seirama dengan perkembangan
anak.
3. Fungsi kurikulum
bagi guru.
Ada tiga macam yaitu:
a) Sebagai pedoman
kerja dalam menyusun dan mengorganisir pengalaman belajar bagi anak didik.
b) Sebagai pedoman
untuk mengadakan evaluasi terhadap perkembangan anak dalam rangka menyerap
sejumlah pengalaman yang diberikan .
c) Berbagai
pedoman dalam mengatur kegiatan pendidikan dan pengajaran. [10]
4. Fungsi bagi
kepala sekolah dan pembina sekolah.
Dalam arti: pertama sebagai pedoman dalam mengadakan
fungsi supervisi yaitu memperbaiki situasi belajar, kedua sebagai pedoman dalam
melaksanakan fungsi supervisi dalam menciptakan situasi untuk menunjang situasi
belajar anak kearah yang lebih baik, ketiga sebagai pedoman dalam melaksanakan
fungsi supervisi dalam memberikan bantuan kepada guru untuk memperbaiki situasi
mengajar, keempat sebagai pedoman untuk mengembangkan kurikulum lebih lanjut,
kelima sebagai pedoman untuk mengadakan evaluasi pengajuan kemajuan belajar
mengajar.
5. Fungsi
kurikulum bagi orang tua murid.
Maksudnya orang tua dapat turut serta dalam memajukan
putra putrinya, bantuan orang tua ini dapat melalui konsultasi langsung
sedangkan sekolah atau guru dana dan sebagainya.
6. Fungsi
kurikulum segi sekolah pada tingkatan diatasnya.
Ada dua jenis yang berkaitan dengan fungsi ini yaitu
pemeliharaan keseimbangan proses pendidikan dan penyiapan tenaga guru.
7. Fungsi
kurikulum bagi masyarakat dan pemakai lulusan sekolah.
Sekurang-kurangnya ada dua hal yang bisa dilakukan dalam
fungsi ini yaitu pemakai lulusan ikut memberikan bantuan guna memperlancar
pelaksanaan program pendidikan yang membutuhkan kerja sama dengan pihak orang
tua atau masyarakat dan ikut memberikan kritik dan saran yang membantu dalam
rangka menyempurnakan progam pendidikan disekolah agar bisa lebih serasi dengan
kebutuhan masyarakat dalam bekerja.[11]
D.
Ruang Lingkup kurikulum
1. Silabus
Silabus merupakan seperangkat rencana dan pengaturan
kegiatan pembelajaran, pengelolaan kelas, dan penilaian hasil belajar. Silabus
harus disusun secara sistematis dan berisi komponen-komponen yang saling
berkaitan untuk memenuhi target pencapaian Kompetensi Dasar.
Silabus berisi jawaban dari pertanyaan berikut:
a.
Kompetensi apayang akan dikembangkan
pada anak didik?
b. Bagaimana cara
mengembangkan kompetensi tersebut pada diri anak didik?
c.
Bagaimana cara mengetahui bahwa
kompetensi tersebut telah dikuasai anak didik?[12]
2. Perencaaan
Semester
Perencanaan semester merupakan program pembelajaran yang
berisi jaringan-jaringan tema yang ditata secara urut dan sistematis, alokasi
waktu yang diperlukan untuk setiap jaringan tema dan sebarannya kedalam
semester 1 dan 2.
Langkah-langkah penyusunan program semester:
a.
Pelajari dokumen kurikulum, yakni
kerangka dasar dan standar kompetensi.
b. Pilih tema yang
dapat mempersatukan kompetensi-kompetensi tersebut untuk setiap kelompok dalam
satu semester.[13]
·
Tema
Tema merupakan alat atau wadah untuk mengenalkan berbagai
konsep kepada anak didik secara utuh. Dalam pembelajaran, tema diberikan dengan
maksud menyatukan isi kurikulum dalam satu kesatuan yang utuh, memperkaya
perbendaharaan anak didik, dan membuat pembelajaran lebih bermakna. Penggunaan
tema dimaksudkan agar anak mampu mengenal berbagai konsep secara mudah dan
jelas.
·
Prinsip pemilihan tema
Pemilihan tema hendaknya memperhatikan prinsip-prinsip
sebagai berikut:
Ø Kedekatan, artinya tema
hendaknya dipilih mulai dari tema yang terdekat dengan kehindupan anak kepada
tema yang semakin jauh dari kehidupan anak.
Ø Kesederhanaan, artinya tema
hendaknya dipilih mulai dari tema-tema yang sederhana kepada tema-tema yang
lebih rumit bagi anak.
Ø Kemenarikan, artinya tema
hendaknya dipilih mulai dari tema-tema yang menarik minat anak.
Ø Keinsidentalan, artinya
peristiwa atau kejadian disekitar anak (sekolahan) yang terjadi pada saat
pembelajaran berlangsung hendaknya dimasukkan dalam pembelajaran walaupun tidak
sesuai dengan tema yang dipilih pada hari itu.
·
Langakah pemilihan tema
Ø
Mengidentifikasi tema yang sesuai
denagan hasil belajar dan indikator dalam kurikulum.
Ø
Menata dan mengurutkan tema berdasarkan
prinsip-prinsip pemilihan tema.
Ø
Menjabarkan tema kedala sub-sub tema
agar cakupan tema tidak terlalu luas.
Ø
Memilih sub tema yang sesuai.[14]
E.
Aspek-Aspek Perkembangan Anak Usia
Dini
Dalam dunia pendidikan anak usia dini (PAUD), perkembangan anak merupakan hal
yang harus diperhatikan karena perkembangan anak secara lanjut akan menentukan
proses pembelajaran anak tersebut di jenjang selanjutnya.
Perkembangan berkenaan dengan keseluruhan kepribadian anak,
karena kepribadian membentuk satu kesatuan yang terintegrasi. Secara umum dapat
dibedakan beberapa aspek utama kepribadian anak, yaitu aspek intelektual
(kecerdasan/ kognitif), sosial, emosional, bahasa, dan keagamaan.
Perkembangan dari tiap aspek kepribadian tidak selalu
bersama-sama atau sejajar, perkembangan sesuatu aspek mungkin mendahului atau
mungkin juga mengikuti aspek lainnya. Pada awal kehidupan anak, yaitu pada saat
dalam kandungan dan tahun-tahun pertama kehidupan, perkembangan aspek fisik dan
motorik sangat menonjol.
Selama sembilan bulan dalam kandungan, ukuran fisik bayi
berkembang dari seperduaratus milimeter menjadi 50 sentimeter panjangnya.
Selama dua tahun pertama, bayi yang tidak berdaya pada awal kelahirannya, telah
menjadi anak kecil yang dapat duduk, merangkak, berdiri, bahkan pandai berjalan
dan berlari, bisa memegang dan mempermainkan berbagai benda atau alat.
1.
Aspek Perkembangan Intelektual
(Kecerdasan/Kognitif)
Dalam
aspek ini, diawali dengan perkembangan kemampuan mengamati, melihat hubungan
dan memecahkan masalah sederhana. Kemudian berkembang ke arah pemahaman dan
pemecahan masalah yang lebih rumit. Aspek ini berkembang pesat pada masa anak
mulai masuk sekolah dasar (usia 6-7 tahun). Berkembang konstan selama masa
belajar dan mencapai puncaknya pada masa sekolah menengah atas (usia 16-17
tahun).[15]
Adapun
menurut Piaget berpendapat bahwa perkembangan kognitif bagi anak dibagi menjadi
dalam 4 fase yaitu:
a)
Fase
sensori Motor,
yaitu rentang usia 0-2 tahun. Pada rentang usia tersebut, anak berinteraksi
dengan dunia sekitar melalui panca indra. Dimulai dari gerakan reflex yang
dimiliki sejak lahir, menghisap, menggenggam, melihat, melempar hingga pada
akhir usia 2 tahun anak sudah dapat menggunakan satu benda dengan tujuan
berbeda. Dapat berfikir kompleks seperti bagaimana cara untuk mendapatkan suatu
benda yang diinginkan dan melakukan apa yang diinginkannya dengan benda
tersebut.
b)
Fase
Pra Operasional, yaitu
pada rentang usia 2-7 tahun. Fase ini merupakan masa permulaan anak untuk
membangun kemampuannya dalam menyusun pikirannya. Oleh sebab itu, cara berpikir
anak belum stabil dan belum terorganisir secara baik.[16] Dalam masa ini, imajinasi
anak juga mulai berkembang sehingga mereka sering melakukan imitasi atau meniru
perilaku orang lain dengan menggunakan benda-benda di lingkup sekitarnya
sebagai hal-hal lain yang mereka kenal dalam ruang lingkup yang lebih luas.[17]
Fase ini dibagi menjadi 3 sub fase berpikir:
·
Berpikir
secara simbolik (2-4 tahun),yaitu kemampuan berpikir tentang objek dan
peristiwa secara abstrak.Anak sudah dapat menggambarkan objek yang tidak ada
dihadapannya.
·
Befikir
secara egosentris (2-4 tahun), anak melihat dunia dengan perspektifnya sendiri,
menilai benar/tidak berdasarkan sudut pandang sendiri, sehingga anak belum
dapat meletakkan cara pandangnya dari sudut pandang orang lain.
·
Berfikir
secara intuitif (4-7 tahun), yaitu kemampuan anak untuk menciptakan sesuatu
(menggambar/menyusun balok), tetapi tidak mengetahui alasan pasti mengapa
melakukan hal tersebut. Pada usia ini anak sudah dapat mengklasifikasikan objek
sesuai dengan kelompoknya.
c)
Fase
Operasi Konkret (7-12 tahun), anak sudah punya kemampuan berfikir secara logis dengan
syarat objek yang menjadi sumber berfikir tersebut hadir secara konkret. Anak
dapat mengklasifikasikan objek, mengurutkan benda sesuai dengan tata urutannya,
memahami cara pandang orang lain dan berfikir secara deduktif.
d)
Fase
Operasi Formal (12 tahun), anak
dapat berfikir secara abstrak seperti kemampuan mengemukakan ide-ide,
memprediksi kejadian yang akan terjadi, melakukan proses berfikir ilmiah yaitu
mengemukakan hipotesis dan menentukan cara untuk membuktikan kebenaran
hipotesis tersebut.[18]
2.
Aspek Perkembangan Sosial
Sejak anak
berumur satu tahun, ia hanya dapat berhubungan dengan Ibu, Ayah, atau dengan
orang dewasa lainnya, yang tinggal bersama-sama di rumah itu. Dalam
perkembangan selanjutnya, kesanggupan berhubungan batin dengan orang lain makin
lama tampaknya makin nyata. Perkembangan sosial barulah agak nyata bila ia
memasuki masa kanak-kanak. Sekitar usia dua atau tiga tahun, anak sudah mulai
membentuk masyarakat kecil yang anggotanya terdiri dari dua atau tiga orang
anak. Mereka bermain bersama-sama walaupun kelompok itu hanya dapat bertahan
dalam waktu yang relative singkat. Dalam Kegiatan semacam ini anak sudah
menghubungkan dirinya dengan suatu masyarakat yang baru; di dalamnya mulai
terjadi perkembangan baru, yaitu perkembangan sosial.[19]
3.
Aspek Bahasa
Aspek
bahasa berkembang dimulai dengan peniruan bunyi dan suara, berlanjut dengan
meraban. Pada awal masa sekolah dasar berkembang kemampuan berbahasa sosial
yaitu bahasa untuk memahami perintah, ajakan serta hubungan anak dengan
teman-temannya atau orang dewasa. Bahasa merupakan alat untuk berpikir dan
berpikir merupakan suatu proses melihat dan memahami hubungan antar hal. Bahasa
juga merupakan suatu alat untuk berkomunikasi dengan orang lain, dan komunikasi
berlangsung dalam suatu interaksi sosial. Dengan demikian perkembangan
kemampuan berbahasa juga berhubungan erat dan saling menunjang dengan
perkembangan kemampuan sosial. Perkembangan bahasa yang berjalan pesat pada
awal masa sekolah dasar mencapai kesempurnaan pada akhir masa remaja.
4.
Aspek Perkembangan Emosi atau
Perasaan
Aspek ini
berjalan konstan, kecuali pada masa remaja awal (13-14 tahun) dan remaja tengah
(15-16 tahun). Pada masa remaja awal ditandai oleh rasa optimisme dan keceriaan
dalam hidupnya, diselingi rasa bingung menghadapi perubahan-perubahan yang
terjadi dalam dirinya. Pada masa remaja tengah, rasa senang datang silih
berganti dengan rasa duka, kegembiraan berganti dengan kesedihan, rasa
akrab bertukar dengan kerenggangan dan permusuhan. Gejolak ini berakhir pada
masa remaja akhir yaitu pada usia 18-21 tahun.[20]
5.
Aspek Perkembangan Keagamaan
Manusia
dilahirkan dalam keadaan lemah, fisik maupun psikis. Walaupun dalam keadaan
yang demikian ia telah memiliki kemampuan bawaan yang bersifat laten. Potensi
bawaan ini memerlukan pengembangan melalui bimbingan dan pemeliharaan yang
mantap lebih-lebih pada usia dini. Menurut Woodworth, bayi yang dilahirkan
sudah memiliki beberapa instink di antaranya instink keagamaan. Belum
terlihatnya tindak keagamaan pada diri anak karena beberapa fungsi kejiwaan
yang menopang kematangan berfungsinya instink itu belum sempurna.
Menurut
penelitian Ernest Harms perkembangan agama anak itu melalui beberapa fase
(tingkatan), yaitu:
a.
The
Fairy Stage (Tingkat
Dongeng)
Tingkatan
ini dimulai anak yang berusia 3-6 tahun. Pada tingkat ini konsep mengenai
Tuhan lebih banyak dipengaruhi oleh fantasi dan emosi. Pada tingkat
perkembangan ini anak menghayati konsep ke-Tuhanan sesuai dengan tingkat
perkembangan intelektualnya. Kehidupan masa ini masih banyak
dipengaruhi kehidupan fantasi hingga dalam menanggapi agama pun anak masih
menggunakan konsep fantastis yang diliputi oleh dongeng-dongengyang kurang
masuk akal.
b.
The
Realistic Stage (Tingkat
Kenyataan)
Tingkat
ini dimulai sejak anak masuk Sekolah Dasar hingga sampai ke usia (masa usia) adolesense.
Pada masa ini ide ke Tuhanan anak sudah memcerminkan konsep-konsep yang
berdasarkan kepada kenyataan (realis). Konsep ini timbul melalui
lembaga-lembaga keagamaan dan pengajaran agama dari orang dewasa lainnya.
c.
The
Individual Stage (Tingkat
Individual)
Pada
tingkat ini anak telah memiliki kepekaan emosi yang paling tinggi sejalan
dengan perkembangan usia mereka. Konsep keagamaan yang individalistis ini
terbagi atas tiga golongan, yaitu:
·
Konsep
ke-Tuhanan yang konvensional dan konservatif dengan dipengaruhi sebagian kecil
fantasi. Hal tersebut dipengaruhi oleh pengaruh luar.
·
Konsep
ke-Tuhanan yang lebih murni yang dinyatakan dalam pandangan yang bersifat
personal.
·
Konsep
ke-Tuhanan yang bersifat humanistik. Agama telah menjadi etos humanis pada diri
mereka dalam menghayati ajaran agama. Perubahan ini setiap tingkat dipengaruhi
oleh faktor intern yaitu perkembangan usia dan faktor ektern berupa pengaruh
luar yang dialaminya. [21]
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Kurikulum adalah seperangkat kegiatan belajar
melalui bermain yang dapat memberikan pengalaman langsung bgi anak dalam rangka
mengembangkan yang dimiliki oleh setiap anak.
Macam-macam kurikulum tersebut adalah:
1.
Separated Subjek Curriculum
2.
Correlated Curriculum
3.
Broad Fields Curriculum
4.
Integrated Curriculum
Fungsi Kurikulum
Fungsi kurikulum dijelaskan oleh
Hendyat Soetopo dan Soemanto (1986) membagi fungsi kurikulum menjadi 7 bagian
yaitu:
1. Fungsi
kurikulum dalam rangka mencapai tujuan pendidikan.
2. Fungsi
kurikulum bagi anak.
3. Fungsi kurikulum
bagi guru.
4. Fungsi bagi
kepala sekolah dan pembina sekolah.
5. Fungsi
kurikulum bagi orang tua murid.
6. Fungsi
kurikulum segi sekolah pada tingkatan diatasnya.
7. Fungsi
kurikulum bagi masyarakat dan pemakai lulusan sekolah.
Ruang lingkup kurikulum
1. Silabus
2. Perencanaan
Semester
a.
Pelajari dokumen kurikulum
b. Pilih tema yang
dapat mempersatukan kompetensi-kompetensi tersebut untuk setiap kelompok dalam
satu semester.
·
Tema
·
Prinsip Pemilihan Tema
·
Langkah Pemilihan Tema
Aspek-aspek Perkembangan Anak Usia Dini
Perkembangan berkenaan dengan
keseluruhan kepribadian anak, karena kepribadian membentuk satu kesatuan yang
terintegrasi. Secara umum dapat dibedakan beberapa aspek utama kepribadian
anak, yaitu aspek intelektual (kecerdasan/ kognitif), sosial, emosional,
bahasa, dan keagamaan.
Demikianlah makalah yang dapat kami susun. Kami sadar
makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran
yang membangun sangat kami
harapkan demi perbaikan makalah selanjutnya. Kami minta maaf apabila ada
kesalahan dalam penulisan dan isi makalah ini. Semoga makalah ini bermanfaat
bagi kita semua. Amin.
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum
Wr. Wb.
Alhamdulillah.. Puji syukur kehadirat Allah SWT. atas segala
rahmat dan hidayah-Nya. Segala pujian hanya layak kita aturkan kepada Allah
SWT. Tuhan seru sekalian alam atas segala berkat, rahmat, taufik, serta
petunjuk-Nya yang sungguh tiada terkira besarnya, sehingga penulis dapat
menyelesaikan makalah yang penulis beri judul “KURIKULUM PAUD”.
Dalam penyusuna makalah ini, penulis mendapat banyak bantuan
dari berbagai pihak, oleh karena itu penulis mengucapkan rasa berterimakasih
yang sebesar-besarnya kepada mereka, kedua orang tua dan segenap keluarga besar
penulis yang telah memberikan dukungan, moril, dan kepercayaan yang sangat
berarti bagi penulis.
Berkat dukungan mereka semua kesuksesan ini dimulai, dan
semoga semua ini bisa memberikan sebuah nilai kebahagiaan dan menjadi bahan
tuntunan kearah yang lebih baik lagi. Penulis tentunya berharap isi makalah ini
tidak meninggalkan celah, berupa kekurangan atau kesalahan, namun kemungkinan
akan selalu tersisa kekurangan yang tidak disadari oleh penulis.
Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang
membangun agar makalah ini dapat menjadi lebih baik lagi. Akhir kata, penulis
mengharapkan agar makalah ini bermanfaat bagi semua pembaca.
Wassalamu'alaikum
Wr. Wb.
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR-----------------------------------------------------------
DAFTAR ISI-----------------------------------------------------------------------
BAB I PENDAHULUAN-------------------------------------------------------
A. Latar
Belakang-----------------------------------------------------------
B. Rumusan
Masalah ------------------------------------------------------
C. Tujuan
---------------------------------------------------------------------
BAB II PEMBAHASAN--------------------------------------------------------
A.
Pengertian Kurikulum--------------------------------------------------
B.
Macam-Macam Kurikulum-------------------------------------------
C.
Fungsi Kurikulum-------------------------------------------------------
D.
Ruang Lingkup Kurikulum-------------------------------------------
E.
Aspek Perkembangan Kurikulum AUD--------------------------
BAB III PENUTUP--------------------------------------------------------------
A. Kesimpulan
---------------------------------------------------------------
DAFTAR PUSTAKA------------------------------------------------------------
DAFTAR
PUSTAKA
www.google.com
Jalaludin, Psikologi Agama, (Jakarta:
PT Raja Grafindo Persada,1998),
hlm. 65-67.
Zulkifli L, Psikologi Perkembangan, (Bandung:
PT Remaja Rosdakarya, 2009),
hlm. 45.
Yuliani Nurani Sujiono, Konsep Dasar
Pendidikan Anak Usia Dini, hlm.121.
Ratna Wulan, Mengasah Kecerdasan Pada
Anak: Bayi- Pra-sekolah,
(Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2011), hlm. 6.
MAKALAH
KURIKULUM PAUD
OLEH
NAMA : PARMAN
PRODI : PGRA
SEMESTER : V (LIMA)
SEKOLAH
TINGGI ILMU TARBIYAH NAHDATUL ULAMA (STITNU) AL MAHSUNI DANGER
2016
[1]
http://hidayatsoeryana.wordpress.com/2008/05/05/kerangka-dasar-kurikulum-paud-lengkap/
[2]
Muhammad Joko Susilo, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan: Manajemen
Pelaksanaan dan Kesiapan Sekolah Menyongsongnya, (Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2008), hlm. 77.
[3]
Suyadi, Manajemen PAUD, (Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 2011 ), hlm. 19.
[4]
Partini, Pengantar Pendidikan Anak Usia
Dini, (Yogyakarta:Grafindo Lentera Media, 2010), hlm. 46-47.
[5] Yuliana
Nurani Sujiono, Konsep Dasar Pendidikan
Anak Usia Dini, (Jakarta: PT.Indeks, 2011), hlm. 207.
[6] Munir, Kurikulum
Berbasis Teknologi Informasi dan Komunikasi, (Bandung: Alvabeta, 2008),
hlm. 28-29.
[7]
Abdullah ldi, Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktik, (Yogyakarta:
Ar-Ruzz Media, 2007), hlm. 141-142.
[8]
Abdullah ldi, Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktik, hlm. 143-145.
[9]
Abdullah ldi, Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktik, hlm. 146-147.
[10] Muhammad Joko Susilo, Kurikulum Tingkat
Satuan Pendidikan, hlm.83.
[11] Muhammad Joko Susilo, Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan, hlm.83-85.
[12]Derokteran
Pendidikan Madrasah Direktorat Jendral Pendidikan Islam Kementrian Agama RI,
Kurikulum Raudhlatul Athfal
(RA) Pedoman Silabus
& Standar Kompetensi (Jakarta: TP, 2011), hlm. 15.
[13]
Derokteran Pendidikan Madrasah Direktorat Jendral Pendidikan Islam Kementrian
Agama RI, Kurikulum
Raudhlatul Athfal (RA) Pedoman
Silabus & Standar Kompetensi, Hlm. 19.
[14]Derokteran
Pendidikan Madrasah Direktorat Jendral Pendidikan Islam Kementrian Agama
RI, Kurikulum Raudhlatul
Athfal (RA) Pedoman
Silabus & Standar Kompetensi, hlm. 20.
[15]
http://paudbook.blogspot.com/2012/01/aspek-aspek-perkembangan-anak-usia-dini.html
[16]
Yuliani Nurani Sujiono, Konsep Dasar Pendidikan Anak Usia Dini, hlm.
120.
[17] Ratna
Wulan, Mengasah Kecerdasan Pada Anak: Bayi- Pra-sekolah, (Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 2011), hlm. 6.
[18]
Yuliani Nurani Sujiono, Konsep Dasar Pendidikan Anak Usia Dini, hlm.121.
[19]
Zulkifli L, Psikologi Perkembangan, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya,
2009), hlm. 45.
[21]
Jalaludin, Psikologi Agama, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,1998),
hlm. 65-67.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar