LAPORAN PRAKTIKUM
(REAKSI
ASAM BASA)
OLEH:
NAMA :
KELAS :
SMA YADINU MASBAGIK
2016
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
B.
Rumusan Masalah
C.
Tujuan
BAB II LANDASAN TEORI
BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN
A.
Alat dan Bahan
B.
Cara Kerja
C.
Hasil Praktikum
BAB IV PENUTUP
A.
Kesimpulan
B.
Saran
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Titrasi merupakan suatu metode untuk menentukan kadar suatu
zat dengan menggunakan zat lain yang sudah diketahui konsentrasinya. Titrasi
biasanya dibedakan berdasarkan jenis reaksi yang terlibat di dalam proses
titrasi, sebagai contoh bila melibatkan reaksi asam basa basa maka disebut
titrasi asam basa, titrasi redoks untuk titrasi yang melibatkan reaksi reduksi
oksidasi, titrasi kompleksometri untuk titrasi yang melibatkan pembentukan
reaksi kompleks dan lain sebagainya (Anonim, 2010, hal: 1).
Titrasi asam basa sering disebut juga disebut dengan titrasi
netralisasi. Dalam reaksi itu, menggunakan larutan standar asam dan larutan
standar basa. Reaksi netralisasi terjadi antara ion hidrogen sebagai asam
dengan ion hidroksida sebagai basa dan membentuk air yang bersifat netral.
Berdasarkan konsep lain netralisasi dapat juga dikatakan sebagai reaksi antara
donor proton (asam) dan penerima proton (basa) (Anonim, 2010, hal: 1).
Titik akhir adalah titik dimana terjadinya perubahan warna
pada indicator yang menunjukkan antara zat yang dianalisis (Anonim, 2010, hal:
12). Berdasarkan latar belakang di atas maka dilakukan percobaan ini.
B.
Rumusan Masalah
1. Bedakan antara titik akhir dan titik
quivalen titrasi asam basa !
2. Tentukan konsentrasi larutan NaOH
dengan bahan baku asam oksalat !
3. Tentukan konsentrasi HCl dengan
titrasi NaOH.!
C.
Tujuan Percobaan
1. Untuk membedakan antara titik akhir
dan titik equivalen titrasi
2. Untuk menentukan konsentrasi larutan
NaOH dengan bahan baku asam oksalat
3. Untuk menentukan konsentrasi HCl
dengan titrasi NaOH.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Pada tahun 1887 S. Arrhenius mengajukan suatu teori yang
menyatakan bahwa apabila suatu elektrolit melarut, sebagian dari elektrolit ini
terurai menjadi partikel negative yang disebut ion. Teori ini berhasil
menjelaskan beberapa hal misalnya elektrolisis dan hantaran elektrolit. Deybe
dan Huckel (1923) dan onsager (1927) merevisi teori ion yang telah disajikan
Arrhenius. Menurut mereka elektrolit kuat selalu terurai sempurna menjadi ion.
Sebelum W. Ostwald dan Arrhenius menjelaskan penguraian elektrolit, orang telah
berusaha mendefenisikan asam dan basa. Rasa masam dan pengauh terhadap zat
warna tumbuh-tumbuhan, merupakan sifat asam. Sifat yang dimiliki sabun adalah
alkali. Akhirnya orang menggunakan istilah basa sebagai pengganti alkali yang
sifatnya berlawanan dengan asam. Basa didefenisikan sebagai zat yang dapat
bereaksi dengan asam membentuk garam (Achmad, 1996, hal: 97).
Asam dan basa
didefenisikan oleh ahli kimia berabad-abad yang lalu dalam sifat-sifat larutan
air mereka. Dalam pengertian ini suatu zat yang larutan airnya berasa asam,
memerahkan lakmus biru, bereaksi dengan logam aktif untuk membentuk hidrogen,
dan menetralkan basa. Dengan mengikuti pola yang serupa, suatu basa
didefenisikan sebagai zat yang larutan airnya berasa pahit, melarutkan lakmus
merah trasa licin sabun, dan menetralkan (Achmad, 1996, hal: 97).
Dalam tahun 1923 J.N Bronsted di Denmark dan T.M Lowry di
Inggris secara terpisah menyarankan cara lain dalam memeriksakan asam dan basa.
Menurut system ini, asam bronsted-lowry ini adalah donor proton dan basa
bronsted-lowry adalah penerima proton. Dengan defenisi ini, beraneka ragam
sifat-sifat asam dan reaksi kimia dan saling berhubungan, termasuk
reaksi-reaksi yang saling berhubungan, termasuk reaksi-reaksi yang berlangsung
dalam pelarut-pelarut selain air maupun tanpa pelarut sama sekali (Keenan,
1997, hal: 410).
Hubungan antara teori bronsted-lowry dan teori Arrhenius
adalah teori Bronsted-Lowry tidak berlawanan dengan teori Arrhenius. Teori
Bronsted-Lowry merupakan teori perluasan teori Arrhenius. Ion hidroksida tetap
berlaku sabagai basa karena ion hidroksida menerima ion hidrogen dari asam dan
membentuk air. Asam menghasilkan ion hidrogen dalam larutan karena asam
bereaksi dengan molekul air pemberian sebuah proton pada molekul air. Ketika
gas hidrogen klorida dilarutkan dalam air untuk menghasilkan asam hidroksida,
molekul hidrogen klorida memberikan sebuah proton (sebuah ion hidrogen) ke
molekul air. Ikatan koordinasi (kovalen datif) terbentuk antara satu pasangan
mandiri pada oksigen dan hidrogen dari HCl menghasilkan ion hidroksonium, H3O+.
ketika asam yang terdapat dalam larutan bereaksi dengan basa yang berfungsi
sebagai asam sebenarnya adalah ion hidroksonium. Sebagai contoh, proton
ditransfer dari ion hidroksonium ke ion hidroksida untuk mendapatkan air
(Anonim, 2010, hal: 5).
Menurut
Achmad (1996), hal: 104, ikhtiar teori Lewis adalah:
1.
Asam
adalah penerima (akseptor) pasangan electron
2.
Basa
adalah penerima (donor) pasangan electron
3.
Reaksi
penetralan, A + :B ---> A + :B
Pada
reaksi penetralan terbentuk ikatan kovalen koordinasi
4.
Teori
Lewis dapat juga menjelaskan reaksi tradisional.
H+
+ O-H --> H-O-H
Bila kuantitas ekuimolar dari suatu asam kuat seperti dalam
suatu larutan air, ion hidronium dari asam kuat seperti asam klorida, HCl dan
suatu basa kuat seperti natrium hidroksida (NaOH) dicampur dalam suatu larutan
air. Reaksi ini dikenal penetralan. Penetralan ion lengkapnya adalah:
H3O+ + Cl- + Na+
+ OH- --> Na+ + Cl-
+ 2H2O
Atau lebih sederhananya:
H+ + Cl- + Na+ + OH- -->
Na+ + Cl- + H2O
Persamaan ion nettonya:
H3O+ + OH-
---> 2H2O
Atau lebih sederhananya:
H+ + OH-
---> H2O
Bila spesi asam dan basa bereaksi, dikatakan spesi-spesi ini
saling menetralkan (Keenan, 1997, hal: 419).
Setelah reaksi antara asam klorida dan natrium hidroksida
lengkap, tinggallah larutan dari ion Na dan Cl. Meskipun kedua ion penonton ini
tidak terlibat dalam penetralan, dapatlah dikatakan bahwa larutan NaCl
terbentuk sebagai akibat reaksi asam basa yang dicampur dengan zat-zat yang ada
pada saat reaksi itu selesai, tanpa memperhatikan pelarut yang digunakan jika
ada. Reaksi antara HCl dan NaOH, baik dalam bentuk murni maupun dalam larutan
air (Pudjaatmaka, 1980, hal: 420).
Sebagai ringkasan, reaksi asam dan basa yang sama
kekuatannya, akan menghasilkan larutan netral. Asam dan basa yang bereaksi
dapat keduanya kuat maupun keduanya lemah. Reaksi asam dan basa dengan kekuatan
yang berlainan akan menghasilkan larutan yang asam lemah atau basa lemah,
teragantung pada kekuasaan asam konjugat dan basa konjugat yang dihasilkan.
Jika asam yang dihasilkan itu lebih kuat dari pada basa yang dihasilkan, maka
diperoleh larutan asam lemah. Sebaliknya jika basa yang dihasilkan lebih kuat
dari asam yang dihasilkan, akan diperoleh larutan basa lemah. Terlepas dari
kekuatan relative dari asam dan basa yang terlihat, semua reaksi asam dan basa
semacam itu lazim dirujuk sebagai reaksi penetralan (Pudjaatmaka, 1980, hal:
421).
BAB III
METODE PERCOBAAN
A.
Alat dan Bahan
1.
Alat
a. Neraca analitik
1 buah
b. Buret asam 50
mL
1 buah
c. Buret basa 25
mL
1 buah
d. Erlenmeyer 250
mL
2 buah
e. Pipet skala 25
mL
2 buah
f.
Gelas
kimia 500
mL
1 buah
g. Gelas kimia 250
mL
1 buah
h. Labu takar 100
mL
1 buah
i.
Statif
dan
klem
1 buah
j.
Batang
pengaduk
1 buah
k. Bulp
1 buah
l.
Botol
semprot
1 buah
m. Pipet tetes 1
mL
1 buah
2.
Bahan
a.
Aquabides
(H2O)
b.
Asam
klorida (HCl) Xm
c.
Asam
oksalat (COOH)2 0,1 M
d.
Indicator
phenolpthalin 0,05%
e.
Natrium
hidroksida (NaOH) x M
f.
Tissue
B.
Prosedur Kerja
1.
Cara membuat larutan baku primer asam oksalat
a. Menimbang asam oksalat sebanyak 1,26
gr dengan teliti
b. Melarutkan dalam air menggunakan
gelas kimia 50 mL kemudian mengaduk sampai larut dan memasukkan ke dalam labu
takar 100 mL.
c. Mengimpitkan sampai pada tanda batas
kemudian menghomogenkan.
2.
Menentukan konsentrasi larutan NaOH dengan bahan
baku asam oksalat
a.
Membilas
buret asam dengan asam oksalat kemudian mengisi 50 mL.
b. Mengisi 2 buah Erlenmeyer 250 mL
sebanyak 25 mL larutan NaOH dengan menggunakan pipet skala 25 mL.
c.
Menambahkan
3 tetes indicator phenolpthalin
d. Mencatat kolom keadaan buret
kemudian meneteskan asam oksalat dari buret ke dalam larutan basa sampai
terjadi perubahan warna.
e.
Mencatat
keadaan akhir buret, jumlah asam oksalat yang dipakai adalah selisih antara
keadaan semula dengan keadaan akhir buret.
f.
Menghitung
konsentrasi NaOH.
3.
Menentukan konsentrasi HCl dengan titrasi NaOH
a.
Memipet
larutan HCl x M sebanyak 25 mL ke dalam 2 buah Erlenmeyer 250 mL.
b. Memasukkan larutan NaOH yang telah
diketahui konsentrasinya ke dalam buret basa 25 mL.
c.
Menambahkan
3 tetes indicator phenolpthalin ke dalam Erlenmeyer yang berisi larutan HCl x
M.
d. Menitrasi HCl dengan menggunakan
NaOH sampai muncul warna merah muda
e.
Mencatat
volume NaOH yang digunakan pada buret dan menghitung konsentrasi HCl tersebut.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A.
Hasil Pengamatan
1.
Tabel
Sampel
|
Volume
|
Volume
|
Titik
|
|
Titran
|
Peniter
|
Rata-rata
|
akhir
|
|
NaOH + (COOH)2
|
25 mL
25 mL
|
19 mL
19,6 mL
|
19,3 mL
|
19 mL
19,6 mL
|
HCl+
NaOH
|
25 mL
25 mL
|
9,7 mL
10,1 mL
|
9,9 mL
|
9,7 mL
10,1 mL
|
2.
Analisa data
a.
NaOH
+ (COOH)2
Dik: Ma =
0,1 M
a = 2
Va = 19,3
mL
Vb= 25 mL
B= 1
Dit: Mb =
…….?
Penyelesaian:
a
x Ma x Va = b
x Mb x Vb
2 x 0,1 M
x 19,3 mL = 1 x Mb x 25 mL
3,86
M = 25 Mb
Mb
= 3,86 M / 25
Mb
= 0,1544 M
b. NaOH + HCl
Dik: Mb =
0,1544 M
Vb = 9,9
mL
b= 1
Va= 25 mL
a= 1
Dit: Ma=
…?
Penyelesaian:
a
x Ma x
Va =
b x Mb x Vb
1 x
Ma x 25 mL = 1
x 0,1544 M x 9,9 mL
25
Ma = 1,5285 M
Ma
= 1,5285 M / 25
Ma
= 0,061 M.
3.
Reaksi
a. 2NaOH + (COOH)2
----> (COONa)2 + 2H2O
b. HCl + NaOH --->
NaCl + H2O
B.
Pembahasan
Titrasi asam basa melibatkan reaksi netralisasi dimana asam
akan bereaksi dengan basa dalam jumlah yang equivalen. Titran yang dipakai
dalam titrasi asam basa selalu asam kuat atau basa kuat. Pemilihan suatu
indicator untuk suatu titrasi asam basa tertentu bergantung pada kuat relative
asam dan basa yang digunakan dalam titrasi.
Membuat larutan baku primer asam oksalat, pertama menimbang
asam oksalat sebanyak 1,26 gr kemudian melarutkan dengan aquabides dalam gelas
kimia 50 mL sampai benar-benar larut kemudian memasukkan ke dalam labu takar
100 mL.
Menentukan konsentrasi larutan NaOH dengan bahan baku asam
oksalat, pertama membilas buret dengan asam oksalat kemudian mengisi 50
mL larutan asam oksalat ke dalam buret asam 50 mL. memasukkan larutan NaOH ke
dalam Erlenmeyer 250 mL sebanyak 25 mL kemudian meneteskan 3 tetes indicator pp
kemudian menitrasi asam oksalat dari buret ke dalam Erlenmeyer yang berisi
larutan NaOH. Fungsi asam okslat yaitu sebagai penitrat yang sebelumnya sudah
diketahui konsentrasinya. Fungsi indicator pp yaitu untuk mengetahui titik
akhir equivalen dari larutan yang dititrasi. Dari tahap ini dihasilkan
konsentrasi larutan NaOH 0,1544 M.
Menentukan konsentrasi HCl dengan titrasi NaOH, pertama
yaitu memipet asam klorida (HCl) x M sebanyak 25 mL ke dalam Erlenmeyer 250 mL.
Memasukkan larutan NaOH ke dalam buret basa yang telah diketahui konsentrasinya
kemudian menitrasi HCl dengan menggunakan NaOH tersebut dan diperoleh konsentrasi
HCl yaitu 0,0611.
BAB V
PENUTUP
A.
Kesimpulan
1. Titik akhir adalah titik dimana
terjadi perubahan warna pada indicator yang menunjukkan
2. reaksi antara zat yang dianalisis.
Sedangkan titik equivalen adalah titik dimana terjadi kesetaraan reaksi secara
stoikiometri antara zat yang dianalisis.
3. Konsentrasi larutan NaOH dengan
menggunakan bahan baku asam oksalat diperoleh hasil yaitu 0,1544 M.
4. Konsentrasi HCl dengan titrasi NaOH
diperoleh hasil yaitu 0,0611 M.
B.
Saran
Saran untuk praktikum ini yaitu sebaiknya pada percobaan
juga menggunakan kalium hidroksida (KOH) sebagai larutan baku sekunder
untuk membandingkan dengan larutan natrium hidroksida (NaOH).
DAFTAR PUSTAKA
Achmad,
Hiskia. Kimia Larutan. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1996.
Anonim.
Chemistry As a Center of Science. http://www.repository.usu.ac.id
(16 Juni 2013).
Keenan,
dkk. Kimia untuk Universitas. Jakarta: Erlangga, 1977.
Pudjaatmaka,
Aloysius Hadyana. Ilmu Kimia untuk Universitas. Jakarta: Erlangga, 1980.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar