BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar
Belakang
Manusia
merupakan makhluk yang mempunyai akal, jasmani dan rohani. Melalui akalnya
manusia dituntut untuk berfikir menggunakan akalnya untuk menciptakan sesuatu
yang berguna dan bermanfaat bagi dirinya sendiri maupun untuk orang lain.
Melalui jasmaninya manusia dituntut untuk menggunakan fisik / jasmaninya
melakukan sesuatu yang sesuai dengan fungsinya dan tidak bertentangan dengan
norma-norma yang berlaku di masyarakat. Dan melalui rohaninya manusia dituntut
untuk senantiasa dapat mengolah rohaninya yaitu dengan cara beribadah sesuai
dengan agama dan kepercayaan yang dianutnya.
Manusia,
masyarakat dan kebudayaan merupakan satu kesatuaan yang tidak dapat dipisahkan
dalam artinya yang utuh. Masyarakat adalh kumpulan manusia yang hidup dalam
suatu daerah tertentu, yang telah cukup lama, dan mempunyai aturan-aturan yang
mengatur mereka untuk menuju tujuan yang sama. Sedangkan kebudayaan adalah
sebagai jalan atau arah didalam bertindak dan berpikir, sehubungan dengan pengalaman-pengalaman
yang fundamental, dan sebab itulah kebudayaan itu tidak dapat dilepaskan dengan
individu dan masyarakat.
1.2.Rumusan Masalah
Uraikan
hubungan antara peradaban dan manusia dari segi :
1. Ketenangan
sebagai makna kakiki manusia beradab !
2. Kenyamanan
sebagai makna hakiki manusia beradab !
3. Ketentraman
sebagai makna hakiki manusia beradab !
- Kedamaian sebagai makna hakiki manusia beradab !
1.3.Tujuan
Menguraikan
hubungan antara peradaban dan manusia dari segi :
1. Ketenangan
sebagai makna kakiki manusia beradab
2.
Kenyamanan sebagai makna hakiki manusia beradab
3.
Ketentraman sebagai makna hakiki manusia beradab
4.
Kedamaian sebagai makna hakiki manusia beradab
BAB II
PEMBAHASAN
2.1.Manusia Dan Peradaban
Istilah peradaban dipakai untuk menunjukkan pendapat dan penilaian
terhadap perkembangan kebudayaan. Peradaban adalah kebudayaan yang bernilai
tinggi. Perkembangan kebudayaan mencapai puncaknya berwujud unsur-unsur budaya
yang bersifat halus, indah, tinggi, sopan, luhur, maka masyarakat pemilik
kebudayaan tersebut dikatakan telah memiliki peradaban yang tinggi. Menurut
Azyumardi Azra (2007), peradaban mencakup berbagai aspek kehidupan manusia,
sejak dari pandangan hidup, tatanilai, sosial budaya, politik, kesenian, ilmu
pengetahuan, sains, teknologi, dan banyak lagi.
Manusia pada hakikatnya merupakan makhluk beradab dan
berbudaya yang tidak bisa hidup di luar adab dan budaya tertentu. Manusia
beradab dan berbudaya yang hidup dalam suatu masyarakat beradab bukanlah
sesuatu yang alamiah, melainkan diciptakan melalui berbagai upaya yang
mendukung terciptanya manusia beradab dan masyarakat adab
Di Indonesia, problematika peradaban yang timbul akibat
globalisasi diantaranya dapat dilihat dalam bidang bahasa, kesenian, dan
kehidupan sosial. Akibat perkembangan teknologi yang begitu pesat, terjadi
transkultur dalam kesenian tradisional Indonesia. Peristiwa transkultural akan
berpengaruh terhadap keberadaan kesenian di Indonesia. Padahal, kesenian
tradisional merupakan bagian dari khasanah kebudayaan nasional yang perlu dijaga
kelestariannya. Dengan teknologi informasi yang semakin canggih, masyarakat
disuguhi banyak alternatif tawaran hiburan dan informasi yang lebih beragam,
yang mungkin lebih menarik jika dibandingkan dengan kesenian tradisional kita.
Dengan televisi, masyarakat bisa menyaksikan berbagai tayangan hiburan yang
bersifat mendunia yang berasal dari berbagai belahan bumi. Hal ini dapat
menyebabkan terpinggirkannya kesenian asli Indonesia.
Akibat globalisasi, masyarakat banyak mengalami anomi,
sehingga terjadi kompromisme sosial terhadap hal-hal yang sebelumnya dianggap
melanggar norma tunggal masyarakat. Selain itu juga terjadinya disorientasi
atau alienasi, keterasingan pada diri sendiri atau pada perilaku sendiri,
akibat pertemuan budaya-budaya yang tidak sepenuhnya terintegrasi dalam
kepribadian manusia sendiri.
1.
Ketenangan
sebagai makna kakiki manusia beradab
Dalam perkembangan hidupnya, manusia
seringkali berhadapan dengan berbagai masalah yang mengatasinya berat.
Akibatnya timbul kecemasan, ketakutan dan ketidaktenangan, bahkan tidak sedikit
manusia yang akhirnya kalap sehingga melakukan tindakan-tindakan yang semula
dianggap tidak mungkin dilakukannya, baik melakukan kejahatan terhadap orang
lain seperti banyak terjadi kes-kes pembunuhan termasuk pembunuhan terhadap
anggota keluarga sendiri maupun melakukan kejahatan terhadap diri sendiri
seperti meminum minuman keras dan ubat-ubat terlarang hingga tindakan bunuh
diri.
a. Dzikrullah.
Dzikir kepada Allah Swt merupakan kiat untuk menggapai
ketenangan jiwa, yakni dzikir dalam arti selalu ingat kepada Allah dengan
menghadirkan nama-Nya di dalam hati dan menyebut nama-Nya dalam berbagai
kesempatan (dan mendalami hukum-hukum Allah, termasuk dzikrullah). Bila
seseorang menyebut nama Allah, memang ketenangan jiwa akan diperolehnya. Ketika
berada dalam ketakutan lalu berdzikir dalam bentuk menyebut ta'awudz (mohon
perlindungan Allah), dia menjadi tenang. Ketika berbuat dosa lalu berdzikir
dalam bentuk menyebut kalimat istighfar atau taubat, dia menjadi tenang kembali
karena merasa telah diampuni dosa-dosanya itu. Ketika mendapatkan kenikmatan
yang berlimpah lalu dia berdzikir dengan menyebut hamdalah, maka dia akan
meraih ketenangan karena dapat memanfaatkannya dengan baik dan begitulah
seterusnya sehingga dengan dzikir, ketenangan jiwa akan diperoleh seorang
muslim, Allah berfirman yang artinya: (yaitu) orang-orang yang beriman dan hati
mereka menjadi tentram dengan mengingat Allah. Ingatlah hanya dengan mengingat
Allahlah hati menjadi tenteram (13:28).
Untuk mencapai ketenangan jiwa, dzikir tidak hanya dilakukan
dalam bentuk menyebut nama Allah, tapi juga dzikir dengan hati dan perbuatan.
Karena itu, seorang mu'min selalu berdzikir kepada Allah dalam berbagai
kesempatan, baik duduk, berdiri maupun berbaring.
b. Yakin Akan Pertolongan Allah.
Dalam hidup dan perjuangan, seringkali banyak rintangan,
tantangan dan hambatan yang harus dihadapi, adanya hal-hal itu seringkali
membuat manusia menjadi tidak tenang yang membawa pada perasaan takut yang
selalu menghantuinya. Ketidaktenangan seperti ini seringkali membuat orang yang
menjalani kehidupan menjadi berputus asa dan bagi yang berjuang menjadi takluk
bahkan berkhianat.
Oleh karena itu, agar hati tetap tenang dalam perjuangan
menegakkan agama Allah dan dalam menjalani kehidupan yang sesulit apapun,
seorang muslim harus yakin dengan adanya pertolongan Allah dan dia juga harus yakin
bahwa pertolongan Allah itu tidak hanya diberikan kepada orang-orang yang
terdahulu, tapi juga untuk orang sekarang dan pada masa mendatang, Allah
berfirman yang artinya: Dan Allah tidak menjadikan pemberian bala bantuan itu
melainkan sebagai khabar gembira bagi (kemenangan)mu, dan agar tentram hatimu
karenanya. Dan kemenangan itu hanyalah dari Allah Yang Maha Perkasa lagi Maha
Bijaksana (3:126, lihat juga QS 8:10).
c. Memperhatikan Bukti Kekuasaan Allah.
Kecemasan dan ketidaktenangan jiwa adalah karena manusia
seringkali terlalu merasa yakin dengan kemampuan dirinya, akibatnya kalau
ternyata dia merasakan kelemahan pada dirinya, dia menjadi takut dan tidak
tenang, tapi kalau dia selalu memperhatikan bukti-bukti kekuasaan Allah dia
akan menjadi yakin sehingga membuat hatinya menjadi tenteram, hal ini karena
dia sadari akan besarnya kekuasaan Allah yang tidak perlu dicemasi, tapi malah
untuk dikagumi. Allah berfirman yang artinya: Dan ingatlah ketika Ibrahim
berkata, "Ya Tuhanku, perlihatkanlah padaku bagaimana Engkau
menghidupkan orang mati". Allah berfirman, "Belum yakinkah
kamu?". Ibrahim menjawab, "Aku telah meyakininya, akan tetapi
agar hatiku tenang (tetap mantap dengan imanku)". Allah berfirman, ("kalau
begitu) ambillah empat ekor burung, lalu cincanglah, kemudian letakkan di atas
tiap-tiap satu bukit satu satu bagian dari bagian-bagian itu, kemudian
panggillah mereka, niscaya mereka datang kepadamu dengan segera". Dan
ketahuilah bahwa Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana (QS 2:260).
d. Bersyukur
Allah Swt memberikan kenikmatan kepada kita dalam jumlah
yang amat banyak. Kenikmatan itu harus kita syukuri (dengan hati, lisan, dan
perbuatan) karena dengan bersyukur kepada Allah akan membuat hati menjadi
tenang, hal ini karena dengan bersyukur, kenikmatan itu akan bertambah banyak,
baik banyak dari segi jumlah ataupun minimal terasa banyaknya. Tapi kalau tidak
bersyukur, kenikmatan yang Allah berikan itu kita anggap sebagai sesuatu yang
tidak ada artinya dan meskipun jumlahnya banyak kita merasakan sebagai sesuatu
yang sedikit.
e. Tilawah, Tasmi’ dan tadabbur
Al-Quran.
Al-Quran adalah kitab yang berisi sebaik-baik perkataan,
diturunkan pada bulan suci Ramadhan yang penuh dengan keberkahan, karenanya
orang yang membaca (tilawah), mendengar bacaan (tasmi') dan mengkaji (tadabbur)
ayat-ayat suci Al-Quran niscaya menjadi tenang hatinya, manakala dia
betul-betul beriman kepada Allah Swt, Allah berfirman yang artinya: Allah telah
menurunkan perkataan yang baik (yaitu) Al-Quran yang serupa (mutu ayat-ayatnya)
lagi berulang-ulang, gemetar karenanya kulit orang-orang yang takut kepada
Tuhanya, kemudian menjadi tenang kulit dan hati mereka di waktu mengingat
Allah. Itulah petunjuk Allah, dengan kitab itu Dia menunjuki siapa yang
dikehendaki-Nya. Dan barangsiapa yang disesatkan Allah, maka tidak ada
seorangpun pemberi petunjuk baginya (QS 39:23).
2.
Kenyamanan
sebagai makna hakiki manusia beradab
Kenyamanan
jiwa bukanlah suatu hal yang mudah didapat, layaknya orang bijak bicara
seharusnyalah kita bisa menemukan kenyamanan jiwa dikala usia mulai bertambah,
tapi sepertinya hal itu butuh perjuangan yang besar karena kenyamanan jiwa
memang mahal harganya. Usia yang bertambah, pengalaman hidup mengajarkan begitu
banyak hal, mulai dari yang salah hingga yang benar, mulai dari yang pahit
hingga menyenangkan, mulai dari yang mudah hingga yang berat, segala warna,
seribu rasa dan jutaan kisah, tapi kapankah kita temukan kenyamanan jiwa?
Saat
begitu banyak keinginan yang bermain dengan indahnya di dalam kepala ini, ada
keinginan untuk bisa tidur lebih lama, keinginan untuk bisa punya pasangan yang
baik, keinginan untuk makan enak, keinginan untuk bisa liburan panjang tanpa
harus memikirkan pekerjaan, keinginan untuk sukses di karir, keinginan untuk
bahagiakan keluarga,keinginan untuk bisa lebih dan lebih lagi...hingga kita
bisa mendengarkan suara hati yang paling dalam, jujur dan rendah hati untuk
bicara "bersyukurlah dengan apa yang telah terjadi dalam hidup kita".
Orang bijak bicara,"apapun itu pasti ada maknanya."
Dalam
kesempatan ini saya akan menyinggung sedikit tentang poligami. Apalagi sekarang
marak kontroversi tentang berdirinya klub poligami di Bandung. Ketika poligami
untuk kesenangan pribadi, maka poligami tak lebih adalah sebuah bentuk dari
keserakahan manusia yang dilegalkan. Ini tak ada bedanya dengan sudah punya
mobil, masih ingin punya mobil lagi lebih banyak. Karenanya sangat keliru kalau
kita mencoba mengatasi desakan keinginan dan kesenangan pribadi dengan cara
mengumbarnya agar tercapai kepuasan yang kita inginkan. Padahal, kepuasan
pribadi tidak akan pernah terpuaskan. Jika berpoligami dibolehkan menurut agama
yang mereka anut, apakah tidak keliru? Sedangkan di Kitab Suci mereka, tidak
akan pernah ditemukan ayat yang membolehkan poligami karena alasan kesenangan
pribadi.
Tentang
berdirinya klub poligami yang asalnya dari Malaysia itu. Ini bukti bahwa mereka
tidak nyaman dengan hidup mereka. Bosan, hampa, dan merasa diri tidak berarti
meskipun telah memiliki empat orang istri dan kaya sekalipun. Makanya, mereka
membangun komunitas agar mereka bisa mengekspresikan dirinya sehingga mendapat
apresiasi atau bahkan penghargaan dan pujian dari komunitasnya tersebut.
Sehingga, diharap hidup mereka tidak hampa lagi. Untuk itu masyarakat tidak
perlu resah, kita semua memaklumi jika pemahamannya seperti itu.
Sangat
terasa sekali bedanya, bukan? Ternyata kenyamanan pribadi itu sangat terbatas
jika dibandingkan dengan kenyamanan sosial. Kita akan merasa sangat bahagia
jika bisa memberikan kontribusi dan membantu orang lain. Semakin kita lakukan
semakin kita bahagia dan puas. Bahkan, kebahagiaan dan kenyamanan kita tidak
terbatas. Ini berarti kenyamanan yang lebih tinggi ada pada interaksi dan
saling memberi manfaat. Kita boleh mengejar kenyamanan pribadi, tetapi tidak
boleh mengumbarnya sehingga menjadi serakah. Karena kenyamanan pribadi itu
cepat atau lambat akan mencapai titik kejenuhan. Sedangkan kenyamanan sosial
tidak pernah mengalami titik jenuh. Karena sumbernya lebih banyak dan bersumber
pada orang lain.
3.
Ketentraman
sebagai makna hakiki manusia beradab
Dalam keseharian selalu saja ada
masalah yang menggelayuti setiap manusia, entah si kaya atau si miskin masalah
akan selalu datang menghampiri. Setiap permasalahan yang ada akan selalu
membuat ketentraman manusia sedikit terusik, baik itu masalah kecil ataupun
masalah yang besar semua tergantung manusia itu sendiri yang menyikapinya.
ketentraman manusia tidak akan
pernah hadir selama manusia masih berkecimpung dan bergejolak dalam
perputaran roda kehidupan. Kententraman manusia akan selalu terusik selamanya
sebelum manusia itu menutup mata, namun terkadang matipun manusia masih
menyisakan ketidaktentraman bagi seorang yang percaya akan takhayul. Pendek
kata manusia tidak akan pernah tentram dari mulai ia menghirup kehidupan sampai
ia menghembuskan nafas terakhirnya untuk kehidupan.
Banyak harta dan berlimpah tidak akan menjamin manusia itu akan hidup tentram, pasti ada saja masalahnya entah dari diri sendiri, orang sekitar atau lingkungannya atau harta benta itu sendiri pasti ada celah untuk menjadikan sesuatu itu masalah. Sebab harta yang di peroleh ada dua cara jalan yang mempengaruhinya, entah itu jalan buruk atau jalan baik. Bila harta benda yang di dapat melalui jalan baik maka harta benda yang di simpannya akan terus bertambah apalagi sebagian harta yang baik itu di belanjakan di jalan yang baik pula . Seperti menyumbang untuk anak yatim piatu, panti jompo dan amal sedekah yang akan memberikan syafaat di akhirat kelak.
Namun apabila harta benda yang telah di perolehnya dari jalan yang buruk maka penghasilan itu bukan saja tidak bermanfaat, akan tetapi sesuatu saat akan menjadi masalah yang besar dan menjadi batu sandungan yang akan menghukum dirinya sendiri. Dijaman sekarang ini manusia terus berlomba untuk mendapatkan segalanya, mereka menghalalkan segala cara untuk mendapatkan kekayaan yang sesaat. Padahal mereka tahu dan mengerti bahwa harta yang telah di dapatnya sesuatu saat nanti tidak akan di bawanya serta. Disinilah dibutuhkan sebuah keimanan dalam menentukan ketentraman manusia yang dapat dilihat secara baik dan benar agar jalan menuju keabadian akan sesuai apa yang telah di gariskan oleh Sang Maha Pencipta. Bahwa Manusia di utus kedunia untuk memberikan ketentrman kepada mahluk lainnya dan mengatur agar kehidupan manusia dapat tertata sempurna dalam beribadah kepada-Nya, sebagai rasa syukur dari mahluk kepada Tuhan-Nya.
Banyak harta dan berlimpah tidak akan menjamin manusia itu akan hidup tentram, pasti ada saja masalahnya entah dari diri sendiri, orang sekitar atau lingkungannya atau harta benta itu sendiri pasti ada celah untuk menjadikan sesuatu itu masalah. Sebab harta yang di peroleh ada dua cara jalan yang mempengaruhinya, entah itu jalan buruk atau jalan baik. Bila harta benda yang di dapat melalui jalan baik maka harta benda yang di simpannya akan terus bertambah apalagi sebagian harta yang baik itu di belanjakan di jalan yang baik pula . Seperti menyumbang untuk anak yatim piatu, panti jompo dan amal sedekah yang akan memberikan syafaat di akhirat kelak.
Namun apabila harta benda yang telah di perolehnya dari jalan yang buruk maka penghasilan itu bukan saja tidak bermanfaat, akan tetapi sesuatu saat akan menjadi masalah yang besar dan menjadi batu sandungan yang akan menghukum dirinya sendiri. Dijaman sekarang ini manusia terus berlomba untuk mendapatkan segalanya, mereka menghalalkan segala cara untuk mendapatkan kekayaan yang sesaat. Padahal mereka tahu dan mengerti bahwa harta yang telah di dapatnya sesuatu saat nanti tidak akan di bawanya serta. Disinilah dibutuhkan sebuah keimanan dalam menentukan ketentraman manusia yang dapat dilihat secara baik dan benar agar jalan menuju keabadian akan sesuai apa yang telah di gariskan oleh Sang Maha Pencipta. Bahwa Manusia di utus kedunia untuk memberikan ketentrman kepada mahluk lainnya dan mengatur agar kehidupan manusia dapat tertata sempurna dalam beribadah kepada-Nya, sebagai rasa syukur dari mahluk kepada Tuhan-Nya.
4.
Kedamaian
sebagai makna hakiki manusia beradab
Tak satu pun agama yang memberikan
toleransi terhadap kekerasan, baik terhadap diri sendiri ataupun orang lain.
Bukan semata-mata ajaran agama itu yang melarang, melainkan karena kekerasan
bertentangan dengan fitrah manusia dan nilai-nilai kemanusiaan. Kekerasan akan
menghancurkan manusia dan peradabannya yang telah dibangun sejak permulaan
manusia itu ada. Manusia dan peradabannya selalu mendambakan terbangunnya
perdamaian dan kedamaian sejati, bukan perdamaian yang dibuat-buat (semu)
karena berbagai motif yang terselubung dan tidak bertanggung jawab. Perdamaian
yang diharapkan adalah perdamaian yang didasarkan cinta kasih sesama sebagai
makhluk Tuhan, yang mempunyai beban dan tanggung jawab sama di muka bumi, yaitu
mewujudkan perdamaian itu sendiri. Karena peradaban manusia selalu
diwarnai pertentangan dan kepentingan, maka Tuhan memberi petunjuk berupa agama
untuk membimbing manusia kepada jalan yang benar atau jalan perdamaian.
Peradaban dan budaya yang tidak dibimbing oleh agama akan membawa sengsara dan
pertentangan. Ini terbukti dengan semakin hilangnya nilai-nilai kemanusiaan dan
kebersamaan akibat modernisasi yang tidak dibarengi dengan peneguhan keimanan
dan ketakwaan kepada Allah. Sikap kebersamaan dan gotong-royong telah diganti
dengan sikap individualistis, sikap saling tolong-menolong dan membantu berubah
menjadi saling bermusuhan (antagonistik), serta spiritualitas murni digantikan
dengan spiritualitas semu yang serba formalis. Inilah yang membawa manusia
kepada kekacauan dan ketidakstabilan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa,
dan bernegara. Islam sangat menganjurkan umatnya untuk mewujudkan
perdamaian di dunia ini. Bahkan, perdamaian itu merupakan sebagian dari pokok
keberagamaan umat. Iman sebagai inti dari agama mengandung tiga pengertian,
yakni al-iman (percaya kepada keesaan Allah), al-amanah (sikap jujur), dan
al-aman (menghadirkan keamanan dan kedamaian). Orang yang menyatakan
beriman kepada Allah dituntut mampu melaksanakan tiga makna tersebut, yaitu: percaya,
jujur, dan damai. Orang beriman yang hanya percaya kepada Allah namun tidak
bersikap jujur dan malah berbuat kerusakan dan kekerasan berarti keimanannya
tidak sempurna. Perdamaian dan kedamaian itu dapat berhasil apabila
dimulai dari pribadi masing-masing. Ibda’ bi nafsik (mulailah dari
dirimu sendiri), demikian sabda Nabi. Memulai perdamaian dari diri
sendiri berarti harus mampu menghadirkan kedamaian dalam jiwa dan menjauhkannya
dari kerusakan dan kehancuran Diri kita pun harus dipenuhi hak-haknya,
hak jasmani dan ruhani, serta harus dijauhkan dari hal-hal yang merusak jasmani
dan rohani itu. Sebagai makhluk sosial, manusia diwanti-wanti oleh Islam agar
mewujudkan perdamaian dan menjauhkan kerusakan dalam lingkup sosial
kemasyarakatan. Allah sangat mengecam kerusakan yang dilakukan umat
manusia di muka bumi ini. ظَهَرَ الْفَسَادُ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا
كَسَبَتْ أَيْدِي النَّاسِ “Telah tampak kerusakan di muka bumi akibat ulah
tangan manusia”. Dalam hal ini, menjaga lingkungan dari kerusakan adalah
sebagian dari ajaran Islam untuk mewujudkan kebersamaan dan kedamaian bersama.
Menghadirkan kedamaian pada diri sendiri dan masyarakat tidak akan bernilai
tanpa dilandasi dengan ketakwaan kepada Allah dan kepatuhan kepada Rasulullah
Saw, karena perintah perdamaian dan larangan berbuat kerusakan adalah perintah
Allah dan perilaku yang dilakukan oleh Nabi.Sebagemana disebutkan Qs.Ali 'Imran
31 : إِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّونَ اللَّهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ
اللَّهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ “Jika kalian mencintai Allah,
ikutilah aku (Nabi), maka Allah akan mencintaimu dan memaaf kan dosa-dosamu”,
demikian Allah menegaskan dalam firman-Nya. Artinya, sebagai umat
Muhammad, kita harus berperilaku mengikuti pola perilaku yang diajarkannya,
yaitu akhlak karimah (perilaku yang baik), di mana beliau adalah contoh
yang terbaik (uswatun hasanah).بَارَكَ اللهُ لِي وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ
الْعَظِيْمِ وَنَفَعَنِي وَاِيِّاكُمْ ِبمَا فِيْهِ مِنَ الآيَاتِ وَالذِّكْرِ
الْحَكِيْم وَتَقَبَّلْ مِنِّيْ وَمِنْكُمْ تِلاوَتَهُ اِنّهُ هُوَ السَّمِيْعُ
اْلعَلِيْمُ فَاسْتَغْفِرُوْا اِنَّهُ هُوَاْلغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ
BAB
III
PENUTUP
3.1.Kesimpulan
Istilah peradaban dipakai untuk menunjukkan pendapat dan
penilaian terhadap perkembangan kebudayaan. Peradaban adalah kebudayaan yang
bernilai tinggi.
Manusia pada hakikatnya merupakan makhluk beradab dan
berbudaya yang tidak bisa hidup di luar adab dan budaya tertentu. Manusia
beradab dan berbudaya yang hidup dalam suatu masyarakat beradab bukanlah
sesuatu yang alamiah, melainkan diciptakan melalui berbagai upaya yang
mendukung terciptanya manusia beradab dan masyarakat adab
Ketenangan sebagai makna kakiki manusia beradab
Dalam
perkembangan hidupnya, manusia seringkali berhadapan dengan berbagai masalah
yang mengatasinya berat. Akibatnya timbul kecemasan, ketakutan dan
ketidaktenangan, bahkan tidak sedikit manusia yang akhirnya kalap sehingga
melakukan tindakan-tindakan yang semula dianggap tidak mungkin dilakukannya,
baik melakukan kejahatan terhadap orang lain seperti banyak terjadi kes-kes
pembunuhan termasuk pembunuhan terhadap anggota keluarga sendiri maupun
melakukan kejahatan terhadap diri sendiri seperti meminum minuman keras dan
ubat-ubat terlarang hingga tindakan bunuh diri.
Kenyamanan sebagai makna hakiki manusia beradab
Kenyamanan
jiwa bukanlah suatu hal yang mudah didapat, layaknya orang bijak bicara
seharusnyalah kita bisa menemukan kenyamanan jiwa dikala usia mulai bertambah,
tapi sepertinya hal itu butuh perjuangan yang besar karena kenyamanan jiwa
memang mahal harganya. Usia yang bertambah, pengalaman hidup mengajarkan begitu
banyak hal, mulai dari yang salah hingga yang benar, mulai dari yang pahit
hingga menyenangkan, mulai dari yang mudah hingga yang berat, segala warna,
seribu rasa dan jutaan kisah, tapi kapankah kita temukan kenyamanan jiwa?
Ketentraman sebagai makna hakiki manusia beradab
Dalam keseharian selalu saja ada masalah yang menggelayuti
setiap manusia, entah si kaya atau si miskin masalah akan selalu datang
menghampiri. Setiap permasalahan yang ada akan selalu membuat ketentraman
manusia sedikit terusik, baik itu masalah kecil ataupun masalah yang besar
semua tergantung manusia itu sendiri yang menyikapinya.
Kedamaian sebagai makna hakiki manusia beradab
Tak
satu pun agama yang memberikan toleransi terhadap kekerasan, baik terhadap diri
sendiri ataupun orang lain. Bukan semata-mata ajaran agama itu yang melarang,
melainkan karena kekerasan bertentangan dengan fitrah manusia dan nilai-nilai
kemanusiaan.
DAFTAR
PUSTAKA
http://armanddoo.blogspot.co.id/2011/06/ketenangan-kenyamanan-ketentraman-dan.html
https://made999.wordpress.com/2014/04/14/makalah-manusia-dan-peradaban-ilmu
budaya-dasar/
KATA PENGANTAR
Sembah sujud penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT karena
anugerah dan rahmat-Nya jualah sehingga makalah ini dapat terselesaikan. Dalam
penyusunan makalah ini, penulis telah berusaha semaksimal mungkin, yang mana
telah memakan waktu dan pengorbanan yang tak ternilai dari semua pihak yang
memberikan bantuannya, yang secara langsung merupakan suatu dorongan yang
positif bagi penulis ketika menghadapi hambatan-hambatan dalam menghimpun bahan
materi untuk menyusun makalah ini.
Namun penulis menyadari bahwa makalah ini masih sangat jauh
dari kesempurnaan, baik dari segi penyajian materinya maupun dari segi
bahasanya. Karena itu saran dan kritik yang bersifat konstruktif senantiasa
penulis harapkan demi untuk melengkapi dan menyempurnakan makalah ini.
DAFTAR
ISI
KATA
PENGATAR.......................................................................................... i
DAFTAR
ISI..................................................................................................... ii
BAB
I PENDAHULUAN.................................................................................. 1
1.1.Latar
Belakang........................................................................................... 1
1.2.Rumusan
Masalah...................................................................................... 1
1.3.Tujuan
......................................................................................................... 1
BAB
II PEMBAHASAN.................................................................................. 2
2.1.
Manusia dan Peradaban............................................................................ 2
1.
Ketenangan
sebagai makna kakiki manusia beradab ....................... 3
2. Kenyamanan sebagai makna hakiki
manusia beradab ...................... 5
3. Ketentraman sebagai makna hakiki
manusia beradab ...................... 6
4. Kedamaian sebagai makna hakiki
manusia beradab ......................... 7
BAB
III PENUTUP........................................................................................... 10
3.1.Kesimpulan
................................................................................................. 10
DAFTAR
PUSTAKA........................................................................................ 12
MAKALAH
KETENANGAN,
KENYAMANAN, KETENTRAMAN DAN KEDAMAIAN SEBAGAI MAKNA HAKIKI MANUSIA BERADAB
Disusun
Oleh :
SRI HARDINI
YAYASAN
AL-IJTIHAD AL-MAHSUNI
SEKOLAH
TINGGI ILMU TARBIYAH NAHDLATUL ULAMA (STITNU) AL-MAHSUNI DANGER FAKULTAS
TARBIYAH
PRODI PGRA1
KABUPATEN LOMBOK TIMUR
2016/2017
Tidak ada komentar:
Posting Komentar