Selasa, 04 Oktober 2016

MAKALAH FILSAFAT PENDIDIKAN PRELIALISME

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Proses pendidikan adalah proses perkembangan yang yang memiliki tujuan. Tujuan proses perkembangan itu secara alamiah ialah kedewasaan, kematangan. Sebab potensi manusia yang paling alamiah ialah bertumbuh menuju ketingkat kedewasaan, kematangan. Potensi ini akan terwujud apabila prakondisi alamiah dan sosial manusia memungkinkan misalnya: iklim, makanan, kesehatan, keamanan sesuai dengan kebutuhan manusia adanya aktifitas dan lembaga-lembaga pendidikan merupakan jawaban manusia atas problema itu. Karena manusia berkesimpulan, dan yakin bahwa pendidikan itu mungkin dan mampu mewujudkan potensi manusia sebaga aktualitas, maka pendidikan itu diselenggarakan.
Timbulnya problem dan pikiran pemecahan itu adalah bidang pemikiran filsafat dalam hal ini filsafat pendidikan berarti pendidikan adalah pelaksanaan dari ide-ide filsafat. Dengan kata lain ide filsafat yang memberi asas kepastian bagi nilai peranan pendidikan dan pembinaan manusia, ilmu pendidikan, lembaga pendidikan dan aktifitas penyelenggaraan pendidikan.
Aliran maupun gagasan tokoh dalam filsafat khususnya dalam bidang pendidikan membawa dalam kehidupan  Salah satu aliran filsafat pendidikan ialah perenialisme. Perenialisme lebih menekankan pada keabadian, keidealan, kebenaran dan keindahan dari pada warisan budaya dan dampak sosial tertentu. Pengetahuan dianggap lebih penting dan kurang memperhatikan kegiatan sehari-hari. Pendidikan yang menganut faham ini menekankan pada kebenaran absolut , kebenaran universal yang tidak terikat pada tempat dan waktu. Aliran ini lebih berorientasi ke masa lalu
B.     Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka didapat beberapa rumusan masalah, yakni sebagai berikut :
1.       Apa yang dimaksud dengan aliran perenialisme ?
2.       Bagaimana sejarah perkembangan aliran perenialisme ?
3.       Siapa sajakah filsuf aliran perenialisme ?
4.       Bagaimana hakikat aliran perenialisme ?
C.    Tujuan Makalah
Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah diatas, maka didapat tujuan penyusunan makalah ini, yakni sebagai berikut :
1.      Sebagai salah satu bentuk pemenuhan tugas kelompok  dari matakuliah “Filsafat Ilmu Pendidikan” pada semester 1 (satu) ini.
2.      Untuk mengetahui hakikat aliran perenialisme yang mencakup pengertian aliran perenialisme.
3.      Untuk mengetahui sejarah perkembangan aliran perenialisme.
4.      Untuk mengetahui pandangan filsuf aliran perenialisme.
5.      Untuk mengetahui hakikat pendidikan menurut aliran perenialisme.





















BAB II
PEMBAHASAN

A.    Hakikat Aliran Perenialisme
Perenialisme berasal dan kata perenial yang diartikan sebagaicontinuing througbout the whole year atau lasting for a very long time(abadi atau kekal dan dapat berarti pula tiada akhir. Esensi kepercayaan filsafat perenialisme adalah berpegang pada nilai-nilai atau norma-norma yang bersifat abadi. Aliran ini mengambil analogi realita sosial budaya manusia, seperti realita sepohon bunga yang terus menerus mekar dari musim ke musim, datang dan pergi, berubah warna secara tetap sepanjang masa, dengan gejala yang terus ada dan sama. Jika gejala dari musim ke musim itu dihubungkan satu dengan yang lainnya seolah-olah merupakan benang dengan corak warna yang khas, dan terus menerus sama.
Perenialisme memandang bahwa kepercayaan-kepercayaan aksiomatis zaman kuno dan abad pertengahan perlu dijadikan dasar penyusunan konsep filsafat dan pendidikan zaman sekarang. Sikap ini bukanlah nostalgia (rindu akan hal-hal yang sudah lampau semata-mata) tetapi telah berdasarkan keyakinan bahwa kepercayaan-kepercayaan tersebut berguna bagi abad sekarang. Jadi sikap untuk kembali kemasa Iampau itu merupakan konsep bagi perenialisme di mana pendidikan yang ada sekarang ini perlu kembali kemasa lampau dengan berdasarkan keyakinan bahwa kepercayaan itu berguna bagi abad sekarang ini.
Filsafasat pendidikan Perenialisme adalah  mengemukakan bahwa situasi dunia saat ini penuh dengan  kekacauan dan ketidak pastian,dan ketidak teraturan terutama dalam tatanan kehidupan moral,intelektual,dan sosio kultural,untuk memperbaiki keadaan ini dengan kembali kepada nilai nilai atau prinsip umum yang telah menjadi pandangan hidup yang kuat pada zaman dulu abad pertengahan (Perealisme membicarakan tentang nilai kebenaran,nilai ini sudah ada pada setiap budaya yang ada pada masyarakat).
Ciri Utama  memandang  Perenialisme  bahwa keadaan sekarang adalah zaman yang mempunyai kebudayaan yang terganggu oleh kekacauan, kebingungan dan kesimpang siuran, berhubung dengan itu dinilai sebagai zaman yang membutuhkan usaha untuk mengaman lapangan moral,inteltual dan lingkungan sosial kultural yang lain,ibarat kapal yang akan berlayar zaman memerlukan pangkalan dan arah tujuan yang jelas .
Perenialisme mempunyai ciri-ciri tertentu. Adapun ciri-ciri itu adalah (Sadullah Uyoh,2004: 23) :
1.      Perenialisme berakar pada tradisi filosofis klasik yang dikembangkan oleh plato, Aristoteles dan Santo Thomas Aquines.
2.      Sasaran pendidikan ialah kemampuan menguasai prinsip kenyataan, kebenaran dan nilai-nilai abadi dalam arti tak terikat oleh ruang dan waktu.
3.      Nilai bersifat tak berubah dan universal.
4.      Bersifat regresif (mundur) dengan memulihkan kekacauan saat ini melalui nilai zaman pertengahan (renaissance).
Kondisi dunia yang terganggu oleh budaya yang tak menentu yaang berada dalam kebingungan dan kekacauan seperti diungkapkan diatas, maka dengan ini memerlukan usaha serius untuk menyelamatkan manusia,dari kondisi yang mencekam dengan mencari dan menemukan orientasi dan tujuan yang jelas,dan ini adalah tugas utama filsafat pendidikan.perenialisme dalam hal ini mengambil jalan regresif dengan mengembalikan arahnya seperti yang menjadi prinsip dasar perilaku yang dianut pada masa kuno dan dan abad pertengahan.
Motif Perenialisme dengan mengambil jalan regresif bukanlah hanya nostaligia atau rindu akan nilai nilai lama untuk diingat atau dipuja,melainkan berpendapat bahwa nilaai tersebut mempunyai kedudukan vital bagi pembaangunan kebudayaan abad ke dua puluh.prinsip prinsip aksiomatis yang terikat oleh waktu itu terkandung dalam sejarah.
Perenialisme memiliki dasar pemikiran yang melekat pada aliran klasik yang ditokohi oleh plato,aristoteles,augustinus,dan aquinas,perenialisme dalaam konteks pendidikan ditokohi oleh Robert maynard Hutchins,Mortimer J.Aadler,dan Sir Richard livingstone.
Prinsip mendasar perenialis kemudian dikembangkan pula oleh Sayyed Husein Nasr seorang filsuf islam kontemporer yanh mengatakan bahwa manusia memiliki fitrah yang sama yang berpangkal pada asal kejadiannya yang fitri yang memiliki konsekuensi logis pada watak kesucian dan kebaikan.perenialisme dalam konteks Sayyed Husein Nasr terlihat hendak mengembalikan kesadaran manusia akan hakikatnya yang fitri akan membuatnya berwatak kesucian dan kebaikan.
Dalam perjalanan sejarahnya,perenialisme berkembang dalam dua sayap yang berbeda yaitu golongan teologis yang ingin menegkkan supremasi ajaran  agama dan dari kelompok yang skuler yang berpegang teguh dengan ajaran filsafat Plato Dan Aristoteles.
B.     Sejarah Perkembangan Aliran Perenialisme
Pendukung filsafat perenialis adalah Robert Maynard Hutchins dan Mortimer Adler. Hutchins dalam Uyo Sadulloh (2008:155) mengembangkan suatu kurikulum berdasarkan penelitian terhadap Great Books (Buku Besar Bersejarah) dan pembahasan buku-buku klasik. Perenialis menggunakan prinsip-prinsip yang dikemukakan Plato, Aristoteles, dan Thomas Aquino. Pandangan-pandangan Plato dan Aristoteles mewakili peradaban Yunani Kuno serta ajaran Thomas Aquino dari abad pertengahan. Filsafat perenialisme terkenal dengan bahasa latinnya Philosophia Perenis. Pendiri utama dari aliran filsafat ini adalah Aristoteles sendiri, kemudian didukung dan dilanjutkan oleh St. Thomas Aquinas sebagai pemburu dan reformer utama dalam abad ke-13.
Perenialisme memandang bahwa kepercayaan-kepercayaan aksiomatis zaman kuno dan abad pertengahan perlu dijadikan dasar penyusunan konsep filsafat dan pendidikan zaman sekarang. Sikap ini bukanlah nostalgia (rindu akan hal-hal yang sudah lampau semata-mata) tetapi telah berdasarkan keyakinan bahwa kepercayaan-kepercayaan tersebut berguna bagi abad sekarang. Jadi sikap untuk kembali kemasa lampau itu merupakan konsep bagi perenialisme di mana pendidikan yang ada sekarang ini perlu kembali kemasa lampau dengan berdasarkan keyakinan bahwa kepercayaan itu berguna bagi abad sekarang ini.
Asas-asas filsafat perenialisme bersumber pada filsafat, kebudayaan yang mempunyai dua sayap, yaitu perenialisme yang theologis yang ada dalam pengayoman supermasi gereja Katholik, khususnya menurut ajaran dan interpretasi Thomas Aquinas, dan perenialisme sekular yakni yang berpegang kepada ide dan cita filosofis Plato dan Aristoteles.
Pendapat di atas sejalan dengan apa yang dikemukakan H.B Hamdani Ali dalam bukunya filsafat pendidikan, bahwa Aristoteles sebagai mengembangkan philosophia perenis, yang sejauh mana seseorang dapat menelusuri jalan pemikiran manusia itu sendiri. ST. Thomas Aquinas telah mengadakan beberapa perubahan sesuai dengan tuntunan agama Kristen tatkala agama itu datang. Kemudian lahir apa yang dikenal dengan nama Neo-Thomisme. Tatkala Neo-Thomisme masih dalam bentuk awam maupun dalam paham gerejawi sampai ke tingkat kebijaksanaan, maka ia terkenal dengan nama perenialisme. Pandangan-pandangan Thomas Aquinas di atas berpengaruh besar dalam lingkungan gereja Katholik. Demikian pula pandangan-pandangan aksiomatis lain seperti yang diutarakan oleh Plato dan Aristoteles. Lain dari itu juga semuanya mendasari konsep filsafat pendidikan perenialisme.
Neo-Scholastisisme atau Neo-Thomisme ini berusaha untuk menyesuaikan ajaran-ajaran Thomas Aquinas dengan tuntutan abad ke dua puluh. Misalnya mengenai perkembangan ilmu pengetahuan cukup dimengerti dan disadari adanya. Namun semua yang bersendikan empirik dan eksprimentasi hanya dipandang sebagai pengetahuan yang fenomenal, maka metafisika mempunyai kedudukan yang lebih penting. Mengenai manusia di kemukakan bahwa hakikat pengertiannya adalah di tekankan pada sifat spiritualnya. Simbol dari sifat ini terletak pada peranan akal yang karenanya, manusia dapat mengerti dan memaham'i kebenaran-kebenaran yang fenomenal maupun yang bersendikan religi.
C.    Beberapa Filsuf Aliran Perenialisme
Pandangan para tokoh mengenai perenialisme yaitu :
1.       Plato
Plato (427-347 SM), hidup pada zaman kebudayaan yang sarat dengan ketidakpastian, yaitu filsafat sofisme. Ukuran kebenaran dan ukuran moral merupakan sofisme adalah manusia secara pribadi, sehingga pada zaman itu tidak ada kepastian dalam moral, tidak ada kepastian dalam kebenaran, tergantung pada masing-masing individu. Plato berpandangan bahwa realitas yang hakiki itu tetap tidak berubah. Realitas atau kenyataan-kenyataan itu tidak ada pada diri manusia sejak dari asalnya, yang berasal dari realitas yang hakiki. Menurut Plato, “dunia ideal”, bersumber dari ide mutlak, yaitu Tuhan. Kebenaran, pengetahuan, dan nilai sudah ada sebelum manusia lahir yang semuanya bersumber dari ide yang mutlak tadi. Manusia tidak mengusahakan dalam arti menciptakan kebenaran, pengetahuan, dan nilai moral, melainkan bagaimana manusia menemukan semuanya itu. Dengan menggunakan akal dan rasio, semuanya itu dapat ditemukan kembali oleh manusia.
2.       Aritoteles
Aritoteles (384-322 SM), adalah murid Plato, namun dalam pemikirannya ia mereaksi terhadap filsafat gurunya, yaitu idealisme. Hasil pemikirannya disebut filsafat realism (realism klasik). Cara berfikir Arithoteles berbeda dengan gurunya, Plato, yang menekankan berfikir rasional spekulatif. Arithoteles mengambil cara berfikir rasional empiris realitas. Ia mengajarkan cara berfikir atas prinsip realitas, yang lebih dekat dengan alam kehidupan manusia sehari-hari.
Arithoteles hidup pada abad keempat sebelum Masehi, namun ia dinyatakan sebagai pemikir abad pertengahan. Karya-karya Arithoteles merupakan dasar berfikir abad pertengahan yang melahirkan renaissance. Sikap positifnya terhadap inkuiry menyebabkan ia mendapat sebutan sebagai Bapak Sains Modern. Kebajikan akan menghasilkan kabahagiaan dan kebajikan, bukanlah pernyataan pemikiran atau perenuangan pasif, melainkan merupakan sikap kemauan yang baik dari manusia.
Menurut Arithoteles dalam Uyo Sadulloh (2008:153) manusia adalah makhluk materi dan rohani sekaligus. Sebagai materi, ia menyadari bahwa manusia dalam hidupnya berada dalam kondisi alam materi dan sosial. Sebagai makhluk rohani manusia sadar akan menuju pada proses yang lebih tinggi yang menuju kepada manusia ideal, manusia sempurna. Manusia sebagai hewan rasional memiliki kesadaran intelektual dan spiritual, ia hidup dalam alam materi sehingga akan menuju pada derajat yang lebih tinggi, yaitu kehidupan yang abadi, alam supernatural.
3.       Thomas Aquina
Thomas Aquina mencoba mempertemukan suatu  pertentangan yang muncul pada waktu itu, yaitu antara ajaran Kristen dengan filsafat (sebetulnya dengan filsafat Aritoteles, sebab pada waktu itu yang dijadikan dasar pemikiran logis adalah filsafat neoplatonisme dari Plotinus yang dikembangkan oleh St. Agustinus. Menurut Aquina, tidak terdapat pertentangan antara filsafat (khususnya filsafat Aristoteles) dengan ajaran agama (Kristen). Keduanya dapat berjalan dalam lapangannya masing-masing. Thomas Aquina secara terus menerus dan tanpa ragu-ragu mendasarkan filsafatnya kepada filsafat Aristoteles.
Menurut Bertens dalam Uyo Sadulloh (2008:154) Pandangan tentang realitas, ia mengemukakan, bahwa segala sesuatu yang ada, adanya itu karena diciptekan oleh Tuhan, dan tergantung kepada-Nya. Ia mempertahankan bahwa Tuhan, bebas dalam menciptakan dunia. Dunia tidak mengalir dari Tuhan bagaikan air yang mengalir dari sumbernya, seperti halnya yang dipikirkan oleh filosof neoplatonisme dalam ajaran mereka tentang teori “emanasi”. Thomas aquina menekankan dua hal dalam pemikiran tentang realitannya, yaitu : 1) dunia tidak diadakan dari semacam bahan dasar, dan 2) penciptaan tidak terbatas pada satu saat saja.
Dalam masalah pengetahuan, Thomas Aquina mengemukaan bahwa pengetahuan itu diperoleh sebagai persentuhan dunia luar dan oleh akal budi, menjadi pengetahuan. Selain pengetahuan manusia yang bersumber dari wahyu, manusia dapat memperoleh pengetahuan dengan melalui pengalaman dan rasionya (di sinilai ia mempertemukan pandangan filsafat idealism, realism, dan ajaran gerejanya). Filsafat Thomas Aquina disebut tomisme.Kadang-kadang orang tidak membedakan antara perenialisme dengan neotonisme. Perenialisme adalah sama dengan neotonisme dalam pendidikan.
D.    Hakikat Pendidikan Menurut Aliran Perenialisme
Pendidikan menurut Aliran Perenialisme dipandang sebagaiEducation As Cultural Regression : Pendidikan sebagai jalan kembali, atau proses mengembalikan keadaan manusia sekarang seperti dalam kebudayaan masa lampau yang dianggap sebagai kebudayaan ideal. Tugas pendidikan adalah memberikan pengetahuan tentang nilai-nilai kebenaran yang pasti, absolut, dan abadi yang terdapat dalam kebudayaan masa lampau yang dipandang sebagai kebudayaan ideal tersebut. Perenialisme percaya bahwa prinsip-prinsip pendidikan juga bersifat universal dan abadi.
Robert M. Hutchins dalam Jalaluddin Abdullah (2007:116) mengemukakan “Pendidikan mengimplikasikan pengajaran. Pengajaran mengimplikasikan pengetahuan. Pengetahuan dalah kebenaran. Kebenaran di mana pun dan kapan pun adalah sama. Karena itu kapan pun dan di mana pun pendidikan adalah sama”. Selain itu pendidikan  dipandang sebagai suatu persiapan untuk hidup, bukan hidup itu sendiri.
1.       Tujuan Umum Pendidikan
Menurut Jalaluddin Abdullah, tugas utama pendidikan adalah mempersiapkan anak didik ke arah kematangan. Matang dalam artian hidup akalnya. Jadi akal inilah yang perlu mndapat tuntunan, sekolah rendah memberikan pendidikan dan pengetahuan serba dasar. Dengan pengetahuan tradisional seperti membaca, menulis, dan berhitung, peserta didik memperoleh dasar penting bagi pengetahuan yang lain.
Menurut Thomas Aquinas dalam Jalaluddin Abdullah (2007:117) tujuan pendidikan ialah sebagai usaha mewujudkan kapasitas yang ada dalam individu agar menjadi aktualitas, aktif, dan nyata. Menurut Robert Hatchkins dalam Jalaluddin Abdullah (2007:118) tujuan pendidikan adalah mengembangkan akal budi sepaya peserta didik dapat hidup penuh kebijaksanaan demi kebaikan hidup itu sendiri.
Berdasarkan pendapat tujuan pendidikan yang dikemukakan para ahli diatas maka dapat disimpulkan tujuan pendidikan adalah untuk mewujudkan peserta didik untuk hidup bahagia demi kebahagiaannya sendiri. Dengan mengembangkan akalnya maka akan dapat mempertinggi kemampuan berpikirnya. Pendidikan membantu anak menyingkapi dan menanamkan kebenaran-kebenaran hakiki, oleh karena itu kebenaran-kebenaran itu universal dan konstan, maka kebenaran-kebenaran tersebut hendaknya menjadi tujuan-tujuan pendidikan yang murni. Kebenaran-kebenaran hakiki dapat dicapai dengan sebaik-baiknya melalui :
a.       Latihan intelektual secara cermat untuk melatih pikiran.
b.      Latihan karakter sebagai suatu cara mengembangkan manusia spiritual.
2.       Hakikat Guru
Tugas utama dalam pendidikan adalah guru-guru, di mana tugas pendidikanlah yang memberikan pendidikan dan pengajaran (pengetahuan) kepada anak didik. Faktor keberhasilan anak dalam akalnya sangat tergantung kepada guru, dalam arti orang yang telah mendidik dan mengajarkan.
Menurut Zuhairini Arikunto dalam Jalaluddin Abdullah (2007:118) peran guru adalah mengajar dan memberikan bantuan kepada peserta didik untuk mengembangkan potensi-potensi yang ada padanya.
Guru mempunyai peranan dominan dalam penyelenggaraan kegiatan belajar-mengajar di kelas. Guru hendaknya orang yang menguasai suatu cabang ilmu, seorang guru yang ahli (a master teacher) bertugas membimbing diskusi yang akan memudahkan siswa menyimpulkan kebenaran-kebenaran yang tepat, dan wataknya tanpa cela. Guru dipandang sebagai orang yang memiliki otoritas dalam suatu bidang pengetahuan dan keahliannya tifdak diragukan.
3.       Hakikat Murid
Murid dalam aliran perenialisme merupakan makhluk yang dibimbing oleh prinsip-prinsip pertama, kebenaran-kebenaran abadi, pikiran mengangkat dunia biologis. Hakikat pendidikan upaya proses transformasi pengetahuan dan nilai kepada subyek didik, mencakup totalitas aspek kemanusiaan, kesadaran, sikap dan tindakan kritis terhadap seluruh fenomena yang terjadi di sekitarnya.
Pendidikan bertujuan mencapai pertumbuhan kepribadian manusia yang menyeluruh secara seimbang melalui latihan jiwa, intelek, diri manusia yang rasional; perasaan dan indera. Karena itu pendidikan harus mencakup pertumbuhan manusia dalam segala aspeknya : spiritual, intelektual, imajinatif, fisik, ilmiah, bahasa, baik secara individual maupun secara kolektif, dan mendorong semua aspek ini ke arah kebaikan dan mencapai kesempurnaan.
4.       Proses Belajar Mengajar
Tuntutan tertinggi dalam belajar menurut Perenialisme, adalah latihan dan disiplin mental. Maka, teori dan praktik pendidikan haruslah mengarah kepada tuntunan tersebut. Teori dasar dalam belajar menurut Perenialisme terutama:
a.        Mental dicipline sebagai teori dasar
Menurut Perenialisme sependapat latihan dan pembinaan berpikir adalah salah satu kewajiban tertinggi dalam belajar, atau keutamaan dalam proses belajar. Karena program pada umumnya dipusatkan kepada pembinaan kemampuan berpikir.
b.       Rasionalitas dan Asas Kemerdekaan
Asas berpikir dan kemerdekaan harus menjadi tujuan utama pendidikan, otoritas berpikir harus disempurnakan sesempurna mungkin. Dan makna kemerdekaan pendidikan hendaknya membantu manusia untuk dirinya sendiri yang membedakannya dari makhluk yang lain. Fungsi belajar harus diabdikan bagi tujuan itu, yaitu aktualisasi diri manusia sebagai makhluk rasional yang bersifat merdeka.
c.        Leraning to Reason (belajar untuk berpikir)
Bagaimana tugas berat ini dapat dilaksanakan, yakni belajar supaya mampu berpikir. Perenialisme tetap percaya dengan asas pembentukan kebiasaan dalam permulaan pendidikan anak. Kecakapan membaca, menulis, dan berhitung merupakan landasan dasar. Dan berdasarkan pentahapan itu, maka learning to reason menjadi tujuan pokok pendidikan sekolah menengah dan pendidikan tinggi.
d.       Belajar sebagai persiapan hidup
Belajar untuk mampu berpikir bukanlah semata – mata tujuan kebajikan moral dan kebajikan intelektual dalam rangka aktualitas sebagai filosofis. Belajar untuk berpikir berarti pula guna memenuhi fungsi practical philosophy baik etika, sosial politik, ilmu dan seni.
e.        Learning through teaching
Dalam pandangan Perenialisme, tugas guru bukanlah perantara antara dunia dengan jiwa anak, melainkan guru juga sebagai murid yang mengalami proses belajar sementara mengajar. Guru mengembangkan potensi – potensiself discovery, dan ia melakukan otoritas moral atas murid – muridny, karena ia seorang profesional yang memiliki kualifikasi dan superior dibandingkan dengan murid – muridnya. Guru harus mempunyai aktualitas yang lebih
5.       Kurikulum
Kurikulum menurut kaum perenialis harus menekankan pertumbuhan intelektual siswa pada seni dan sains. Untuk menjadi “terpelajar secara cultural” para siswa harus berhadapan dengan bidang seni dan sains yang merupakan karya terbaik yang diciptakan oleh manusia. Dua dari pendukung filsafat perenialis adalah Robert Maynard Hutchins, dan Mortimer Adler. Sebagai rector the University of Chicago, Hutchin dalam Uyo Sadulloh (2008:155)  menegembangkan suatu kurikulum mahasiswa S1 berdasarkan penelitan terhadap Buku besar bersejarah (Great Book) dan pembahasan buku-buku klasik. Kegiatan ini dilakukan dalam seminar-seminar kecil. Kurikulum perenialis Hutchins didasarkan pada tiga asumsi mengenai pendidikan :
a.       Pendidikan harus mengangkat pencarian kebenaran manusia yang berlangsung terus menerus. Kebenaran apapun akan selalu benar dimanapun juga. Kebenaran bersifat universal dan tak terikat waktu.
b.      Karena kerja pikiran adalah bersifat intelektual dan memfokuskan pada gagasan – gagasan, pendidikan juga harus memfokuskan pada gagasan- gagasan . pengolahan rasionalitas manusia adalah fungsi penting pendidikan
c.       Pendidikan harus menstimulus para mahasiswa untuk berfikir secara mendalam mengenai gagasan – gagasan signifikan. Para guru harus menggunakan pemikiran yang benar dan kritis seperti metoda pokok mereka, dan mereka harus mensyaratkan hal yang sama pada siswa.
Pandangan – pandangan kurikulum menurut aliran perenialisme yang mempengaruhi praktik pendidikan.
a.      Pendidikan Dasar dan Menengah
Ø  Pendidikan sebagai persiapan
Perbedaan Progresivisme dengan Perenialisme terutama pada sikapnya tentang “education as preparation”. Dewey dan tokoh – tokoh Progresivisme yang lain menolak pandangan bahwa sekolah (pendidikan) adalah persiapan untuk kehidupan. Tetapi Perenialisme berpendapat bahwa pendidikan adalah persiapan bagi kehidupan di dalam masyarakat. Dasar pandangan ini berpangkal pada ontologi, bahwa anak ada dalam fase potensialitas menuju aktualitas, menuju kematangan.
Ø   Kurikulum Sekolah Menengah
Prinsip kurikulum pendidikan dasar, bahwa pendidikan sebagai persiapan, berlaku pula bagi pendidikan mencegah. Perenialisme membedakan kurikulum pendidikan menengah antara program, “general education” dan pendidikan kejuruan, yang terbuka bagi anak 12-20 tahun.
b.      Pendidikan Tinggi dan Adult Education
Ø  Kurikulum Universitas
Program “general education” dipersiapkan untuk pendidikan tinggi dan adult education. Pendidikan tinggi sebagai lanjutan pendidikan menengah dengan program general education yang telah selesai disiapkan, bagi umur 21 tahun sebab dianggap telah cukup mempunyai kemampuan melaksanakan program pendidikan tinggi. Pendidikan tinggi pada prinsipnya diarahkan untuk mencapai tujuan kebajikan intelektual yang disebut “The intellectual love of good”.
Ø  Kurikulum Pendidikan Orang Dewasa
Tujuan pendidikan orang dewasa ialah meningkatkan pengetahuan yang telah dimilikinya dalam pendidikan lama sebelum itu, menetralisir pengaruh – pengaruh jelek yang ada. Nilai utama pendidikan orang dewasa secara filosofis ialah mengembangkan sikap bijaksana, guna merenorganisasi pendidikan anak – anaknya, dan membina kebudayaannya. Malahan Hutchins mengatakan, pendidikan orang dewasa adalah jalan menyelamatkan kehidupan bangsa – bangsa.



BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
·         Filsafat perenialisme adalah berpegang pada nilai-nilai atau norma-norma yang bersifat abadi.
·         Filsafasat pendidikan Perenialisme adalah  mengemukakan bahwa situasi dunia saat ini penuh dengan  kekacauan dan ketidak pastian,dan ketidak teraturan terutama dalam tatanan kehidupan moral,intelektual,dan sosio kultural,untuk memperbaiki keadaan ini dengan kembali kepada nilai nilai atau prinsip umum yang telah menjadi pandangan hidup yang kuat pada zaman dulu abad pertengahan (Perealisme membicarakan tentang nilai kebenaran,nilai ini sudah ada pada setiap budaya yang ada pada masyarakat).
·         Beberapa tokoh aliran filsafat perenialisme diantaranya: Plato (427-347 SM), Aritoteles (384-322 SM) dan Thomas Aquina ()
·         Tujuan pendidikan menurut aliran perenialisme adalah untuk mewujudkan peserta didik untuk hidup bahagia demi kebahagiaannya sendiri. Dengan mengembangkan akalnya maka akan dapat mempertinggi kemampuan berpikirnya.
B.     Saran
·         Sebagai guru professional sudah sepantasnya kita mengetahui filsafat pendidikan perenialisme yang dapat menunjang wawasan dan pengetahuan dibidang pendidikan.
·         Selain memahami filsafat pendidikan perenialisme kita juga harus mampu melaksanakan pembeajaran sesuai dengan tujuan pendidikan nasional di Negara Kesatuan Republik Indonesia.







DAFTAR PUSTAKA

Afid Burhanuddin.2013.Pendidikan Filsafat Perenialisme dalam Pembelajaran, Network,(online),https://afidburhanuddin.wordpress.com/2013/11/22/pendidikan-filsafat-perenialisme-dalam-pembelajaran/, diakses 17:17 15 agustus 2015.
Bahtiar, Amsal.2007.Filsafat Ilmu.Jakarta:Raja Grafindo Persada.
Emi Rusdiani.2013. Makalah Filsafat Tentang Aliran Perenialisme dan Rekonstruksionisme. network, (online),http://7893mimie.blogspot.co.id/2013/12/makalah-evaluasi-tentang-aliran.html, diakses 17:15 24 September 2015.
            Jalaluddin, Abdullah Idi.(2007). Filsafat Pendidikan, Manusia, Filsafat dan pendidikan.Yogyakarta:Media Ar-Ruzz.
Latif, Mukhtar.2014.Orientasi Kearah Pemahaman Filsafat Ilmu.Jakarta:Kencana.
            Saddulloh,Uyah. (2008).Pengantar Filsafat Pendidikan.Bandung:CV. Alfabeta.




KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Alhamdulillah.. Puji syukur kehadirat Allah SWT. atas segala rahmat dan hidayah-Nya. Segala pujian hanya layak kita aturkan kepada Allah SWT. Tuhan seru sekalian alam atas segala berkat, rahmat, taufik, serta petunjuk-Nya yang sungguh tiada terkira besarnya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang penulis beri judul “FILSAFAT PENDIDIKAN TENTANG PRELIALISME“
Dalam penyusuna makalah ini, penulis mendapat banyak bantuan dari berbagai pihak, oleh karena itu penulis mengucapkan rasa berterimakasih yang sebesar-besarnya kepada mereka, kedua orang tua dan segenap keluarga besar penulis yang telah memberikan dukungan, moril, dan kepercayaan yang sangat berarti bagi penulis.
Berkat dukungan mereka semua kesuksesan ini dimulai, dan semoga semua ini bisa memberikan sebuah nilai kebahagiaan dan menjadi bahan tuntunan kearah yang lebih baik lagi. Penulis tentunya berharap isi makalah ini tidak meninggalkan celah, berupa kekurangan atau kesalahan, namun kemungkinan akan selalu tersisa kekurangan yang tidak disadari oleh penulis.
Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun agar makalah ini dapat menjadi lebih baik lagi. Akhir kata, penulis mengharapkan agar makalah ini bermanfaat bagi semua pembaca.

Wassalamu'alaikum Wr. Wb.




DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR _______________________________________________
DAFTAR ISI_______________________________________________________
BAB I PENDAHULUAN_____________________________________________
A.    LATAR BELAKANG__________________________________________
B.     RUMUSAN MASALAH________________________________________
C.    TUJUAN_____________________________________________________
BAB II PEMBAHASAN______________________________________________
A.    HAKIKAT ALIRAN PERENIALISME__________________________
B.     SEJARAH PERKEMBANGAN ALIRAN PERENIALISME________
C.    BEBERAPA FILSUF ALIRAN PERENIALISME_________________
D.    HAKIKAT PENDIDIKAN MENURUT ALIRAN PERENIALISME__
BAB III PENUTUP__________________________________________________
A.    KESIMPULAN_______________________________________________
B.     SARAN _____________________________________________________
DAFTAR PUSTAKA________________________________________________



MAKALAH
FILSAFAT PENDIDIKAN TENTANG PRELIASLISME
PRODI : PG-PAUD
Hasil gambar untuk STKIP HAMZANWADI SELONG
O
L
E
H

NAMA KELOMPOK

1.        BAIQ VITA DEWI SARI
2.        HIKMATUL HIDAYAH
3.        KHAIRUNNISA AVIANA ROHMAH



STKIP HAMZANWADI SELONG

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

MAKALAH PENDIDIKAN AGAMA SEBAGAI PROSES PENGUATAN MENTAL ANTI KORUPSI

BAB I PENDAHULUAN A.     Latar Belakang Beberapa negara di Asia memiliki beragam istilah tentang korupsi. Di China, Hong Kong dan T...