KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah yang telah
melimpahkan karunia dan nikmat bagi umat-Nya. Alhamdulilaah Makalah ini dapat
terselesaikan tepat pada waktunya.
Karena terbatasnya ilmu yang dimiliki
oleh penulis maka Makalah ini jauh dari sempurna untuk itu saran dan kritik
yang membangun sangat penulis harapkan.
Tidak lupa penulis sampaikan rasa
terima kasih yang tak terhingga kepada semua pihak yang telah turut membantu
dalam penyusunan Makalah ini. Semoga bantuan dan bimbingan yang telh diberikan
kepada kami mendapat balasan yang setimpal dari Allah SWT. Amin
Akhirnya penulis berharap semoga
Makalah ini bermanfaat khususnya bagi penulis dan umumnya bagi pembaca.
DAFTAR ISI
Kata
Pengantar
Daftar
Isi
Bab I Pendahuluan
Latar
Belakang
Perumusan
Masalah
Bab II Kerangka Teoritis
Munculnya Agama Hindu di
Indonesia
Pembahasan
a. Kerajaan
Kutai
b. Kerajaan
Tarumanegara
c. Kerajaan
Mataram
Kuno
d. Kerajaan
Kediri
e. Kerajaan
Singasari
f. Kerajaan
Majapahit
Bab III Penutup
Kesimpulan
Saran
Daftar
Pustaka
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia mulai berkembang pada zaman kerajaan Hindu-Buddha
berkat hubungan dagang dengan negara-negara tetangga maupun yang lebih jauh
seperti India, Tiongkok, dan wilayah Timur Tengah. Agama Hindu masuk ke
Indonesia diperkirakan pada awal tarikh Masehi, dibawa oleh para musafir dari
India antara lain: Maha Resi Agastya, yang di Jawa terkenal dengan sebutan
Batara Guru atau Dwipayana dan juga para musafir dari Tiongkok yakni musafir
Budha Pahyien.
Pada abad ke-4 di Jawa Barat terdapat kerajaan yang bercorak
Hindu-Buddha, yaitu kerajaan Tarumanagara yang dilanjutkan dengan Kerajaan
Sunda sampai abad ke-16.
Pada masa ini pula muncul dua kerajaan besar, yakni
Sriwijaya dan Majapahit. Pada masa abad ke-7 hingga abad ke-14, kerajaan Buddha
Sriwijaya berkembang pesat di Sumatra. Penjelajah Tiongkok I-Tsing mengunjungi
ibukotanya Palembang sekitar tahun 670. Pada puncak kejayaannya, Sriwijaya
menguasai daerah sejauh Jawa Tengah dan Kamboja. Abad ke-14 juga menjadi saksi
bangkitnya sebuah kerajaan Hindu di Jawa Timur, Majapahit. Patih Majapahit
antara tahun 1331 hingga 1364, Gajah Mada, berhasil memperoleh kekuasaan atas
wilayah yang kini sebagian besarnya adalah Indonesia beserta hampir seluruh
Semenanjung Melayu. Warisan dari masa Gajah Mada termasuk kodifikasi hukum dan
pembentukan kebudayaan Jawa, seperti yang terlihat dalam wiracarita Ramayana.
Masuknya ajaran Islam pada sekitar abad ke-12, melahirkan
kerajaan-kerajaan bercorak Islam yang ekspansionis, seperti Samudera Pasai di
Sumatera dan Demak di Jawa. Munculnya kerajaan-kerajaan tersebut, secara
perlahan-lahan mengakhiri kejayaan Sriwijaya dan Majapahit, sekaligus menandai
akhir dari era ini.
B. Perumusan Masalah
1. Bagaimana awal mula munculnya
Agama Hindu di Indonesia?
2. Bagaimana Proses perkembangan
Agama tersebut di Indonesia?
BAB II
PEMBAHASAN
Munculnya agama Hindu di Indonesia
Perkembangan agama Hindu-Budha tidak
dapat lepas dari peradaban lembah Sungai Indus, di India. Di Indialah mulai tumbuh
dan berkembang agama dan budaya Hindu dan Budha. Agama Hindu tumbuh bersamaan
dengan kedatangan bangsa Aria (kulit putih, badan tinggi, hidung mancung)
ke Mohenjodaro dan Harappa (Peradaban Lembah Sungai Indus) melalui
celah Kaiber (Kaiber Pass) pada 2000-1500 SM dan mendesak
bangsa Dravida (berhidung pesek, kulit gelap) dan
bangsa Munda sebagai suku bangsa asli yang telah mendiami daerah
tersebut. Bangsa Dravida disebut juga Anasah yang berarti berhidung
pesek dan Dasa yang berarti raksasa. Bangsa Aria sendiri termasuk
dalam ras Indo Jerman. Awalnya bangsa Aria bermatapencaharian sebagai
peternak kemudian setelah menetap mereka hidup bercocok tanam. Bangsa Aria
merasa ras mereka yang tertinggi sehingga tidak mau bercampur dengan bangsa
Dravida. Sehingga bangsa Dravida menyingkir ke selatan Pegunungan Vindhya.
Orang Aria mempunyai kepercayaan untuk memuja banyak Dewa
(Polytheisme), dan kepercayaan bangsa Aria tersebut berbaur dengan kepercayaan
asli bangsa Dravida yang masih memuja roh nenek moyang. Berkembanglah Agama
Hindu yang merupakan sinkretisme (percampuran) antara kebudayaan dan
kepercayaan bangsa Aria dan bangsa Dravida. Terjadi perpaduan antara budaya
Arya dan Dravida yang disebut Kebudayaan Hindu (Hinduisme). Istilah Hindu
diperoleh dari nama daerah asal penyebaran agama Hindu yaitu di Lembah
Sungai Indus/ Sungai Shindu/ Hindustan sehingga disebut
kebudayaan Hindu yang selanjutnya menjadi agama Hindu. Daerah perkembangan
pertama agama Hindu adalah di lembah Sungai Gangga, yang disebut Aryavarta (Negeri
bangsa Arya) dan Hindustan (tanah milik bangsa Hindu).
Dalam ajaran agama Hindu dikenal 3 dewa utama, yaitu:
·
Brahma sebagai
dewa pencipta segala sesuatu.
·
Wisnu sebagai
dewa pemelihara alam
·
Siwa sebagai
dewa perusak
Ketiga dewa tersebut dikenal dengan sebutan Tri Murti. Kitab
suci agama Hindu disebut Weda (Veda) artinya pengetahuan tentang agama.
Pemujaan terhadap para dewa-dewa dipimpin oleh golongan pendeta/Brahmana.
Mereka mengenal pembagian masyarakat atas kasta-kasta tertentu, yaitu Brahmana,
Ksatria, Waisya dan Sudra. Pembagian tersebut didasarkan pada tugas/ pekerjaan
mereka.
· Brahmana bertugas
mengurus soal kehidupan keagamaan, terdiri dari para pendeta. Keberadaan kasta
ini ada pada posisi paling penting dan punya peranan yang sangat besar bagi
berjalannya pemerintahan. Mereka adalah orang yang paling mengerti menegnai
seluk beluk agama Hindu, serta menjadi penasehat raja.
· Ksatria berkewajiban
menjalankan pemerintahan termasuk pertahanan Negara. Yang termasuk dalam kasta ini
adalah para bangsawan, raja dan keluarganya, para pejabat pemerintah. Kasta ini
memiliki kedudukan yang penting dalam pemerintahan, punya banyak hak tetapi
tidak memiliki kewajiban untuk membayar pajak, memberikan persembahan, dsb.
· Waisya bertugas
berdagang, bertani, dan berternak. Mereka yang tergolong dalam kasta ini adalah
para pedagang besar (saudagar),para pengusaha. Dalam golongan masyarakat biasa
kasta ini cukup memiliki peran penting.
· Sudra bertugas
sebagai petani/ peternak, para pekerja/ buruh/budak. Mereka adalah para pekerja
kasar. Mereka mempunyai banyak kewajiban terutama wajib kerja tetapi
keberadaannya kurang diperhatikan.
· Di
luar kasta tersebut terdapat kasta Paria terdiri dari pengemis dan
gelandangan.
Pembagian kasta muncul sebagai upaya pemurnian terhadap
keturunan bangsa Aria sehingga dilakukan pelapisan yang bersumber pada ajaran
agama. Pelapisan tersebut dikenal dengan Caturwangsa/Caturwarna, yang
berarti empat keturunan/ empat kasta. Pembagian kasta tersebut didasarkan pada
keturunan. Dalam konsep Hindu sesorang hanya dapat terlahir sebagai Hindu bukan
menjadi Hindu.
Perkawinan antar kasta dilarang dan jika terjadi dikeluarkan
dari kasta dan masuk dalam golongan kaum Pariaseperti bangsa
Dravida. Paria disebut juga Hariyan dan merupakan mayoritas
penduduk India.
Muncul dan berkembangnya Agama Budha
Agama Budha tumbuh di India tepatnya bagian Timur Laut.
Muncul sekitar 525 SM. Agama Budha muncul dan dikenalkan oleh Sidharta (semua
harapan dikabulkan). Agama Budha muncul disebabkan karena :
Sidharta
memandang bahwa adanya sistem kasta dalam agama Hindu dapat memecah belah
masyarakat, bahkan sistem kasta dianggap membedakan derajat dan martabat
manusia berdasarkan kelahiran. Padahal setiap manusia itu sama kedudukannya.
Itulah
fenomena yang ada di lingkungannya sementara itu satu hal yang membuat Sidharta
akhirnya berusaha untuk menentang adat dan tradisi yang ada adalah karena
beliau melihat adanya kenyataan hidup bahwa manusia akan tua, sakit, mati, dan hidup
miskin yang intinya bahwa bagi Sidharta kehidupan adalah suatu “PENDERITAAN”.
Oleh karena itu manusia harus dapat menghindarkan diri dari penderitaan
(samsara), dan demi mencari cara atau jalan untuk membebaskan diri dari
penderitaan guna mencapai kesempurnaan maka beliau meninggalkan istana dengan
segala kemewahannya melakukan meditasi tepatnya di bawah pohon Bodhi di daerah
Bodh Gaya. Dalam meditasinya tersebut akhirnya Sidharta memperoleh penerangan
agung dan saat itulah terlahir/ tercipta agama Budha. Agama Budha lahir sebagai
upaya pengolahan pemikiran dan pengolahan diri Sidharta sehingga
menemukan cara yang terbaik bagi manusia agar dapat terbebas dari penderitaan
di dunia sehingga dapat mencapai kesempuirnaan (nirwana) dan berharap tidak
akan terlahir kembali di dunia untuk merasakan penderitaan yang sama.
Menurut
agama Budha kesempurnaan (Nirwana) dapat dicapai oleh setiap orang tanpa harus
melalui bantuan pendeta/ kaum Brahmana berbeda dengan ajaran Hindu dimana hanya
pendeta yang dapat membuat orang mencapai kesempurnaan. Sidharta Gautama
dikenal sebagai Budha atau seseorang yang telah mendapat pencerahan. Sidharta
artinya orang yang mencapai tujuan. Sidharta disebut juga Budha Gautama yang
berarti orang yang menerima bodhi. Ajaran agama Budha dibukukan dalam kitab
Tripitaka (dari bahasa Sansekerta Tri artinya tiga
dan pitakaartinya keranjang). Peristiwa kelahiran, menerima penerangan
agung dan kematian Sidharta terjadi pada tanggal yang bersamaan yaitu waktu
bulan purnama pada bulan Mei. Sehingga ketiga peristiwa tersebut dirayakan umat
Budha sebagai Triwaisak.
Dalam
agama Budha tidak dikenal adanya sistem kasta sebab sistem ini dipandang akan
membedakan masyarakat atas harkat dan martabatnya. Sehingga dalam Budha
laki-laki ataupun perempuan, miskin atupun kaya sama saja semuanya punya hak
yang sama dalam kehidupan ini.
Masuknya
Agama Hindu dan Budha ke Indonesia
Terdapat beberapa teori mengenai siapakah yang membawa
masuknya agama Hindu di Indonesia. Teori-teori tersebut antara lain:
1. Teori Sudra
(dikemukakan oleh Van Feber)
2. Teori Waisya
(dikemukakan oleh NJ.Krom)
3. Teori Ksatria
(dikemukakan oleh FDK Bosch)
4. Teori Brahmana
(dikemukakan oleh J.C. Van Leur)
5. Teori Arus Balik
(dikemukakan oleh M.Yamin)
Proses
masuk dan berkembangnya agama dan budaya Hindu-Budha ke Indonesia adalah
sebagai berikut.
Agama
Budha
Agama
Budha masuk ke Indonesia dibawa oleh para pendeta didukung dengan adanya
misi Dharmadhuta, kitab suci agama Budha ditulis dalam bahasa rakyat
sehari-hari, serta dalam agama Budha tidak mengenal sistem kasta. Para pendeta
Budha masuk ke Indonesia melalui 2 jalur lalu lintas pelayaran dan perdagangan,
yaitu melalui jalan daratan dan lautan. Jalan darat ditempuh lewat Tibet lalu
masuk ke Cina bagian Barat disebut Jalur Sutra, sedangkan jika menempuh
jalur laut, persebaran agama Budha sampai ke Cina melalui Asia Tenggara.
Selanjutnya sampai ke Indonesia mereka akhirnya bertemu dengan raja dan
keluarganya serta mulai mengajarkan ajaran agama Budha, pada akhirnya terbentuk
jemaat kaum Budha. Bagi mereka yang telah mengetahui ajaran dari pendeta India
tersebut pasti ingin melihat tanah tempat asal agama tersebut secara langsung
yaitu India sehingga mereka pergi ke India dan sekembalinya ke Indonesia mereka
membawa banyak hal baru untuk selanjutnya disampaikan pada bangsa Indonesia.
Unsur India tersebut tidak secara mentah disebarkan tetapi telah
mengalami proses penggolahan dan penyesuaian. Sehingga ajaran dan budaya Budha
yang berkembang di Indonesia berbeda dengan di India.
Agama
Hindu
Para
pendeta Hindu memiliki misi untuk menyebarkan agama Hindu dan melalui jalur
perdagangan akhirnya sampai di Indonesia. Selanjutnya mereka akan menemui
penguasa lokal (kepala suku). Jika penguasa lokal tersebut tertarik dengan
ajaran Hindu maka para pendeta bisa langsung mengajarkan dan menyebarkannya.
Dalam ajaran agama Hindu konsepnya adalah seseorang terlahir sebagai Hindu
bukan menjadi Hindu maka untuk menerima ajaran agama Hindu orang Indonesia
harus di-Hindu-kan melalui upacara Vratyastoma dengan pertimbangan
kedudukan sosial/ derajat yang bersangkutan (memberi kasta). Hubungan
India-Indonesia berlanjut dengan adanya upaya para kepala suku/ raja lokal
untuk menyekolahkan anaknya/ utusan khusus ke India guna belajar budaya India
lebih dalam lagi. Setelah kembali ke tanah air mereka kemudian menyebarkan
kebudayaan India yang sudah tinggi. Bahkan tak jarang mereka mendatangkan para
Brahmana India untuk melakukan upacara bagi para penguasa di Indonesia, seperti
upacara Abhiseka, merupakan upacara untuk mentahbiskan seseorang menjadi
raja. Jika di suatu wilayah rajanya beragama Hindu maka akan memperkuat proses
penyebaran agama Hindu bagi rakyat di daerah tersebut. Berikut
kerajaan-kerajaan hindu yang pernah berdiri di Indonesia.
Kerajaan
Kutai
Kerajaan
Kutai dengan nama asli Kutai Martadipura merupakan kerajaan hindu tertua di
Indonesia, dengan aliran agama hindu-siwa. Letaknya di Muara Kaman tepatnya
pada hulu sungai Mahakam, Kalimantan Timur.
Keberadaan
kerajaan ini ditandai dengan adanya 7 buah prasasti, yang dinamai prasasti
yupa. Dengan palawa sebagai hurufnya,dan sansekerta sebagai bahasanya.
Pendirinya adalah Raja Kudungga. Setelah Raja Kudungga wafat, kerajaan diambil
alih oleh putranya, Raja Aswawarman. Dan setelah Raja Aswawarman wafat,
kerajaan diambil alih oleh putra Raja Aswawarman, yaitu Raja Mulawarman.
Pada
sebuah prasasti Yupa abad ke-4, dikisahkan bahwa Raja Mulawarman telah
menyumbangkan 20.00 ekor sapi kepada para brahmana. Kisah ini menceritakan betapa
dermawannya seorang Raja Mulawarman, oleh karena itu, dari sekian banyak raja
yang memimpin kerajaan Kutai, Raja Mulawarman lah yang paling terkenal.
Keruntuhan
kerajaan Kutai Martadipura disebabkan oleh tewasnya raja terakhir Kutai
Martadipura yang kalah memperebutan kekuasaan dari kerajaan Kutai Kartanegara
di bawah pimpinan Aji Pangeran Anum Panji Mendapa. Awalnya Kutai Kartanegara
merupakan bagian dari kerajaan Kutai Martadipura, namun karena perbedaan
kepercayaan, di mana Kutai Kartanegara menganut kepercayaan agama islam,
akhirnya perebutan kekuasaan pun terjadi dan berakhir dengan Kutai Kartanegara
sebagai pemenang.
Kerajaan
Tarumanegara
Kerajaan
dengan nama asli Tarumanagara ini terletak di daerah Bekasi, Jawa Barat bagian
utara. Raja yang paling terkenal adalah raja yang ke-3, yaitu Raja Purnawarman.
Keberadaan kerajaan hindu dengan aliran hindu wisnu ini diketahui dengan
ditemukannya beberapa prasasti yang menceritakan tentang
keberhasilan-keberhasilan kerajaan. Prasasti-prasasti tersebut antara lain:
1.
Prasasti
Kebon Kopi, ditemukan di kebon kopi milik Jonathan Reck
2.
Prasasti
Tugu, ditemukan di daerah Bekasi, menceritakan tentang penggalian Sungai Gomati
oleh kerajaan Tarumanagara
3.
Prasasti
Cidanghiang, ditemukan di daerah Pandeglang
4.
Prasasti
Ciaruteun, ditemukan di aliran Sungai Ciampea, menggambarkan betapa perkasanya
seorang raja Purnawarman dengan telapak kaki besarnya yang terukir di prasasti
tersebut
5.
Prasasti
Muara Cianten, ditemukan di daerah Ciampea
6.
Prasasti
Jambu, ditemukan di daerah Nanggung, Bogor
7.
Prasasti
Pasir Awi, ditemukan di daerah Cieteureun
Selain ditemukannya
peninggalan-peninggalan berupa prasasti, ternyata ditemukan pula peninggalan
berupa candi yang dikenal dengan sebutan Candi Jiwa, letaknya di daerah Karawang.
Selain
peninggalan sejarah berupa prasasti dan candi, terdapat pula sumber-sumber
sejarah lain mengenai kerajaan ini seperti:
1.
Fa
hien, pada kitab Fa Kao Chi dari China
2.
Dinasti
Sui, tahun 528 dan 535 Masehi
3.
Dinasti
Tang, tahun 666 dan 669 Masehi
4.
Naskah
wangsakerta yang menceritakan tentang pendirian kerajaan Tarumanegara
Akhir dari kerajaan ini disebabkan oleh
keinginan Tarusbawa untuk membawa kerajaan Tarumanagara kembali ke kerajaan
Sunda, namun salah satu saudara Tarusbawa yang bernama Galuh tidak setuju jika
kerajaan Taruma kembali ke kerajaan Sunda, akhirnya Galuh pergi dari kerajaan
Taruma, dan kembali datang untuk merebutnya kekuasaan kerajaan Sunda yang
awalnya adalah kekuasaan Kerajaan Tarumanagara, akhirnya kerajaan itu pun
diubah menjadi Kerajaan Sunda Galuh.
Mataram
Kuno
Menurut
Teori Van Bammalen, letak kerajaan ini berpindah-pindah, hal
ini disebabkan oleh 2 alasan, yaitu karena adanya bencana alam
letusan Gunung Merapi, dan karena adanya peperangan dalam perebutan kekuasaan.
Awalnya, pada abad ke-8 kerajaan ini terletak di daerah Jawa Tengah, kemudian
setelah Gunung Merapi meletus pada abad ke-10, kerajaan ini dipindahkan ke Jawa
Timur oleh Mpu Sindok.
Agama
di kerajaan ini pun terbagi menjadi 2, yaitu hindu pada Dinasti Sanjaya dan
budha pada Dinasti Syailendra. Kerajaan Mataram Kuno didirikan oleh Raja Sanna.
Raja Sanna kemudian digantikan oleh keponakannya, Raja Sanjaya. Setelah Raja
Sanjaya meninggal, Kerajaan Mataram Kuno diperintah oleh putranya yang bernama
Rakai Panangkaran. Raja Mataram Kuno setelah Rakai Panangkaran adalah Rakai
Warak, kemudian Rakai Warak digantikan oleh Rakai Garung (Samaratungga).
Di tengah-tengah pemerintahan kerajaan Mataram Kuno, Datanglah keinginan Rakai
Pikatan untuk menjadi penguasa tunggal sebagai Dinasti Sanjaya. Persaingan
antara Dinasti Sanjaya yang dipimpin Rakai Pikatan dengan Dinasti Syailendra
yang dipimpin Raja Samaratungga, membuat cita-cita Rakai Pikatan untuk menjadi
penguasa tunggal di Pulau Jawa terhalang. Terjadi pertikaian antar kedua
dinasti. Akhirnya pada abad ke-9 terjadi penggabungan kedua dinasti melalui
pernikahan politik antara Rakai Pikatan dari Dinasti Sanjaya dengan
Pramodawardhani dari Dinasti Syailendra. Namun, pernikahan antara Rakai Pikatan
dengan Pramodawardhani ternyata tidak membuahkan kedamaian, malah justru
membuat pertikaian antara Dinasti Sanjaya dengan Dinasti Syailendra semakin
sengit. Akhirnya, Rakai Pikatan sebagai Dinasti Sanjaya berhasil menguasai
kerajaan sedangkan Pramodawardhani bersama anaknya, Balaputradewa melarikan
diri ke Palembang, Sumatra Selatan untuk kemudian mereka menjalankan sebuah
kerajaan bernama Kerajaan Sriwijaya. Berdasarkan Prasasti Balitung, setelah
Rakai Pikatan wafat, kerajaan Mataram Kuno diperintah oleh Rakai Kayuwangi
dibantu oleh sebuah dewan penasehat yang juga jadi pelaksana pemerintahan.
Dewan yang terdiri atas lima patih ini di antaranya adalah:
·
Ratu,
Datu, Sri Maharaja
·
Rakryan
Mahamantri I Hino
·
Mahamantri
Halu & Mahamantri I Sirikan
·
Mahamantri
Wko & Mahamantri Bawang
·
Rakryan
Kanuruhan
Raja Mataram selanjutnya adalah Rakai Watuhumalang, kemudian
dilanjutkan oleh Dyah Balitung yang bergelar Sri Maharaja Rakai Watukura Dyah
Balitung Dharmodaya Maha Dambhu sebagai Raja Mataram Kuno yang sngat terkenal.
Raja Balitung berhasil menyatukan kembali Kerajaan Mataram Kuno dari ancaman
perpecahan. Di masa pemerintahannya, Raja Balitung menyempurnakan struktur
pemerintahan dengan menambah susunan hierarki. Bawahan Raja Mataram terdiri
atas tiga pejabat penting, yaitu Rakryan I Hino sebagai tangan kanan raja yang
didampingi oleh dua pejabat lainnya. Rakryan I Halu,dan Rakryan I Sirikan.
Selain struktur pemerintahan baru, Raja Balitung juga menulis Prasasti
Balitung. Prasasti yang juga dikenal sebagai Prasasti Mantyasih ini adalah prasasti
pertama di Kerajaan Mataram Kuno yang memuat silsilah pemerintahan Dinasti
Sanjaya di Kerajaan Mataram Kuno. Kerajaan Mataram Kuno masih mengalami
pemerintahan tiga raja sebelum akhirnya pusat kerajaan pindah ke Jawa Timur.
Mpu Daksa, yang pada masa pemerintahan Raja Balitung menjabat Rakryan i
Hino,melakukan kudeta karena merasa bahwa ia adalah keturunan asli Dinasti
Sanjaya, kemudian Mpu Daksa digantikan oleh menantunya, Sri Maharaja Tulodhong.
Kerajaan Mataram Kuno berakhir dengan sebuah peristiwa yang
disebut Peristiwa Mahapralaya. Saat itu, Raja Teguh Dharmawangsa sedang
menikahkan putrinya, dengan Raden Wijaya. Di tengah-tengah pesta, datang
pasukan kerajaan Sriwijaya dengan kerajaan kecil sekutunya, Kerajaan Wurawari.
Raja Teguh Dharmawangsa tewas, sedangkan putrinya yang sedang menikah lolos dan
berhasil melarikan diri ke Madura bersama suaminya, Raden Wijaya.
Kerajaan
Kediri
Berdirinya
Kerajaan Kediri berawal ketika Kerajaan Sriwijaya dengan Kerajaan kecil
Wurawari berhasil meruntuhkan kerajaan Mataram Kuno lewat Peristiwa
Mahapralaya. Kekuasaan Kerajaaan Mataram Kuno diambil alih, dan nama Mataram
diubah menjadi Kediri. Kerajaan Kediri merupakan kerajaan turunan Ajiwuwari.
Raja pertamanya adalah Raja Sri Jayawarsha. Kemudian dilanjutkan oleh Raja
Bameswara. Dalam kitab Kakawin Smaradahana, karangan Mpu Dharmaja,
diceritakan bahwa Raja Bameswara adalah keturunan pendiri Dinasti Isyana.
Kemudian Raja Bameswara digantikan oleh mertuanya, Jayabhaya. Pada masa
pemerintahan Jayabhaya, terjadi perang saudara ini diabadikan dalam bentuk
Kakawin Bharatayuddha yang ditulis oleh Mpu Sedah dan Mpu Punuluh. Jayabhaya
berhasil memenangkan perang saudara tersebut sehingga wilayah Kediri berhasil
disatukan lagi dengan wilayah Jenggala. Peristiwa kemenangan ini diabadikan
dalam Prasasti Ngantang. Kemudian Raja Jayabhaya digantikan oleh Raja
Sarweswara dari Aryyeswara. Kemudian digantikan lagi oleh Raja Gandra. Pada
masa pemerintahannya, Gandra menyempurnakan struktur pemerintahan yang
diwariskan Kerajaan Mataram Kuno. Setelah Raja Gandra, Kerajaan Kediri dipimpin
oleh Raja Kameshwara. Pemerintahan Kameshwara ditandai dengan pesatnya hasil
karya sastra Jawa. Pada masa pemerintahannya, cerita-cerita panji atau
kepehlawanan banyak dihasilkan. Raja kerajaan Kediri berikutnya adalah
Kertajaya atau Srengga. Pada masa pemerintahannya, Kediri mulai mengalami
masalah dan ketidakstabilan. Hal ini karena Kertajaya berusaha membatasi dan
mengurangi hak istimewa para kaum Brahmana, kemudian di daerah Tumapel
(sekarang Malang) muncul kekuatan baru di bawah pimpinan Ken Arok.
Perlahan-lahan, terjadi arus pelarian para Brahmana dari wilayah Kediri menuju
Tumampel. Kertajaya menyikapi arus pelarian ini dengan mengerahkan tentara
Kerajaan Kediri untuk menyerbu Tumapel. Perang antara pasukan Kertajaya dan Ken
Arok terjadi di Ganter. Pasukan Ken Arok berhasil menghancurkan kekuasaan
pasukan Kertajaya. Atas kekalahan ini, Kerajaan Kediri memang seolah-olah telah
runtuh, namun ternyata, secara perlahan kerajaan Kediri masih berdiri dibawah
pimpinan Raja Jayakatwang, meskipun keberadaan mereka di bawah kekuasaan
Kerajaan Singasari.
Kerajaan
Singasari
Berdirinya
Kerajaan Singasari, saling berkaitan erat dengan Kerajaan Kediri dan Majapahit.
Ketika Ken Arok menjabat sebagai prajurit di Tumapel, di Kerajaan Kediri sedang
berlangsung perselisihan antara Raja Kertajaya dengan para Brahmana. Para
Brahmana tersebut melarikan diri ke Tumapel karena merasa lebih nyaman berada
di Tumapel, akhirnya terjadilah pertempuran antara Kerajaan Kediri dengan
paukan akuwu Tumapel. Dalam pertempuran di Ganter, Kerajaan Kediri mengalami
kekalahan dan Raja Kertajaya meninggal. Kemudian, Ken Arok menyatukan sebagian
wilayah Kerajaan Kediri dengan Tumapel, dan mendirikan Kerajaan Singasari,
dengan Tunggul Ametung sebagai rajanya. Ken Arok bergelar Sri Rangga Rajasa
(Rajasawangsa) atau Girindrawangsa di Jawa Timur. Istri pertamanya bernama Ken
Umang, Ken Arok mempunyai empat orang anak, yaitu Panji Tohjaya, Panji Sudhatu,
Panji Wregola, dan Dewi Rambi. Awalnya, Ken Arok hanyalah seorang anak desa
yang dilahirkan oleh seorang Ibu bernama Ken Nduk. Ia dididik oleh para
penjahat di lingkungan sekitarnya hingga dewasa, sehingga ia tumbuh dan
berkembang menjadi seorang penjahat yang suka mabuk, mencuri, dan membunuh. Pada
perjalan hidupnya, ia bekerja sebagai seorang prajurit di daerah Tumapel, dan
tertarik pada Ken Dedes, istri komandan Tunggul Ametung. Timbul keinginan Ken
Arok untuk memperistri Ken Dedes. Singkat cerita, Ken Arok berhasil membunuh
Tunggul Ametung dengan keris yang dibuat Mpu Gandring, kemudian ia pun segera
memperistri Ken Dedes. Setelah sekian lama, Ken Dedes akhirnya menceritakan
peristiwa pebunuhan suaminya tersebut kepada anaknya dari Tunggu Ametung,
Anusapati. Anusapati marah, dan berniat balas dendam, akhirnya Anusapati
berhasil membunuh Ken Arok dengan keris buatan Mpu Gandring yang telah
digunakan Ken Arok untuk membunuh ayah kandungnya. Panji Tohjaya, anak kandung
Ken Arok dengan Ken Umang mengetahui peristiwa pembunuhan ayahnya yang
dilakukan Tohjaya. Akhirnya dengan keris yang sama, Tohjaya berhasil membunuh
Anusapati. Ranggawuni, yang merupakan saudara dari Anusapati, mengetahui
pembunuhan yang dilakukan Tohjaya, akhirnya dengan keris yang sama, Ranggawuni
membunuh Tohjaya.Setelah kejadian bunuh membunuh berantai ini, akhirnya naik
tahta lah Raja Kertanegara sebagai raja yang terkenal dan terbesar dari
kerajaan Singasari. Ia mempunyai semangat Ekspansionis. Kertanegara
bercita-cita memperluas Kerajaan Singasari hingga keluar Pulau Jawa yang disebut
dengan istilah Cakrawala Mandala. Pada tahun 1275, ia mengirim pasukan ke
Sumatra untuk menguasai Kerajaan Melayu yang disebut sebagai Ekspedisi
Pamalayu. Dalam ekspedisi tersebut, Kerajaan Melayu berhasil di taklukan.
Peristiwa ini diabadikan pada alas patung Amoghapasha di Padangroco (Sungai
Langsat).
Seorang utusan Cina bernama Meng K’i pulang ke Cina, dan
menceritakan pada kaisar Kubilai Khan bahwa Kerajaan Melayu yang awalnya
menjadi incarannya telah dikuasai dan ditaklukan oleh Kerajaan Singasari.
Kaisar Kubilai Khan begitu marah, ia segera mengirim pasukan untuk menyerang
Kerajaan Singasari. Mendengar wilayah kekuasaannya di bagian Sumatra akan
diserang, pasukan-pasukan Kerajaan Singasari segera dikirim ke Sumatra untuk
menghadapi serangan pasukan Cina. Sementara itu, Raja Jayakatwang dari Kerajaan
Kediri (kerajaan yang pernah dikalahkan Kerajaan Singasari) melihat kesempatan
baik untuk merebut kembali kekuasaan selagi pasukan-pasukan Kerajaan Singasari
dikirim ke Sumatra. Pada tahun 1292, Raja Jayakatwang dengan pasukan Kerajaan
Kediri langsung menyerang Ibu kota Kerajaan Singasari.
Menurut
cerita, pada saat serangan musuh datang, Raja Kertanegara beserta para pejabat
dan pendeta sedang melakukan upacara Tantrayana, sehingga dapat dengan mudah
mereka semua dibunuh oleh musuh. Kerajaan Singasari akhirnya berhasil direbut
kembali oleh Jayakatwang, Raja dari Kerajaan Kediri.
Kerajaan
Majapahit
Kerajaan
Majapahit merupakan kerajaan hindu terakhir dan terbesar di Indonesia. Letaknya
di Pulau Jawa. Pendirinya adalah Raden Wijaya, menantu dari Raja Teguh
Dharmawangsa (Kerajaan Mataram Kuno) yang sempat melarikan diri ke Madura
bersama istrinya saat terjadi Peristiwa Mahapralaya.
Kerajaan
Majapahit, awalnya hanyalah sebuah desa kecil bernama Desa Tarik.Desa itu
merupakan pemberian dari Raja Jayakatwang dari Kediri atas kembalinya menantu
Raja Teguh Dharmawangsa (Raden Wijaya) dari Kerajaan Mataram Kuno yang telah
lama dikuasai Kerajaan Kediri. Raden Wijaya telah dimaafkan dan dipercaya tidak
bersalah atas kesalahan generasi atasnya.
Singkat
cerita, pada tahun 1292, armada Cina yang terdiri dari 1.000 buah kapal dengan
20.000 orang prajurit tiba di Tuban, Jawa Timur dengan tujuan untuk menyerang
Raja Kertanegara yang telah merebut Kerajaan Melayu dan menyatakan tidak mau
tunduk pada Kaisar Kubilai Khan. Mereka tidak tau bahwa Raja Kertanegara
beserta Kerajaan Singasari itu telah meninggal dan hancur dikalahkan oleh Raja
Jayakatwang dari Kediri.
Mengetahui
rencana penyerangan dari Cina ini, Raden Wijaya mengambil kesempatan untuk
merebut kembali Kerajaan Singasari. Ia menggabungkan diri dengan pasukan cina
dan menyerang Raja Jayakatwang di Kediri. Kerajaan Kediri tidak mampu
menghadapi serangan, sehingga Raja Jayakatwang berhasil dikalahkan. Kemenangan
itu membuat pasukan Cina bergembira dan berpesta pora. Mereka tidak menyangka
ketika sedang berpesta pora, pasukan Majapahit balik menyerang mereka. Akhirnya
pasukan armada Cina kalah, dan mereka segera kembali ketanah airnya. Sejak saat
itu Kerajaan Majaphit mulai berkuasa. Pada tahun 1295, berturut-turut pecah
pembrontakan yang dipimpin oleh Rangga lawe dan disusul oleh Saro serta Nambi.
Pembrontakan-pembrontakan itu bisa dipadamkan. Raden Wijaya wafat pada tahun
1309 dan mendapat penghormatan di dua tempat, yaitu Candi Simping (Sumberjati)
dan Candi Artahpura.
Setelah
Raden Wijaya wafat, putera permaisuri Tribuwaneswari yang bernama Jayanegara
menggantikannya sebagai Raja Majapahit. Pada awal pemerintahannya Jayanegara
harus menghadapi sisa pemberontakan yang meletus dimasa ayahnya masih hidup.
Selain pembrontakan Kuti dan Sumi, Raja Jayanegara diselamatkan oleh pasukan
pengawal (Bhayangkari) yang dipimpin oleh Gajah Mada ia kemudian diungsikan ke
Desa Bedager. Raja Jayanegara wafat tahun1328 karena dibunuh oleh salah seorang
anggota dharmaoutra yang bernama Tanca. Oleh karena ia tidak mempunyai putra ia
kemudian digantikan oleh adik perempuannya Bhre Kahuripan yang bergelar
Tribuanatunggadewi Jayawishnuwardhani. Suaminya bernama Cakradhara yang
berkuasa di Singasari dengan gelar Kertawerdhana.
Dari
kitab Negarakertagama, digambarkan adanya beberapa pemberontakan di masa
pemerintahan Ratu Tribuanatunggadewi. Pembrontakan yang paling berbahaya adalah
pemberontakan di Sadeng dan Keta pada tahun 1331. Namun pemberontakan itu dapat
dipadamkan oleh Gajah Mada. Setelah itu Gajah Mada bersumpah di hadapan Raja
dan para pembesar kerajaan bahwa ia tidak akan amukti palapa (memakan buah
palapa), sebelum ia dapat menundukan seluruh Nusantara di bawah naungan
Majapahit. Pada tahun 1334, lahirlah putra mahkota Kerajaan Majapahit yang
diberi nama Hayam Wuruk. Pada tahun 1350, Ratu Tribuanatunggadewi mengundurkan
diri setelah berkuasa 22 tahun. Ia wafat pada tahun 1372. Pada tahun 1350,
Hayam Wuruk dinobatkan sebagai raja Majapahit dan bergelar Sri Rajasanagara dan
Gajah Mada diangkat sebagai Patih Hamangkubumi. Dibawah pemerintahan Hayam
Wuruk dan Gajah Mada, Kerajaan Majapahit mencapai puncak kejayaannya. Kerajaan
Majapahit menguasai wilayah yang sangat luas. Hampir seluruh wilayah Nusantara
tunduk pada Majapahit, namun ada satu kerajaan kecil yang belum berhasil
dikuasai kerajaan Majapahit, yaitu Kerajaan Sunda Galuh. Raja Hayam Wuruk
bersama Patih Gajah Mada berusaha untuk menaklukan kerajaan tersebut, namun
ketika itu Raja Hayam Wuruk terlanjur jatuh cinta pada putri dari Kerajaan
Sunda Galuh yang bernama Dyah Pitaloka. Raja Hayam Wuruk bermaksud untuk
menikahi Dyah Pitaloka. Ia mengundang keluarga besar Kerajaan Sunda Galuh
datang ke Kerajaan Majapahit untuk menikah dengan Dyah Pitaloka. Ketika
keluarga besar dari kerajaan Sunda Galuh tiba di Kerajaan Majapahit, terjadi
kesalahpahaman. Patih Gajah Mada mengira bahwa keluarga besar Kerajaan Sunda
Galuh ingin menyerang Kerajaan Majapahit, akhirnya Patih Gajah Mada segera
mengeluarkan pasukan dan membunuh semua anggota keluarga Kerajaan Sunda Galuh.
Hanya Dyah Pitaloka yang tidak dibunuh. Melihat seluruh keluarganya tewas, Dyah
Pitaloka pun akhirnya melakukan belapati (bunuh diri) pada dirinya sendiri.
Raja Hayam wuruk yang mengetahui peristiwa kesalah pahaman tersebut menjadi
marah, terlebih ketika melihat calon istrinya mati karena bunuh diri atas
kesalah pahaman patihnya. Akhirnya, Raja Hayam Wuruk pun sakit, dan meninggal
karena sakit hati. Sejak kematian Raja Hayam Wuruk, maka Kerajaan Majapahit
mencapai masa kemunduran, perlahan-lahan kekuasaan Majapahit pun runtuh. Pada
salah satu versi cerita, dikisahkan Sang Patih, Gajah Mada pergi ke sebuah
gunung untuk berdiam diri dan menjadi pertapa karena merasa bersalah pada
rajanya.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
·
Agama
hindu-budha datang ke Indonesia melalui para pedagang yang hendak pergi ke
China. Para pedagang tersebut singgah cukup lama di Indonesia untuk
menunggu angin ke arah utara
·
Selama
mereka singgah di Indonesia mereka mengajarka agama Hindu
·
Lama
kelamaan munculah berbagai kerajaan Hindu di Indonesia, seperti Kerajaan
Kutai, Tarumanagara, Mataram Kuno, Kediri, Singasari, dan Majapahit.
·
Kerajaan
Kutai, adalah kerajaan Hindu pertama di Indonesia yang letaknya di Kalimantan
Timur dengan Raja Kudungga sebagai pendirinya, dan Raja Mulawarman
sebagai Raja yang paling terkenalnya. Peninggalannya berupa Prasasti
Yupa
·
Kerajaan
Tarumanegara, adalah kerajaan hindu yang terletak di Bekasi dengan
Raja Purnawarman sebagai rajanya yang paling terkenal. Prasasti yang
paling terkenalnya adalah Prasasti Ciaruteun dengan terukirnya
telapak kaki Raja Purnawarman yang begitu besar
·
Kerajaan
Mataram Kuno, adalah kerajaan yang letaknya di Jawa Tengah dan
sempat dipindahkan ke Jawa Timur, alasan perpindahannya telah dijelaskan
pada Teori Van Bamellen. Pernah terjadi pertikaian antara
Dinasti Sanjaya (Samaratungga) dengan Dinasti Syailendra (Pramodhawardani)
yang akhirnya membuat Pramodhawardani melarikan diri ke
Sumatra. Terdapat peristiwa bersejarah yang disebut Peristiwa
Mahapralaya di mana Kerajaan ini hancur diserang Kerajaan Sriwijaya
dengan Kerajaan Wurawari ketika sedang diadakan pesta pernikahan
·
Kerajaan
Kediri, adalah kerajaan yang telah berhasil merebut kekuasaan Kerajaan
Mataram Kuno. Pernah terjadi pelarian kaum Brahmana ke wilayah
Tumapel karena mereka tidak dihargai di Kerajaan Kediri. Pelarian
Brahmana tersebut membuat Kerajaan Kediri mencetuskan peperangan dengan
pasukan Tumapel dan menuai kekalahan
·
Kerajaan
Singasari, adalah kerajaan yang awalnya adalah daerah Tumapel yang
kemudian berhasil membuat Kerajaan Kediri tunduk, dan dikuasai.
Kerajaan ini terkenal dengan kasus bunuh membunuh antarkeluarga,
yang dipicu oleh keinginan Ken Arok untuk memperistri Ken Dedes. Kerajaan
ini akhirnya dapat direbut kembali oleh Kerajaan Kediri yang
memanfaatkan kasus penyerangan pasukan Kubilaikhan ke Kerajaan ini.
·
Kerajaan
Majapahit, adalah Kerajaan Hindu terbesar dan terakhir di Indonesia. Dengan
Raden Wijaya sebagai pendirinya. Awalnya kerajaan ini hanya sebuah
desa kecil pemberian Jayakatwang, dari Kerajaan Kediri yang telah
berhasil merebut kekuasaan Kerajaan Singasari. Namun, berkat kecerdikan
Raden Wijaya, akhirnya Kerajaan Kediri dapat dikalahkan
Majapahit dengan siasat bekerjasama dengan pasukan Kubilaikhan dari Cina.
Raja Majapahit yang paling terkenal adalah Raja Hayam
Wuruk bersama patihnya, Gajah Mada. Dengan sumpah palapa, Gajah
Mada beserta rajanya, Hayam Wuruk berhasil menyatukan nusantara, kecuali
untuk sebuah kerajaan kecil, yaitu kerajaan Sunda. Berakhirnya
Kerajaan Majapahit, adalah dengan meninggalnya Raja Hayam Wuruk
karena patah hati tidak bisa menikahi putri cantik dari kerajaan Sunda,
Dyah Pitaloka. Dyah Pitaloka bunuh diri karena keluarganya mati
dibunuh pasukan Majapahit yang diperintahkan Gajah mada atas sebuah
kesalahpahaman.
·
Dengan
berakhirnya kekuasaan Majapahit, maka berakhir pula kekuasaan kerajaan hindu
di Indonesia. Maka mulai bermunculanlah Kerajaan Islam
Saran
Kita
harus menjaga kelestarian dan budaya-budaya yang ditinggalkan agama Hindu-Budha.
DAFTAR PUSTAKA
MAKALAH
SEJARAH KERAJAAN HINDU BUDHA DI INDONESIA
OLEH
:
NAMA
KELOMPOK :
1.
AYU
WIDIA SARI
2.
SUHAEMI
3.
WIRDANI
4.
ZUHRATUL
AINI
5.
M.
RUSLI
KELAS
: XI IPS
MA YADINU
MASBAGIK
TP.
2016/2017
Tidak ada komentar:
Posting Komentar